Ramai Smelter Nikel di Morowali dan VDNI Konawe Sulawesi Tenggara Disebut Stop Produksi hingga Bangkrut, Begini Penjelasannya
Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Kamis, 17 Juli 2025
0 dilihat
Smelter nikel Morowali dan Konawe disebut-sebut telah menghentikan produksi. Foto: Blomberg, M. Surya Putra/Telisik.
" Sejumlah smelter nikel di kawasan industri Morowali, Konawe, dan beberapa wilayah lain di Indonesia dilaporkan mulai menghentikan sebagian lini produksinya "

KENDARI, TELISIK.ID - Sejumlah smelter nikel di kawasan industri Morowali, Konawe, dan beberapa wilayah lain di Indonesia dilaporkan mulai menghentikan sebagian lini produksinya.
Fenomena ini bukan sekadar kabar burung, sebab Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) telah memberikan konfirmasi langsung mengenai kondisi tersebut.
Masalah utama yang menjadi pemicu adalah tekanan margin akibat harga nikel yang terus bergerak dalam tren bearish sepanjang tahun ini.
Anggota Dewan Penasihat APNI, Djoko Widajatno, menjelaskan bahwa penyetopan ini terjadi di empat perusahaan besar, termasuk PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) dan PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) yang berada di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.
Selain itu, PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Konawe, Sulawesi Tenggara, dan PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNI) di Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), Maluku Utara, juga disebut terdampak.
Menurut Djoko, hampir seluruh lini produksi PT GNI telah dihentikan sejak awal 2024.
“Estimasinya lebih dari 15 lini produksi [GNI] telah dihentikan, kemungkinan mendekati total shutdown,” ujar Djoko seperti dikutip dari Blomberg, Kamis (17/7/2025).
PT GNI sendiri memiliki lebih dari 20 lini produksi nickel pig iron (NPI) yang digunakan sebagai bahan baku stainless steel.
Kementerian Perindustrian melalui Direktur Jenderal ILMATE, Setia Diarta, juga memberikan penjelasan bahwa PT GNI masih menjadi anak usaha Jiangsu Delong Nickel Industry Co.
“Saat ini GNI sedang menunggu jadwal rapat kreditur. Kemungkinan pada Agustus,” katanya.
Baca Juga: DPRD Kolaka Utara Dorong Perumda Kelola Tambang, Bisa Ambil Alih IUP yang Habis Masa Berlaku
Setia juga menyebut bahwa smelter GNI telah kembali beroperasi dengan manajemen baru yang masih berasal dari pihak investor China.
Sementara itu, PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) atau bagian dari Tsingshan Holding Group juga mengalami gangguan produksi.
Djoko mengatakan, beberapa lini produksi baja nirkarat dan satu cold-rolling mill telah dihentikan sejak Mei 2025.
Lynn, Nickel and New Energy Research Director Tsingshan, mengonfirmasi penghentian sementara pada lini produksi cold rolling tersebut. Namun, ia enggan menyampaikan detail volume produksi yang terdampak.
“Kami telah menghentikan jalur produksi cold rolling,” ujar Lynn, tetapi ia menambahkan bahwa produksi smelter pirometalurgi Tsingshan di Indonesia secara umum masih aman.
Tsingshan bahkan memproyeksikan output NPI dari Indonesia akan mencapai 1,74 juta ton pada tahun 2025.
Adapun untuk dua perusahaan lainnya, yaitu VDNI dan HNI, Djoko menyebut tidak memiliki data rinci mengenai jumlah lini yang dihentikan. Namun, keduanya dikabarkan telah mengurangi kapasitas produksi akibat naiknya biaya dan turunnya permintaan.
“Data jumlah lini belum tersedia, mungkin hanya berupa pengurangan kapasitas agregat, bukan penghentian total satuan lini,” jelasnya.
APNI mencatat total 28 lini produksi di smelter nikel yang berhenti beroperasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 25 lini berasal dari PT GNI. Hal ini menepis rumor media yang menyebutkan bahwa 28 smelter telah tutup sepenuhnya.
“Sebanyak 28 line smelter ini maksudnya jumlah production lines dan termasuk 25 lines di Gunbuster Nickel Industry yang bermasalah karena mayoritas shareholder-nya, Jiangsu Delong, bangkrut,” terang Djoko.
Berikut daftar kondisi smelter nikel yang mengalami penyetopan sebagian atau pengurangan kapasitas:
1. PT Gunbuster Nickel Industry (GNI)
Lebih dari 15 dari total 20 lini produksi telah dihentikan.
Masih menunggu pendanaan baru dari kreditur.
Kini dikelola manajemen baru, namun tetap dari pihak investor China.
2. PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS)
Beberapa lini produksi baja nirkarat dan satu cold-rolling mill dihentikan sejak Mei 2025.
Total volume yang terdampak tidak dirinci.
Masih memproyeksikan produksi 1,74 juta ton NPI tahun ini.
3. PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI)
Terjadi pengurangan kapasitas produksi.
Tidak ada data pasti jumlah lini yang dihentikan.
Merespons naiknya biaya dan turunnya permintaan.
4. PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNI)
Sama seperti VDNI, mengurangi kapasitas agregat.
Tidak ada penghentian total lini yang terkonfirmasi.
Termasuk dalam pantauan APNI.
Sementara itu, APNI menyampaikan bahwa Indonesia saat ini memiliki 120 proyek smelter pirometalurgi berbasis rotary kiln electric furnace (RKEF) dengan total kebutuhan bijih nikel mencapai 584,9 juta ton.
Baca Juga: Gubernur Sultra Sentil Pemilik Tambang, Ambil Untung tapi Tak Bayar Pajak
Rinciannya adalah 49 proyek sudah beroperasi, 35 dalam tahap konstruksi, dan 36 dalam perencanaan.
Untuk proyek berbasis hidrometalurgi atau high pressure acid leach (HPAL), totalnya mencapai 27 proyek dengan kebutuhan bijih nikel 150,3 juta ton. Dari jumlah tersebut, 5 sudah beroperasi, 3 dalam tahap konstruksi, dan 19 masih dalam perencanaan.
Dengan total 147 proyek smelter di seluruh Indonesia, kebutuhan bijih nikel nasional diperkirakan mencapai 735,2 juta ton.
Adapun Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) nikel yang telah disetujui untuk tahun 2025 mencapai 364 juta ton, meningkat dari tahun sebelumnya yang berada di angka 319 juta ton.
Sampai saat ini telisik.id, masih terus mengumpulkan informasi lebih lanjut terkait permasalahan tersebut. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS