Perhitungan Perolehan Suara Pileg 2024
Usmar, telisik indonesia
Minggu, 12 Februari 2023
0 dilihat
Dr. Usmar, SE, M.M, Dekan Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Moestopo (Beragama), Jakarta & Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional. Foto: Ist.
" Selain wajah-wajah lama yang akan ikut kontestasi politik di tahun 2024, dapat kita pastikan banyak juga wajah-wajah baru atau peserta baru yang akan ikut kontestasi politik "
Oleh: Dr. Usmar, SE, M.M
Dekan Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Moestopo (Beragama), Jakarta & Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional
NUANSA pemilu dengan segala dinamikanya sudah mulai terasa saat ini. Apalagi setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 6 Februari 2023 resmi mengeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (Per-KPU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Daerah Pemilihan Dan Alokasi Kursi Anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Tentu, selain wajah-wajah lama yang akan ikut kontestasi politik di tahun 2024, dapat kita pastikan banyak juga wajah-wajah baru atau peserta baru yang akan ikut kontestasi politik. Ini terutama untuk pemilihan legislatif (Pileg), baik untuk tingkat pusat, provinsi ataupun kabupaten/kota.
Di antara para wajah-wajah baru calon legislatif itu, mungkin ada yang tidak mengetahui atau belum begitu memahami metode dan proses perhitungan suara pemilu yang digunakan dalam pileg 2024 nanti.
Seperti kita ketahui bersama, dalam pemilu tahun 2014 metode yang kita gunakan dalam menghitung perolehan kursi adalah menggunakan metode Bilangan Pembagi Pemilih (BPP), yaitu dengan cara total jumlah pemilih di suatu daerah pemilihan (Dapil) dibagi jumlah kursi yang tersedia di daerah pemilihan (Dapil) tersebut, itulah harga satu kursi.
Misalnya di suatu dapil jumlah pemilih ada 800 ribu suara yang sah, dan kursi yang diperebutkan ada 8 kursi, maka harga satu kursi adalah 100 ribu suara. Baru nanti setelah dibagi masih ada kursi yg tersisa, selanjutnya baru dihitung berdasarkan perolehan suara sisa yang terbanyak.
Sedangkan pada Pemilu 2019 lalu, untuk pileg menggunakan metode perhitungan teknik Sainte Lague, sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum pada pasal 415 ayat 2 Undang-Undang No 7 Tahun 2017, dimana berbunyi, bahwa setiap partai politik yang memenuhi ambang batas akan dibagi dengan bilangan pembagi 1 yang diikuti secara berurutan dengan bilangan ganjil 3,5, 7 dan seterusnya.
Untuk pileg 2024 nanti, kemungkinan tetap menggunakan metode teknik Sainte Lague, mengingat UU No. 7 Tahun 2017 yang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tertanggal 12 Desember 2022 sebagai payung hukumnya tidak ada perubahan dimaksud.
Metode Teknik Sainte Lague
Teknik Sainte Lague ini di temukan oleh seorang ahli matematika asal Prancis pada tahun 1910 yaitu Prof Andre Sainte Lague (1882-1950). Metode ini dengan berbagai variannya banyak digunakan di negara-negara Skandinavia, maka metode ini sering juga disebut orang metode Skandinavia. Metode ini menggunakan angka pembagi ganjil, yaitu: 1, 3, 5, 7 dan seterusnya.
Sebagai contoh dapat kita lihat pada perhitungan, seperti berikut ini: Misalnya dalam satu dapil ada alokasi 8 kursi yang diperebutkan, adapun rincian perolehan suara masing-masing partai politik adalah sebagai berikut:
1. Partai A meraih 35.000 suara
2. Partai B meraih 20.000 suara
3. Partai C meraih 14.000 suara
4. Partai D meraih 12.000 suara.
5. Partai E meraih 5.100 suara.
Baca Juga: Menyoal Naiknya Ongkos Naik Haji
Kursi pertama didapat dengan pembagian 1.
1. Partai A 35.000/1 = 35.000.
2. Partai B 20.000/1 = 20.000
3. Partai C 14.000/1 = 14.000
4. Partai D 12.000/1 = 12.000
5. Partai E 5.100/1 = 5.100
Jadi kursi pertama adalah milik partai A dengan 35.000 suara. (Jumlah terbanyak)
Untuk kursi ke 2, dikarenakan partai A tadi sudah menang di pembagian 1.
Maka berikutnya partai A akan menggunakan angka pembagi 3, sedangkan partai yang lain masih menggunakan angka pembagi 1.
Adapun perhitungan kursi ke-2 sebagai berikut:
1. Partai A 35.000/3 = 11,666
2. Partai B 20.000/1 = 20.000
3. Partai C 14.000/1 = 14.000,
4. Partai D 12.000/1 = 12.000
5. Partai E 5.100/1 = 5.100
Maka kursi ke 2 adalah milik partai B dengan 20.000 suara. Untuk kursi ke 3, partai A dan partai B telah mendapatkan kursi dengan angka pembagi 1, maka selanjutnya partai A dan partai B, menggunakan angka pembagi 3, sedangkan suara partai C, partai D dan dan partai E masih dengan angka pembagi 1.
Maka perhitungan kursi ke 3 adalah, sebagai berikut:
1. Partai A 35.000/3 = 11.666.
2. Partai B 20.000/3 = 6.666,
3. Partai C 14.000/1 = 14.000
4. Partai D 12.000/1 = 12.000
5. Partai E 5.100/1 = 5.100
Jadi kursi ke 3 milik partai C dengan 14.000 suara. Untuk kursi ke 4, partai A , partai B dan partai C telah mendapat kursi dengan angka pembagi 1, maka selanjutnya partai A, B, dan partai C akan masuk dengan menggunakan angka pembagi 3, yaitu:
1. Partai A 35.000/3 = 11.666
2. Partai B 20.000/3 = 6.666
3. Partai C 14.000/3 = 4.666
4. Partai D 12.000/1 = 12.000
5. Partai E 5.100/1 = 5.100
Maka kursi ke 4 adalah milik D dengan 12.000 suara. Untuk kursi ke 5, partai A, partai B, partai C dan partai D telah mendapat kursi dengan berdasar angka pembagi 1, selanjutnya meraka akan masuk menggunakan angka pembagi 3.
Adapun penghitungan kursi ke 5 adalah sebagai berikut:
1. Partai A 35.000/3 = 11.666.
2. Partai B 20.000/3 = 6.666
3. Partai C 14.000/3 = 4.666
4. Partai D 12.000/3 = 4.000
5. Partai E 5.100/1 = 5.100
Maka partai A mendapatkan kursi ke 5 dengan 11.666 suara. Untuk kursi ke 6, partai A sudah mendapat kursi hasil angka pembagi suara 1 dan 3, maka selanjutnya partai A akan menggunakan angka pembagi 5, sedangkan partai B, partai C dan partai D menggunakan angka pembagi 3, sedangkan partai E masih pada angka pembagi 1.
A dibagi 5. B, C dan D dibagi 3, dan E masih dibagi 1.
1. Partai A 35.000/5 = 7.000.
2. Partai B 20.000/3 = 6.666.
3. Partai C 14.000/3 = 4.666
4. Partai D 12.000/3 = 4.000
5. Partai E 5.100/1 = 5.100
Baca Juga: Catatan Jelang HUT ke-3 JMSI, Asa dan Oase Berkhikmat untuk Martabat Pers Indonesia
Disini A kembali mendapat kursi, karena suaranya ada 7.000. Untuk kursi ke 7, partai A sudah mendapat kursi hasil dengan angka pembagi suara 1, 3, dan 5 maka selanjutnya partai A akan menggunakan angka pembagi 7, sedangkan partai B, partai C dan partai D menggunakan angka pembagi 3, sementara partai E masih menggunakan angka pembagi 1.
1. Partai A 35.000/7 = 5.000.
2. Partai B 20.000/3 = 6.666.
3. Partai C 14.000/3 = 4.666
4. Partai D 12.000/3 = 4.000
5. Partai E 5.100/1 = 5.100
Disini partai B kembali mendapat kursi, karena suaranya adalah yang tertinggi yaitu sebanyak 6.666 suara.
Untuk kursi terakhir ke 8, partai A sudah mendapat kursi hasil dari angka pembagi suara 1, 3, dan 5 maka selanjutnya partai A akan menggunakan angka pembagi 7, sedangkan partai B sudah mendapat kursi hasil dari angka pembagi suara 1, dan 3, maka selanjutnya partai B akan menggunakan angka pembagi 5, sedangkan partai C dan partai D menggunakan angka pembagi 3, sementara partai E masih menggunakan angka pembagi 1.
Maka perhitungan kursi ke 8 adalah:
1. Partai A 35.000/7 = 5.000
2. Partai B 20.000/5 = 4.000.
3. Partai C 14.000/3 = 4.666
4. Partai D 12.000/3 = 4.000
5. Partai E 5.100/1 = 5.100
Maka partai E mendapat kursi terakhir dengan 5.100 suara.
Jadi total perolehan kursi masing-masing partai adalah sebagai beeikut:
1. Partai A merai 3 kursi
3. Partai B meraih 2 kursi
3. Partai C meraih 1 kursi
4. Partai D meraih 1 kursi
5. Partai E meraih 1 kursi. (*)
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS