Jakarta Undercover: Terusir dari Kalijodo, Layani Tamu di Terpal Biru Beralas Karton
Mustaqim, telisik indonesia
Minggu, 06 Agustus 2023
0 dilihat
Pekerja seks komersial (PSK) yang mangkal di Jalan Raya Pantura antara Pesing-Jelambar. Foto: Mustaqim/Telisik
" Puluhan PSK yang mangkal di sepanjang Jalan Raya Pantura mulai beroperasi pada waktu yang tidak bersamaan. Paling cepat ada yang sudah mencari tamu seusai Magrib "
JAKARTA, TELISIK.ID - Kawasan Kalijodo yang masuk ke dalam wilayah administrasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat, terutama di Jalan Kepanduan II, sekarang sudah beralih fungsi menjadi ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang publik terbuka ramah anak (RPTRA).
Lokasi ini dulunya banyak berdiri bangunan liar permanen dan semi permanen yang dijadikan sebagai tempat prostitusi. Bangunan-bangunan tersebut kemudian dibongkar oleh pemerintah DKI Jakarta pada era Gubernur Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok pada Februari 2016.
Sementara para pekerja seks komersial (PSK) yang menggantungkan nasibnya di lokasi itu berpindah ke beberapa tempat. Bahkan sebagian PSK berpindah tempat ke Jalan Kepanduan I, seberang Jalan Kepanduan II yang dipisahkan oleh Kali Angke. Puluhan PSK lainnya beroperasi di Jalan Raya Pantura, mulai dari Pesing hingga Jelambar yang lokasinya tidak jauh dari Kalijodo.
Di lokasi ini, saban malam, puluhan wanita mulai dari usia muda hingga usia 50-an tahun terlihat mangkal di pinggir jalan sambil menawarkan diri kepada para lelaki yang melintas. Penampilan mereka tampak menggoda. Tidak sedikit di antaranya yang mengenakan pakaian seksi.
Ketika telisik.id menelusuri jalur Jalan Raya Pantura pada malam itu, di sisi kiri jalan mulai dari Pesing hingga Jelambar, terlihat tidak hanya PSK. Tampak juga beberapa pedagang minuman dan makanan ringan melayani pembeli yang beberapa di antaranya adalah pengemudi ojek online (ojol). Sementara di bagian belakang tempat mangkal para PSK dan pedagang, berdiri terpal-terpal biru tanpa atap.
Puluhan PSK yang mangkal di sepanjang Jalan Raya Pantura ini mulai beroperasi pada waktu yang tidak bersamaan. Paling cepat ada yang sudah mencari tamu seusai Magrib dan sebagian lagi sekitar pukul 19:00 WIB.
“Aku ke sini waktunya tidak tentu. Paling cepat itu jam 6 (sore) setelah magrib dan paling telat jam 8-an (malam),” kata Tari (nama samaran) yang sudah empat tahun mangkal di lokasi tersebut kepada Telisik.id pada Sabtu (29/7) malam.
“Kalau aku lebih sering jam 8-an (malam) dan paling telat jam 9-an (malam) sudah datang. Soalnya aku tinggalnya lumayan jauh di Kalideres,” sela Rini (nama samaran), rekan Tari, yang mengaku baru setahun terjun ke bisnis prostitusi karena harus membiayai dua putrinya.
Tari dan Rini mengatakan, mereka setiap malam harus kucing-kucingan dengan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang melakukan patroli. Pasalnya, lokasi itu adalah ilegal dan mereka pun melayani tamu di bilik terpal biru beragam ukuran yang pasang-bongkar alias tidak permanen. Bilik itu terlihat jelas dari tepi jalan.
Meski ada beberapa laki-laki maupun mami yang dianggapnya sebagai germo menjaga, tapi itu tidak menjamin keamanan.
“Ya, di dalam tenda (terpal, red) biru itu kami melayani tamu. Gak ada kasur dan hanya pakai karton atau karpet plastik. Setiap malam di sini selalu ada razia Pol PP dan juga patroli polisi. Bahkan pernah ada tamu yang tidak sempat memakai pakaian sudah keburu dirazia,” ujar Yeni, juga nama samaran.
Sekali melayani tamu, kata Yeni, tarifnya sangat terjangkau. Hanya 80 ribu sekali main, dan itu sudah paling murah. Sementara itu, di Pesing yang tidak jauh dari ujung Jalan Raya Pantura, beberapa PSK juga mangkal di sini menunggu tamu yang mau menggunakan jasanya. Di lokasi ini, mereka melayani tamu tidak di dalam bilik terpal biru.
Mereka hanya bermodalkan karton sebagai alas untuk merebahkan tubuhnya dan mengandalkan pepohonan yang menutupi dari pandangan orang-orang yang melintas. Selain dari balik pohon, mereka juga menawarkan tempat lainnya yakni di belakang gardu PLN yang masih berada di lokasi tersebut.
“Kalau main di belakang gardu PLN lebih enak karena dekat dengan air sumur,” ujar Erna (nama samaran).
Erna mengaku lebih suka mangkal di lokasi itu dibanding lokasi yang menyediakan bilik terpal biru. Karena main di dalam tenda biru harus bayar lagi ke yang jaga. Salah seorang pengemudi ojol yang sedang nongkrong di lokasi prostitusi Pesing-Jelambar, Hendra, membenarkan bahwa umumnya para PSK yang mangkal di lokasi itu dulunya menjalani pekerjaan yang sama di Kalijodo.
Sejak bermigrasi ke tempat yang sekarang, mereka terkesan lebih terbuka karena melayani tamu di tepi jalan meski hanya ditutup oleh terpal. “Kesannya tidak nyaman dan kumuh,” katanya.
Tidak hanya PSK wanita, di lokasi ini juga ada beberapa waria yang menjajakan diri. Hendra mengatakan, para waria, khususnya yang mangkal di Pesing, terkesan memaksa. Mereka tak segan-segan berdiri di hampir pertengahan jalan lalu mencegat pengendara sepeda motor.
“Beberapa minggu lalu para waria yang biasanya mangkal di sini sering mencegat pengendara motor. Mereka biasanya mengambil kunci motor pemiliknya dan memaksa untuk main. Kalau permintaan gak dituruti, mereka kadang mengancam akan membuang kunci motor ke kali sampai mereka diberi duit,” cerita Hendra.
Malam itu, Telisik.id tidak menemukan sekelompok waria seperti yang dimaksud oleh Hendra. Namun, seorang pedagang kopi dan salah satu PSK di lokasi itu membenarkan cerita Hendra. “Ya, mereka (kelompok waria, red) terlihat reseh sehingga tamu juga ogah mau mampir ke sini,” keluh Yanti (nama samaran), PSK lainnya yang mangkal di Pesing. (A)