Perkiraan Sikap Anies Baswedan Pasca Pilpres 2024

Efriza, telisik indonesia
Minggu, 28 April 2024
0 dilihat
Perkiraan Sikap Anies Baswedan Pasca Pilpres 2024
Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan. Foto: Ist.

" Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) senada dalam melihat, merespons, dan mengomentari kans Anies Baswedan untuk maju di Pilkada DKI Jakarta kedua kalinya "

Oleh: Efriza

Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan

SEMPAT heboh, terkait ketiga partai politik pengusung Anies Baswedan di Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024 ini akan berusaha untuk mempertahankan koalisi perubahan hingga Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Sayangnya, kuat dugaan bahwa rencana koalisi perubahan untuk melanjutkan upaya menuju Pilkada DKI Jakarta ternyata tak solid, bahkan sekadar meramaikan wacana politik semata. Sebab, ketiga partai itu malah saling meninggalkan dan Anies pun juga tidak dilirik oleh ketiga partai tersebut.

Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) senada dalam melihat, merespons, dan mengomentari kans Anies Baswedan untuk maju di Pilkada DKI Jakarta kedua kalinya.

Ketiga partai itu serempak menyatakan Anies sudah level nasional karena sudah calon presiden (capres), maka jika Anies berpartisipasi dalam Pilkada DKI Jakarta, maka Anies dapat dianggap telah turun level dalam kancah politik elektoral.

Di sisi lain, kans Anies untuk maju kembali dalam Pilpres 2029 peluangnya masih ada hanya saja rakyat melihat dirinya sebagai politisi non-partai yang kemaruk akan jabatan politik bukan sebuah langkah kepedulian dan upaya melayani publik. Tulisan ini ingin mengurai dan menerka mengenai Anies pasca Pilpres 2024.

Anies Bukan Kader Partai Politik

Ketiga partai politik itu mempelajari Anies berdasarkan pengalaman hasil Pilpres 2024 lalu. Elektabilitas Anies memang masuk tiga besar sehingga ia bisa melaju sebagai capres. Anies elektabilitasnya harus diakui memang menempati posisi tiga besar hanya saja kinerjanya sebagai Gubernur DKI Jakarta terjadi pro-kontra dalam perdebatan Anies dianggap berkinerja berhasil atau malah sebaliknya dirinya Gubernur yang gagal di DKI Jakarta tetapi beruntung diajukan sebagai capres di Pilpres 2024 kemarin.

Jika dipelajari memang hasil kinerja Anies jika diangggap berhasil sebagai Gubernur DKI Jakarta, nyatanya tidak membawa dampak besar sebagai capres hingga dapat terpilih. Berbeda dengan Joko Widodo (Jokowi) hanya dua tahun sebagai Gubernur DKI Jakarta sudah dinilai berhasil yang kemudian diajukan di Pilpres dengan terbukti menang Pilpres dua periode yakni 2014 dan 2019.

Ini menunjukkan ada kekecewaan dari ketiga partai politik itu dalam mengusung Anies. Terlintas upaya untuk mengulang sejarah Jokowi dari Pilkada diusung di Pilpres lalu terpilih, ternyata Anies malah mengecewakan.

Fakta lainnya perlu disampaikan juga, bahwa Anies bukan dari kader partai tertentu. Anies adalah politisi non-partai, sehingga kans mengajukan Anies sebagai calon gubernur DKI Jakarta sama saja akan menutup kans mengusung calon kader-kadernya sendiri dari ketiga partai itu.

Ketimbang menutup kans mengusung kader, berharap keberuntungan Anies terpilih kedua kalinya di Pilkada, lebih baik mulai mempersiapkan dan mempertimbangkan mengusung kader-kader partai masing-masing.

Baca Juga: Jokowi sebagai Ketua Umum Partai Golkar?

Pilihan tidak mengusung Anies juga dipertimbangkan karena pasca kalah dari Pilpres, harus diakui bahwa Anies memungkinkan jika meminjam bahasa di sepak bola sebagai politisi yang bisa disebut one season wonder, yang hanya bersinar satu musim (pemilu serentak, pen), kemudian meredup pada musim selanjutnya sampai namanya tidak pernah terdengar lagi.  

Meski begitu, harus diakui Anies juga terlihat plin-plan. Ia awalnya ingin konsentrasi atas gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan dirinya dari kubu koalisi perubahan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Anies juga sempat menampakkan dirinya tidak tertarik turun level dari capres yang berkompetisi di Pilpres kemudian dirinya mengikuti kembali konstestasi di Pilkada DKI Jakarta, meski masih punya peluang untuk satu periode lagi.

Namun sayangnya, ketika Anies tampak antusias untuk kembali mengikuti kontestasi Pilkada DKI Jakarta, malah ketiga partai ini yang sudah memikirkan tidak lagi mengusung Anies Baswedan dengan alasan berkategori menolak dengan hormat bahwa mereka menghormati Anies yang sudah di level nasional sebagai capres.

Hubungan Anies dengan Pemerintahan yang Terpilih

Anies adalah politisi non partai, dengan kata lain, Anies bukanlah kader partai politik manapun. Sehingga, Anies sepertinya akan kesulitan jika diharapkan bersama di pemerintahan Prabowo-Gibran ke depannya.

Rasanya mengharapkan Anies mendapatkan tawaran kursi menteri dari Prabowo sebagai presiden terpilih lebih cenderung mustahil. Prabowo jika menjabat sebagai Presiden diyakini lebih memilih mendekati ketua-ketua umum partai politik pengusung Anies, ketimbang mengajak Anies bersama membangun negeri dengan tawaran jabatan di pemerintahan.  

Sebab Anies dalam berpolitik hanya berkategori diri sendiri sebagai politisi non-partai. Anies tidak akan bisa mengamankan kerja-kerja politik pemerintah di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), maka wajar Prabowo lebih memilih bersilaturahim dengan Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Sehingga sulit berharap Anies akan mengisi jabatan di Kementerian dari pasangan Prabowo-Gibran yang terpilih. Juga dapat dipastikan tidak akan ada yang mengajukan Anies sebagai menteri dari pihak PKB maupun Nasdem.

Sedangkan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak akan punya peluang, fakta menyertainya adalah PKS berharap diajak bekerjasama di pemerintahan Prabowo-Gibran tetapi harapannya sepertinya bertepuk sebelah tangan.

Anies juga harus diakui punya hubungan buruk dengan Prabowo di Pilpres 2024 kemarin. Seperti Prabowo sampai kontroversial dengan mengeluarkan komentar kasar dengan menyatakan “ndasmu etik,” di dalam acara internal Partai Gerindra.

Peristiwa ini diduga akan menegaskan bahwa Anies jika ingin mendekati Prabowo, menawarkan diri bergabung di pemerintahan maka peluangnya sangat kecil, dan juga memungkinkan Anies memikirkan kekhawatiran bahwa ia akan membuat pendukung fanatiknya kecewa.

Menerka Anies Pasca Pilpres

Diperkirakan bahwa Anies sepertinya akan lebih memilih aktif dalam kegiatan Pendidikan. Sebab Anies sudah berperan besar dengan mendirikan Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar, harus diakui ini adalah bukti Anies sudah berkecimpung untuk memikirkan memajukan Indonesia dalam dunia Pendidikan.

Anies juga diyakini akan mencoba agar dapat perhatian publik dengan turut mengkritisi pemerintahan Prabowo-Gibran nantinya. Posisi Anies yang non-partai diperkirakan ia akan berusaha sebagai tokoh nasional yang menyuarakan kritik maupun memberikan nasehat kepada Pemerintahan Prabowo-Gibran ke depannya.

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi (MK) dan Sahabat Pengadilan

Hal ini diperkirakan akan dilakukan oleh Anies agar kans dia di Pilpres 2029 masih ada peluang.

Anies diyakini juga akan terus menggoda partai-partai lain secara langsung maupun tidak langsung agar memberikan kesempatan kepada dirinya untuk menjadi calon gubernur DKI Jakarta.

Langkah ini dilakukan oleh Anies agar dirinya tidak menjadi “pengangguran politik” saja, sebab jika Anies tidak memperoleh panggung politik berupa memperoleh jabatan publik memungkinkan dirinya akan menjadi politisi “one season wonder.” Jika kans ini terjadi, maka peluangnya untuk maju kembali pada Pilpres 2029 akan cenderung meredup dan namanya tak lagi diperbincangkan oleh publik.

Anies sebagai politisi non-partai pada dasarnya malah cenderung membuat dirinya dianggap “rival” bagi partai-partai politik. Sebab, akan dapat menghadirkan opini publik bahwa menjadi politisi kemudian ikut berkompetisi di Pemilu Serentak tidak mesti menjadi kader partai politik.

Melihat kecenderungan politik ke depan, memang sebaiknya Anies menjadi anggota partai politik. Sebab, tidak mungkin seperti Partai Nasdem, PKB, maupun PKS akan memilih oposisi mengikuti kiprah Anies Baswedan misalnya.

Malah akan janggal dan mengecewakan kader-kader partainya, jika sebagai organisasi partai politik malah yang mengatur denyut politik partai adalah politisi non-partai yang posisinya berada di luar partai tersebut.

Anies sebaiknya misalnya, Anies memilih bergabung dengan PKS sehingga posisi tawar dari Anies di politik lebih baik dan cenderung besar, serta menjaga peluang dirinya maju di Pilpres 2024. Jika Anies terus sebagai politisi non-partai, maka sepak terjangnya layaknya tokoh akademisi semata.

Bahkan, meskipun Anies memilih mendirikan suatu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), agar ia tetap bisa melakukan personal branding dengan mengkritisi pemerintah ke depannya, pesonanya diperkirakan tidak akan begitu menyala terang malah cenderung meredup.

Diperkirakan juga jika Anies mendirikan LSM, memungkinkan berkategori lebih kepada kumpulan orang-orang dari para intelektual ketimbang LSM yang spesifik kajian yang khusus. Jika LSM dari Anies berdiri, diperkirakan yang akan dibahas mengenai banyak hal tentang pemerintahan yang sedang berjalan. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga