Sebut Miskin Tularkan Penyakit, Jubir Pemerintah Dikritisi Pakar Komunikasi
Rahmat Tunny, telisik indonesia
Minggu, 29 Maret 2020
0 dilihat
Heri Budianto. Foto: Repro Google.com
" Sangat diskriminasi dan memukul psikologis kaum dhuafa. Saya mencermati, memutar berulang ulang video konferensi pers tersebut, dan pernyataan itu sampaikan di menit ke 22.48 detik. Jelas sekali kata perkata dan rangkaian kalimat, beliau menyampaikan hal itu "
JAKARTA, TELISIK.ID - Juru bicara Pemerintah untuk penanganan Coronavirus atau COVID-19 Achmad Yurianto, dinilai telah menyinggung perasaan masyarakat miskin saat menyampaikan pidato perkembangan penyebaran COVID-19 di Indonesia.
Pasalnya, dalam pidato tersebut, Yurianto menyinggung soal cara penanganan atau memutuskan ratai penyebaran virus harus dilakukan dengan cara kerja sama antara masyarakat kaya dan miskin. Dalam narasinya, Yurinato meminta agar masyarakat kaya membantu yang miskin untuk memenuhi kebutuhannya, dan yang miskin melindungi yang kaya, agar tidak menularkan penyakitnya.
Pidato ini lantas mendapat kritik tajam dari publik. Pakar komunikasi Universitas Mercu Buana Heri Budianto menilai, isi pidato tersebut sangat diskriminasi, dan memukul psikologi masyarakat. Sebagai juru bicara pemerintah, tidak sepantasnya menyampaikan hal itu.
"Sangat diskriminasi dan memukul psikologis kaum dhuafa. Saya mencermati, memutar berulang ulang video konferensi pers tersebut, dan pernyataan itu sampaikan di menit ke 22.48 detik. Jelas sekali kata perkata dan rangkaian kalimat, beliau menyampaikan hal itu," kata Heri Budianto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (29/3/2020).
Menurut Direktur Eksekutif PolcoMM Institute itu, pilihan kata yang digunakan oleh Achmad Yurianto tidak tepat, dan susunan kalimat yang membentuk discourse (wacana) sangat tendensius.
"Misalnya penggunaan kata 'penyakitnya' nya merujuk pada kata 'yang miskin' sebagai subyek kalimat. 'Nya' jelas menekankan pada subyek kalimat yang disampaikan beliau," ucapnya.
Sebagai juru bicara pemerintah, lanjut akademisi yang biasa disapa Herbud itu, tampil di depan publik mestinya menggunakan diksi yang pas dan baik.
"Mestinya Juru Bicara harus mengetahui heterogenitas masyarakat, yang tidak semua bisa mencerna maksud dan makna kalimat yang disampaikan. Itulah pentingnya, faham tentang opini publik," jelasnya.
Dikatakan Herbud, di tengah bencana nasional ini, dimana berbagai kondisi muncul di masyarakat misalnya, rasa cemas, kesulitan ekonomi, dan rasa takut harusnya diberikan narasi-narasi yang menyejukkan dan membangun optimisme yang sejuk.
"Jika dengan alasan bahwa, ini adalah himbauan kepada masyarakat agar 'stay at home', jangan beraktivitas di luar. Maka perlu tau kondisi masyarakat secara menyeluruh, baik sosial, budaya dan ekonomi," ujarnya.
"Misalnya secara sosial dan budaya memang ada masyarakat kita belum cukup hanya dihimbau, tapi harus dipaksa dan ini tidak kita pungkiri. Secara ekonomi hidup mereka harus makan, dan untuk makan harus kerja. Nah, pemerintah yang harus berfikir dan action untuk menyelesaikan ini," sambungnya.
Olehnya itu, Heri Budianto menyarankan, kedepan juru bicara harus menggunakan diksi yang baik dan membangun motivasi masyarakat, bukan terkesan diskriminatif dan memarahi masyarakat.
"Tampil di depan media tenang dan tidak tegang, senyum penting. Sebab sebagian besar media TV live dan bisa dibaca oleh publik, bahwa wabah ini sangat menegangkan jika tampilan tegang yang ditampilkan," tutupnya.
Reporter: Rahmat Tunny
Editor: Sumarlin