Polelei, Tradisi Unik Usai Salat Idul Adha dan Idul Fitri di Pulau Binongko Wakatobi

Wiwik Prihastiwi, telisik indonesia
Jumat, 19 Mei 2023
0 dilihat
Polelei, Tradisi Unik Usai Salat Idul Adha dan Idul Fitri di Pulau Binongko Wakatobi
Polelei, tradisi masyarakat Pulau Binongko, Kabupaten Wakatobi yang dilaksanakan setiap hari raya Islam. Foto: Wiwik Prihastiwi/Telisik

" Pelelei merupakan tradisi unik yang dilakukan setiap hari raya Idul Adha dan Idul Fitri di Pulau Binongko, Kabupaten Wakatobi "

WAKATOBI, TELISIK.ID - Polelei merupakan tradisi unik yang dilakukan setiap hari raya Idul Adha dan Idul Fitri di Pulau Binongko, Kabupaten Wakatobi.

Polelei diambil dari kata "lelei" yang berarti kunjungi. Polelei merupakan aktivitas masyarakat di Pulau Binongko, saling mengunjungi dari rumah satu ke rumah lainnya.

Tujuan utama Polelei yaitu silaturahmi untuk mempererat persatuan dan persaudaraan antar masyarakat.

Uniknya kegiatan ini dilakukan secara serentak. Seperti halnya di Kelurahan Rukuwa dan Kelurahan Palahidu. Awalnya semua masyarakat Kelurahan Rukuwa dan Palahidu akan berkumpul di satu titik, yaitu di Rujab Kecamatan Binongko. Kemudian berjalan bersama mengelilingi kelurahan mengunjungi setiap rumah yang dilewati.

Baca Juga: Intip Keindahan Pantai Tersembunyi di Soropia Konawe

Setiap rumah di Kelurahan Palahidu dan Rukuwa selalu menyiapkan sajian di atas meja, berupa kue lebaran atau pun cemilan snack yang diperuntukkan untuk warga yang datang ke rumah.

"Tradisi ini sudah turun temurun. Walau terjadi perubahan, namun aktivitas ini masih bertahan hingga sekarang," ujar salah satu tokoh adat di Pulau Binongko, Jaudin, Kamis (29/6/2023).

Suasana warga saling mengunjungi setiap rumah di Kelurahan Rukuwa dan Palahidu. Foto: Wiwik Prihastiwi/Telisik

 

Jaudin juga mengungkapkan, jika zaman dulu menyajikan makanan berupa nasi, daging atau pun kue khas Wakatobi seperti cucur, paka (kue karasi), epu-epu dan lainnya. Sekarang umumnya warga menyajikan berupa kue lebaran dan cemilan snack yang banyak diminati anak kecil. Perubahan ini terjadi tahun 80-an.

Ia juga melanjutkan, dulunya aktivitas itu dilaksanakan 2 sampai 3 hari. Hal ini disebabkan karena pada saat itu masih terdapat perkampungan yang berada di pegunungan yang dikenal dengan Kampung Kaluku.

Berbeda dengan sekarang yang dilaksanakan sehari, dimulai dari pukul 15.00 Wita sampai 18.00 Wita. Itu merupakan aktivitas yang selalu dirindukan oleh anak rantau. Semua kalangan menyambut antusias kegiatan ini.

Hasil Pelelei di setiap rumah.  Warga mengambil kue dan makanan ringan yang disajikan. Foto: Wiwik Prihastiwi/Telisik

 

Seperti salah seorang warga Kelurahan Rukuwa, Zahra mengaku senang, karena dengan Polelei bisa bertemu sekalian silaturahmi dengan banyak orang saat berpapasan di jalan meskipun tidak dikenal.

"Hanya yang berbeda itu kalau Idul Fitri, aktivitas Polelei lebih ramai, karena saat itu banyak anak mahasiswa atau anak rantau yang pulang kampung," ucap Zahra.

Baca Juga: Hu'u Sumanga, Tradisi Persembahan untuk Leluhur di Wakatobi

Dalam menjaga tradisi turun temurun itu. Salah satu yang dilakukan yaitu selalu berpartisipasi sehingga tidak hilang.

"Selalu berpartisipasi mengikuti tradisi ini. Sebagai bentuk menjaga agar selalu bertahan hingga ke generasi selanjutnya," ucap salah satu warga Kelurahan Palahidu Asna.

Harapannya, tradisi yang telah lama dilaksanakan ini bisa bertahan. Sehingga generasi-generasi penerus selalu merasakan tradisi unik ini. (A)

Penulis: Wiwik Prihastiwi

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga