Polres Muna Diduga Tidak Serius Tangani Kasus Pengadaan Alat PCR
Sunaryo, telisik indonesia
Rabu, 24 November 2021
0 dilihat
Penyelidikan yang dilakukan Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) atas kasus dugaan mark up alat PCR, jalan di tempat. Foto: Ist.
" Kepolisian Resort (Polres) Muna diduga tidak serius menangani kasus dugaan mark up harga satuan pengadaan alat Polymerase Chain Reaction (PCR) yang diadakan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Muna tahun 2020 dengan total anggaran sebesar Rp 1,9 miliar "
MUNA, TELISIK.ID - Kepolisian Resort (Polres) Muna diduga tidak serius menangani kasus dugaan mark up harga satuan pengadaan alat Polymerase Chain Reaction (PCR) yang diadakan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Muna tahun 2020 dengan total anggaran sebesar Rp 1,9 miliar.
Buktinya, sampai saat ini penyelidikan yang dilakukan Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) jalan di tempat. Janji Kasat Reskrim, IPTU Hamka mengutus penyidik ke Makassar dan Jakarta untuk mengecek harga pada distributor PT Indo Farma hanya sebatas janji.
Sudah sebulan lebih, penyidik belum juga terbang menuju ke distributor untuk mencocokkan harga. Pemeriksaan pun sebatas dilakuan pada Kadinkes Muna, La Ode Rimba Sua selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), La Ode Arifin Kase, Bendahara Dinkes, Cristine Tantu, Kontraktor PT RH Jaya Farma, Himrayani dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Amrin Fiini.
Baca Juga: Dua Pelaku Pengeroyokan Nyaris Tewas Dihajar Massa
Kapolres Muna, AKBP Debby Asri Nugroho melalui Kasat Reskrim, IPTU Hamka yang dikonfirmasi belum menyebut apa yang menjadi kendala hingga penyidik belum melakukan pengecekan harga di distributor. Namun pada prinsipnya, kasus tersebut akan ditindaklanjuti.
Baca Juga: Kerugian Dugaan Korupsi Makan Minum dan Reses DPRD Mubar Rp 417 Juta
"Tetap kita tindaklanjuti, hanya persoalan waktu saja," singkat Hamka, Rabu (24/11/2021).
Kasus dugaan mark up satuan harga pengadaan alat laboratorium kedokteran itu bergulir karena adanya aduan masyarakat. Di mana, sejak diadakan Desember 2020 lalu, alat pendeteksi COVID-19 itu belum digunakan hingga saat ini.
Parahnya lagi, beredar faktur pembelian yang dikeluarkan distributor sebesar Rp 1,2 miliar untuk 20 jenis barang. Terdapat selisih sekitar Rp 700 juta dari total anggaran Rp 1,9 miliar. Kelebihan itu, seharusnya dikembalikan PT RH Jaya Farma ke kas daerah (Kasda). (C)
Reporter: Sunaryo
Editor: Haerani Hambali