Perjalanan Syarif Maulana di Kasus Alfamidi, dari Tersangka hingga Vonis Bebas

Ahmad Badaruddin, telisik indonesia
Rabu, 22 November 2023
0 dilihat
Perjalanan Syarif Maulana di Kasus Alfamidi, dari Tersangka hingga Vonis Bebas
Syarif Maulana melakukam sujud syukur di ruang sidang, usai divonis bebas oleh majelis hakim PN Tipidkor Kendari. Foto: Ahmad Badaruddin/Telisik

" Selain Sekda Kota Kendari, Ridwansyah Taridala, eks Tenaga Ahli Percepatan Pembangunan Kota Kendari, Syarif Maulana, juga ikut divonis bebas terkait kasus dugaan suap dan pemerasan Alfamidi "

KENDARI, TELISIK.ID – Selain Sekda Kota Kendari, Ridwansyah Taridala, eks Tenaga Ahli Percepatan Pembangunan Kota Kendari, Syarif Maulana, juga ikut divonis bebas terkait kasus dugaan suap dan pemerasan Alfamidi pada persidangan Jumat (10/11/2023) lalu.

Vonis bebas tersebut bukanlah tanpa alasan, melainkan bersumber dari adanya rentetan fakta-fakta persidangan. Selain itu, selama persidangan, pihak PT Midi Utama Indonesia (MUI) atau Alfamidi, banyak mencabut keterangan mereka dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sebelumnya mereka sampaikan di Kejati Sulawesi Tenggara.

Vonis bebas yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang dipimpin oleh Nursinah tersebut kemudian memicu walkout-nya Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada saat persidangan kasus yang sama, dengan terdakwa mantan Wali Kota Kendari,  Sulkarnain Kadir.

JPU beralasan, majelis hakim memiliki kepentingan dan berpihak dalam memutuskan perkara. Namun jika dilihat dari fakta-fakta persidangan yang terungkap, terdakwa Syarif Maulana maupun Ridwansyah Taridala memang berhak untuk dinyatakan bebas.

Berikut Telisik.id merangkum perjalanan kasus yang menjerat Syarif Maulana ini.

Kasus ini bermula pada 2021 lalu. Saat itu Syarif Maulana dilantik oleh Wali Kota Kendari Sulkarnain Kadir sebagai Tenaga Ahli Percepatan Pembangunan Kota Kendari Bidang Perencanaan Pembangunan dan Keunggulan Daerah. Syarif saat itu juga menjabat sebagai Ketua Kendari Preuner periode 2021-2022 yang aktif mewadahi dan membangun UMKM di Kota Kendari.

Saat masih menjabat, Syarif Maulana bersama dengan Sulkarnain Kadir bertemu dengan pihak PT MUI di Jakarta, tepatnya di rumah salah satu ahli perancangan tata kota, Gofar. Dalam pertemuan tersebut, pihak MUI meminta izin untuk mendirikan gerai di Kota Kendari. Namun hal tersebut ditolak oleh Sulkarnain dengan dalih melindungi UMKM di Kota Kendari.

Baca Juga: Tak hanya Sekda Kota Kendari, Syarif Maulana juga Bebas Kasus Pemerasan Alfamidi

Namun, berdasarkan kesaksian awal pihak PT MUI yang diwakili oleh Solihin selaku Coporate Affair Director menerangkan kepada majelis hakim bahwa saat pertemuannya dengan Sulkarnain di Jakarta, Sulkarnain meminta pendirian gerai dapat dilakukan, namun secara tidak langsung (soft landing) dan bekerja sama dengan brand lokal yang kemudian dikenal dengan Anoa Mart.

Terdakwa Syarif Maulana yang saat itu ikut dalam pertemuan di Jakarta, membantah pernyataan dari pihak PT MUI bahwasanya ada pembahasan terkait soft landing dan kerja sama dengan brand lokal. Syarif juga menambahkan bahwa ia, Sulkarnain, dan pihak PT MUI melakukan pertemuan di rumah Gofar, sembari makan nasi dan bebek goreng.

Syarif Maulana saat masih menjabat sebagai Ketua Kendari Preneur. Foto: Ist.

 

Selang beberapa bulan dari pertemuan tersebut, pihak Alfamidi kemudian kembali bertemu dengan Syarif Maulana dan Sulkarnain Kadir di rumah jabatan wali kota. Namun, Sulkarnain Kadir masih tetap kekeh melindungi UMKM di Kendari dan tidak memberikan izin untuk mendirikan gerai di Kota Kendari.

Sedangkan berdasarkan keterangan pihak Alfamidi di BAP, saat itu Sulkarnain Kadir mengiyakan untuk mendirikan gerai Alfamidi dengan syarat berdirinya Anoa Mart serta ada sharing profit 95 persen untuk pihak Alfamidi dan 5 persen untuk Sulkarnain, sedangkan Syarif Maulana menjadi pihak yang mengurusi perizinan.

Namun saat pemeriksaan saksi Wahyu Setya Nugroho, Direktur CV Garuda Cipta Perkasa sekaligus pemilik Anoa Mart, mengaku sama sekali tidak pernah melibatkan mantan Wali Kota Kendari dalam proses pendirian Anoa Mart. Dirinya juga menegaskan, pembagian keuntungan 5 persen untuk Sulkarnain Kadir tidaklah benar karena menurutnya, keuntungan tersebut jatuh ke tangannya.

Pernyaatan tersebut juga dibenarkan oleh Fandi, Asisten Legalitas dari pihak Alfamidi yang membantu kepengurusan pendirian Anoa Mart.

“Tidak ada hubungan sama sekali dengan terdakwa,” jelasnya menjawab pertanyaan Penasehat Hukum Sulkarnain Kadir, Rabu (25/10/2023).

Selanjutnya, dalam pernyataan pihak Alfamidi, mereka mengatakan dalam pendirian Anoa Mart, terdapat izin prinsip yang mereka lakukan bersama berupa 1 gerai Anoa Mart berbanding dengan 1 gerai Alfamidi, namun hal tersebut tidak dipenuhi oleh pihak dari Sulkarnain Kadir dan Syarif Maulana.

Hal tersebut kemudian dibantah oleh Sulkarnain Kadir yang mengatakan, izin prinsip sudah tidak pernah lagi dipakai oleh pihak Pemerintah Kota Kendari sejak diterbitkannya aturan Cipta Kerja pada 2019 lalu.

Hal ini juga dibenarkan oleh Kepala Bidang (Kabid) Tata Ruang Dinas PUPR Kota Kendari, Abdi Prawira yang mengatakan, saat dirinya menjabat, pihak Alfamidi belum pernah melakukan permintaan izin untuk mendirikan gerai, sekaligus dirinya juga tidak lagi menggunakan izin prinsip dalam pendirian suatu bangunan di Kota Kendari.

“Sudah tidak ada lagi izin prinsip selama saya menjabat,” keterangannya di persidangan.

Ridwansyah Taridala yang ketika itu menjabat sebagai Plt Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kota Kendari, diperintahkan oleh Sulkarnain Kadir untuk membuat Rancangan Anggaran Biaya (RAB) pengecatan kampung warna-warni di Bungkutoko.

Dana total dari RAB itu senilai Rp 721 juta yang kemudian ia tandatangani. RAB tersebutlah yang kemudian digunakan oleh Syarif Maulana untuk mencari dana CSR. RAB tersebut kemudian dibawa ke pihak Alfamidi agar bisa membantu dan memberikan dana CSR-nya untuk program pengecatan kampung warna-warni Bungkutoko yang kemudian dalam perjalanannya ditransferlah uang senilai Rp 700 juta ke rekening pribadi Syarif Maulana.

Keberadaan RAB yang ditandatangani oleh Ridwansayh Taridala, serta adanya transfer uang Rp 700 juta ke Syarif Maulana tersebut kemudian dianggap sebagai perbuatan korupsi berupa pemerasan dan suap. Apalagi permintaan bantuan itu dilakukan saat Alfamidi sedang mengurus proses perizinan di Kota Kendari. Sehingga berdasarkan hal itu, Kejati Sultra kemudian menjerat Ridwansyah Taridala dan Syarif Maulana dengan dugaan pemerasan atau suap berdasarkan pasal 12 huruf e dan pasal 11 UU Tipikor.

Namun, dalam persidangan dimana Sulkarnain Kadir juga terseret sebagai terdakwa, banyak fakta-fakta persidangan yang terungkap dan memperlihatkan tidak konsistennya pihak Alfamidi dalam kesaksiannya, dan mencabut keterangan mereka di BAP. Karena hal tersebut, majelis hakim yang sebelumnya telah menutup sidang ini pada Rabu (25/10/2023), kembali membuka pada Rabu (1/11/2023), untuk mengklarifikasi ulang pernyataan dari pihak Alfamidi.

Beberapa fakta persidangan yang mempengaruhi keputusan majelis hakim di antaranya fakta bahwa uang senilai Rp 700 juta yang selama ini dianggap sebagai bentuk pemerasan atau juga suap dalam proses perizinan Alfamidi, ternyata bukanlah uang milik Alfamidi. Melainkan dana yang berasal dari kembalian konsumen Alfamidi yang dikelola oleh Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Sadaqah Muhammadiyah (Lazismu).

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Agus Toto, General Manager Licence PT MUI. Dirinya juga mengakui pihak Alfamidi tidak dirugikan dengan penggunaan uang tersebut karena merupakan milik dari Lazismu.

Agus Toto juga menceritakan, bagaimana proses dana tersebut dikirimkan kepada Syarif Maulana sebanyak 2 termin yakni pada Agustus 2021 dan Januari 2022 dengan jumlah sebesar Rp 350 juta dalam sekali termin.

"Setahu saya 2 kali, Rp 350 juta dulu baru Rp 350 juta berikutnya," jelasnya di persidangan, Rabu (25/10/2023).

Selanjutnya, program pemberdayaan adalah program pribadi Syarif Maulana sebagai Ketua Kendari Prenuer yang fokus membidangi UMKM. Ia pernah diminta oleh Alfamidi untuk membuat suatu program pemberdayaan yang kemudian penyalurannya dibantu melalui Lazismu atas inisiatif pihak Alfamidi sendiri.

Karena Lazismu memiliki program yang sejalan dengan program yang diajukan oleh Syarif Maulana, untuk itulah ada bantuan sebesar Rp 700 juta. Lazismu sudah lazim melakukan penyaluran bantuan untuk program pemberdayaan masyarakat dan mengirimnya ke rekening pribadi.

Kemudian dalam persidangan terkuak pula fakta bahwa tidak ada kaitannya RAB Rp 721 juta yang ditandatangani oleh Ridwansyah Taridala dengan uang yang diberikan kepada Syarif Maulana sebesar Rp 700 juta. Karena RAB Rp 721 juta itu tidak pernah diterima oleh pihak Alfamidi. Sebagaimana yang disampaikan oleh Agus Toto. Bahkan dalam persidangan, Agus Toto baru melihat RAB Rp 721 juta tersebut.

Selanjutnya, Corporate Affairs Director Alfamidi, Solihin juga mengungkapkan bahwa tidak ada keterpaksaan ataupun kerugian yang dialami oleh Alfamidi berkaitan dengan bantuan dana Rp 700 juta. Sebab, uang tersebut bukanlah milik Alfamidi.

“Tidak merasa rugi yang mulia,” tuturnya dalam persidangan pada Rabu (25/10/2023).

RAB Rp 721 juta untuk kegiatan pengecatan kampung warna-warni yang semula dibuat untuk mencari dana CSR pihak ketiga pun tak kunjung membuahkan hasil. Hingga akhirnya terjadi pergeseran anggaran HUT Kota Kendari yang berada di Dinas Pariwisata sebesar Rp 300 juta lalu digunakan untuk kegiatan pengecatan kampung warna-warni tersebut.

Dalam proses tersebut, Alfamidi hanya membantu memfasilitasi program pemberdayaan Kendari Preneur kepada pihak Lazismu sebagai pemilik dana bantuan dan menurut saksi Solihin dan Agus Toto bahwa bantuan untuk memfasilitasi itu tidak ada hubungannya dengan pengurusan perizinan Alfamidi.

Mereka juga tidak berharap Syarif Maulana bisa memperlancar perizinan karena mereka sadar kalau Syarif Maulana tidak memiliki kewenangan dalam pengurusan perizinan. Hal ini juga dibenarkan oleh Soleh Farabi, pihak Lazismu yang juga dihadirkan pada persidangan.

Selanjutnya, terkait pernyataan mereka di BAP bahwa yang mengurus perizinan Alfamidi di Kota Kendari semuanya dilakukan oleh Syarif Maulana dan Syarif berjanji untuk membantu Midi, tidaklah benar. Hal tersebut menurut Agus Toto, ia dengar dari laporan anggota mereka Andi Arif Lutfia Nursandi, yang saat ini sedang sakit.

Baca Juga: Buntut Vonis Bebas Dua Terdakwa, Persidangan Kasus Alfamidi Belum Dimulai karena JPU Belum Hadir

Kemudian terkait sharing profit 5 persen ke CV Garuda Cipta Perkasa yang dalam keterangan pihak Alfamidi di BAP ada keuntungan Rp 100 juta untuk Syarif Maulana dan Sulkarnain Kadir, tidaklah benar, dan pernyataan mereka tersebut juga dicabut dari BAP.

Dari fakta-fakta tersebut, terungkap bahwa tidak ada unsur keterpaksaan oleh pihak Alfamidi saat mengeluarkan dana tersebut yang berarti dugaan unsur pemerasan telah gugur dalam kasus ini, begitu juga dengan dugaan unsur penyuapan yang mana ada pihak pemberi dan penerima. Namun berdasarkan fakta-fakta persidangan di atas, pihak pemberi bukanlah Alfamidi melainkan Lazismu.

Untuk itu, pihak Alfamidi kemudian mencabut berbagai keterangan mereka di BAP yang tidak sesuai dengan fakta persidangan yang ada. Saat ditanya kenapa pihak Alfamidi banyak menyampaikan keterangan yang berbeda dengan BAP, Agus Toto mengaku saat pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi, dirinya sedang lelah setelah perjalanan panjang dari Belanda.

Dengan adanya fakta-fakta tersebut, majelis hakim kemudian menjatuhkan vonis bebas kepada Syarif Maulana, sebagaimana yang disampaikan oleh majelis hakim pada sidang dugaan kasus suap dan pemerasan PT Midi Utama Indonesia (MUI) atau Alfamidi, Jumat (10/11/2023) di Pengadilan Tipikor Kendari.

“Terdakwa secara sah dan meyakinkan tidak terbukti bersalah,” jelas Hakim Ketua, Nursina.

Namun keputusan majelis hakim tersebut dipertanyakan oleh JPU yang menduga bahwa pihak majelis hakim memiliki unsur kepentingan dalam kasus ini, yang membuat JPU walk out saat persidangan Sulkarnain Kadir, Rabu (15/11/2023) lalu, yang memicu berbagai aksi unjuk rasa dari kedua belah pihak, yang membela putusan majelis hakim maupun yang menentang.

Keputusan JPU tersebut dipertanyakan banyak pihak, termasuk Penasehat Hukum Sulkarnain Kadir, Baron Harahap, yang menyayangkan aksi para JPU. Padahal jika JPU tidak menerima keputusan dari majelis hakim, kata Baron, dapat melakukan upaya banding sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, yang mana prosedur hukum tersebut dipatuhi oleh Penasehat Hukum Syarif Maulana, Muh Rizal Hadju yang menyatakan siap untuk menunggu proses hukum selanjutnya.

"Kami siap dengan proses hukum selanjutnya," tutur Rizal setelah pembacaan vonis bebas Ridwansyah Taridala. (A)

Penulis: Ahmad Badaruddin

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga