Jokowi sebagai Ketua Umum Partai Golkar?

Efriza, telisik indonesia
Sabtu, 13 April 2024
0 dilihat
Jokowi sebagai Ketua Umum Partai Golkar?
Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus, dan Owner Penerbitan. Foto: Ist.

" Golkar baik satu strip, naik satu peringkat urutan perolehan suara terbanyak sebesar 15,29 persen dengan kenaikan suara sekitar 2,95 persen, dari 12,31 di Pemilu Legislatif 2019 menjadi 15,29 persen berdasarkan hasil Pileg 2024 ini "

Oleh: Efriza

Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus, dan Owner Penerbitan

RUMOR yang berkembang terkait dugaan akan adanya manuver dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menduduki kursi Ketua Umum Partai Golkar setelah tak menjabat Presiden sempat mencuat.  

Kabar tersebut mencuat usai kabar keretakan hubungan Ketua Umum dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Jokowi sebelum tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dimulai.  

Bahkan, malah isu keretakan ini dibumbui bahwa Presiden Jokowi ingin mengambil alih kursi Ketua Umum PDIP dari Megawati Soekarnoputri seperti diungkapkan oleh Hasto Kristiyanto selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP.  

Ini menunjukkan posisi Jokowi kian tak dianggap oleh PDIP pasca berhasil mengendorse dan memenangkan pasangan Prabowo-Gibran, yang sekaligus menyebabkan PDIP mengalami penurunan suara sebesar 2,6 persen berdasarkan hasil Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2024 ini. Tulisan ini akan menjelaskan peluang Jokowi dan Gibran sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar.

Jokowi Diterima Jika Daftar Kader Golkar

Langkah Presiden Jokowi untuk maju menjadi orang nomor satu di Partai Golkar di yakini kemungkinan besar bakal sulit terealisasi. Sebab, jika dilakukan oleh Presiden Jokowi sepertinya akan munculnya gejolak penolakan dari kader-kader Partai Golkar, jangan lupakan pula penolakan juga dapat berasal dari adanya berbagai kepentingan antar faksi di internal Partai Golkar tersebut.

Partai Golkar memang memperoleh lonjakan suara amat tinggi. Melebihi tiga Pemilu sebelumnya, jika diperbandingkan dengan Pemilu 2024 ini. Perolehan suara Pemilu 2019 saja Golkar diurutan peringkat ketiga dengan 12,31 persen.

Sedangkan sekarang, Golkar baik satu strip, naik satu peringkat urutan perolehan suara terbanyak sebesar 15,29 persen dengan kenaikan suara sekitar 2,95 persen, dari 12,31 di Pemilu Legislatif 2019 menjadi 15,29 persen berdasarkan hasil Pileg 2024 ini.

Fenomena amat tingginya kenaikan suara Golkar dikatakan tadi melewati hasil dari banyak survei elektabilitas yang menempatkannya berada diurutan ketiga kembali. Ini menjadi pembicaraan publik, tentang peran Jokowi.

Memang harus diakui Golkar dalam kampanye di media seperti televisi menggunakan Jokowi sebagai unsur untuk menarik para pemilih loyal Jokowi memilih Partai Golkar.  

Efek ekor jas Jokowi harus diakui memang ada. Namun, jangan lupakan pula, bahwa partai Golkar adalah partai lama, partai besar, dan pernah menjadi partainya penguasa di era Orde Baru, sehingga massa pemilih Golkar juga loyal dan kuat.

Hal yang utama jangan lupakan pula berbagai strategi politik Partai Golkar yang disinyalir mendongkrak perolehan suaranya, pertama, strategi Golkar yang tetap lebih mengajukan banyak calon anggota legislatif (caleg) petahana adalah fakta yang tak bisa dimungkiri.

Baca Juga: Menerka Rencana Pertemuan Prabowo dan Megawati

Kedua, Partai Golkar juga punya kekuatan politik kekeluargaan yang menjadi daya tarik menguatkan perolehan suara dan kursi untuk partai ini. Ketiga, jelas bahwa caleg-caleg Partai Golkar merawat konstituennya yang memperlihatkan banyaknya petahana Partai Golkar yang terpilih beberapa periode Pemilu, dan Keempat, Partai Golkar dalam mengusung caleg, para calegnya memiliki tak sekadar punya modal sosial dan politik tetapi juga modal logistik yang besar.  

Jadi diyakini Partai Golkar meskipun mendapatkan perolehan suara dari Presiden Jokowi dengan efek ekor jasnya. Tetapi Partai Golkar tak akan memberikan tiket secara gratis untuk Presiden Jokowi bergabung dengan Partai Golkar kemudian memperoleh jabatan Ketua Umum Partai Golkar secara cuma-cuma layaknya pemberian hadiah.  

Faktor-Faktor Penolakan Jokowi sebagai Ketua Umum Partai Golkar

Partai Golkar diyakini memang akan menerima jika Presiden Jokowi bergabung dengan Golkar. Partai Golkar akan menerimanya dengan suka cita, karena memungkinkan akan turut menarik Gibran dan Bobby Nasution untuk turut ikut bergabung dengan Partai Golkar.

Tetapi peluang sebagai Ketua Umum Golkar kecil, jika tak ingin disebut nihil. Sebab, Partai Golkar terlalu banyak faksi di internal partainya. Faksi-faksi itu mempunyai figur-figur yang kuat dengan ketokohan nasional.

Faksi-faksi ini juga didukung oleh finansial yang besar dan kuat, maupun faksi-faksi ini memiliki kekuatan sebagai konsep Patron-Klien yang amat kokoh dan sudah mengakar dengan kuat.

Sehingga tingkat kepatuhan dan kebersamaan antar Klien dan Patronnya akan amat sulit digoyahkan, meskipun kehadiran Jokowi sebagai kader baru amat disambut antusias.  

Faktor kesulitan Jokowi selain dari Internal Partai Golkar adalah dari situasi di luar partai tersebut. Utamanya, preseden buruk dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). PSI memang telah memperoleh citra buruk karena memberikan "karpet merah" kepada Kaesang Pangarep anak bungsu Jokowi sebagai ketua umum.  

Kaesang tak butuh waktu lama, cukup dua hari kader PSI, langsung diangkat sebagai Ketua Umum PSI. Perilaku PSI yang memberikan “karpet merah” ini sehingga menjadi perilaku yang memberikan noda kotor secara organisasi berpartai. Diyakini Partai Golkar akan menolak Jokowi bergabung kemudian langsung dinobatkan sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Patut diingat bahwa Partai Golkar adalah partai lama yang dibangun tidak dengan dasar personalisasi politik dengan adanya satu tokoh semata. Partai Golkar ini malah partai yang dibangun oleh banyak kader-kader mumpuni sehingga terbentuknya faksi-faksi.  

Di samping itu faktor berikutnya bahwa secara persyaratan menjadi Ketua Umum Partai Golkar, hal mana Presiden Jokowi diyakini tidak bisa melakukan jalan pintas, sehingga Jokowi akan terganjal oleh persyaratan jika ingin maju sebagai calon ketua umum Partai Golkar.  

Setidaknya tiga persyaratan kader saja Jokowi sudah kehilangan kans menjadi ketua umum seperti: Pertama, persyaratan harus aktif terus-menerus menjadi anggota Partai Golkar sekurang-kurangnya lima tahun dan tidak pernah menjadi anggota partai politik lain.

Kedua, pernah menjadi pengurus Partai Golkar tingkat pusat dan/atau sekurang-kurangnya pernah menjadi pengurus di tingkat provinsi. Ketiga, pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan kader Partai Golkar.  

Baca Juga: PSI dan Peluang Kaesang Calon Gubernur DKI Jakarta

Faktor halangan selanjutnya adalah Partai Golkar dari segi finansial secara organisasi maupun kader-kadernya kuat tak seperti PSI sebagai partai baru. Artinya, untuk "dibeli" jabatan Ketua Umum akan amat sulit. Dan, Jokowi juga sulit untuk "membeli" dukungan dan suara-suara dari ketua faksi-faksi maupun petinggi hirarki secara kepartaian.

Selanjutnya adalah faktor krusial terakhir, bahwa Jokowi sudah tamat karir politiknya karena posisi Presiden adalah puncak tertinggi jabatan politik. Jika Jokowi maju untuk menjadi Ketua Umum Partai Golkar hanya untuk fokus membesarkan partai semata maka diyakini kecil peluangnya.

Arti dari pernyataan ini menunjukkan bahwa penilaian terhadap rekam karir politik juga krusial yang akan menghadirkan gelombang penolakan oleh para kader-kader Partai Golkar. Terlebih pula, Jokowi sudah dianggap adalah simbol kemenangan PDIP ketika menjadi Presiden dua periode, artinya Partai Golkar tak mungkin mau menerima Jokowi sebagai Ketua Umum yang sudah merupakan “remah-remahnya” saja dari PDIP.  

Jadi secara analisa adalah kuat keyakinan Jokowi bisa bergabung dengan Partai Golkar sebagai kader, tetapi tidak akan memperoleh tiket jabatan Ketua Umum Partai Golkar. Jika Jokowi ikut mekanisme pemilihan, diyakini memungkinkan Jokowi tidak memenuhi persyaratan.

Andai, Jokowi menunggu memenuhi persyaratan dengan berproses dari anggota, tetapi melihat karir Jokowi sudah tamat riwayatnya karena telah menduduki kursi puncak dalam politik sebagai presiden dua periode, maka amat kecil juga peluang Jokowi untuk terpilih. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga