Secercah Harapan Bangkitnya Sektor Pariwisata Sultra

Sumarlin, telisik indonesia
Kamis, 26 November 2020
0 dilihat
Secercah Harapan Bangkitnya Sektor Pariwisata Sultra
Biku dan Rumi sedang membakar ikan untuk para tamu yang berkunjung di Pulau Bokori. Foto: Sumarlin/Telisik

" Masyarakat lokal seringkali menginginkan untuk masuk. Warga sekitar juga berharap segera dibuka, sebab bantuan sembako yang mereka dapat sudah habis, kalau kita tidak menjual, tidak ngantar penumpang, kami mau makan apa. "

KENDARI, TELISIK.ID - Asap putih dari pembakaran pelepah kelapa, sabut kelapa dan tempurung kelapa mengepul. Tiupan angin sepoi-sepoi dari tepi pantai menyulut nyala api semakin besar.

Di atas bara api, panggangan dari besi telah siap, satu persatu ikan diletakkan di atas panggangan oleh Bidu, warga sekitar Pulau Bokori yang bekerja di tempat itu.

Ikan karang berukuran telapak tangan orang dewasa itu, dipesan dari nelayan sekitar yang baru saja ditangkap menggunakan jaring atau pancing. Tak hanya satu panggangan, beberapa panggangan lainnya juga sudah disiapkan warga lainnya, Rumi.

Ikan bakar yang sudah matang dan siap disantap, oleh Rumi kemudian disajikan di atas meja bundar bersama hidangan lainnya.

Seperti itulah kesibukan pengelola objek wisata Pulau Bokori di Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara, menyiapkan ikan bakar menyambut tamunya siang itu, Jumat (20/11/2020).

Di sudut lain, beberapa petugas kebersihan tengah mengumpulkan sampah dari bibir pantai yang tertinggal setelah air surut. Menggunakan tongkat kayu bergigi besi, Habi mengumpulkan sampah. Sampah yang sudah terkumpul, oleh Linda dibersihkan dari pasir, lalu dimasukkan ke dalam karung.

Sampah plastik masih mendominasi tumpukan sampah yang dikumpul dalam karung.

Kata Linda, sampah ini berasal dari pengunjung yang masih belum sadar menjaga kebersihan, meskipun fasilitas tempat sampah dan imbauan agar membuang sampah pada tempatnya sudah tersedia. Sebagian lagi terbawa arus dari pemukiman warga yang tak jauh dari pulau itu.

Setiap harinya, para petugas kebersihan mengumpulkan sampah lebih dari 5 karung ukuran 50 kg. Sampah yang dikumpulkan berasal dari pantai dan area dalam pulau. Sampah yang terkumpul kemudian dibawa ke seberang untuk dimusnahkan.

"Setiap hari kami kerja kecuali hari Kamis. Setiap pagi kami membersihkan disini, sudah ada mi pembagiannya masing-masing orang. Selama pandemi ini sampah berkurang karena jarang pengunjung to," ungkapnya.

Sampah masih menjadi salah satu masalah yang muncul di objek wisata andalan Pemda Sultra ini. Hampir di semua bibir pantai pulau seluas 2,5 hektar ini bisa ditemukan sampah.

Baca juga: BLK Kendari dan IAIN Teken MoU Pengembangan Keterampilan Mahasiswa

Bentuk UPTD Libatkan Warga

Memaksimalkan pengelolaannya, objek wisata Pulau Bokori telah ditangani sebuah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) sejak tahun 2017, namun pengelola ditetapkan tahun 2018.

Melalui UPTD ini pengelolaannya bisa berjalan lebih baik, tentunya dengan melibatkan warga sekitar. Saat ini sekira 24 pegawai bekerja mengelola Pulau Bokori, 5 diantaranya adalah ASN selebihnya pegawai honorer yang diangkat berdasarkan SK Kepala Dinas (Kadis) Pariwisata Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). 24 karyawan ini sudah memiliki tugas masing diantaranya, petugas kebersihan, operator speedboat dan keamanan.

"Cleaning 6 orang, 8 orang dengan pengawasnya. Kita semua 24 orang. Mayoritas pegawai di sini dari warga Desa Bajoe, Desa Bokori dan Desa Pemata Raya," ungkap Kepala UPTD Bahteramas, Kamaruddin.

Selama pandemi, Pemda Sultra menutup  objek wisata ini untuk masyarakat umum, namun untuk melayani tamu tertentu, fasilitas ini dibuka.

Penutupan objek wisata ini sangat berdampak pada masyarakat sekitar, karena kunjungan wisatawan sangat terbatas. Warga yang biasanya menjajakkan makan, menyewakan tikar atau melayani jasa penyeberangan, kehilangan mata pencahariannya.

Warga kemudian meminta Pemda Sultra kembali membuka objek wisata ini seperti yang dilakukan pada objek wisata Pantai Toronipa.

"Masyarakat lokal seringkali menginginkan untuk masuk. Warga sekitar juga berharap segera dibuka, sebab bantuan sembako yang mereka dapat sudah habis, kalau kita tidak menjual, tidak ngantar penumpang, kami mau makan apa," tuturnya, menirukan keluh kesah warga.

Meskipun ditutup, masih ada pengunjung yang tetap masuk. Untuk mencegah penularan COVID-19, pihak pengelola tetap memberlakukan protokol kesehatan dan sudah menyediakan enam unit tempat cuci tangan dan bekerjasama dengan petugas puskesmas setempat.

Pulau Bokori merupakan salah satu objek wisata yang sangat mudah dijangkau dari Kota Kendari, ibukota Provinsi Sultra. Menggunakan mobil, Pulau Bokori bisa ditempuh sekira 1,5 - 2 jam.

Dari Desa Bajoe, kemudian menumpangi perahu sekira 5 menit untuk sampai di pulau tak berpenghuni itu.

Baca juga: Feri Lintas Amolengo-Labuan Bakal Diusulkan Tambah Trip

Biaya yang dibutuhkan untuk menyeberang ke Pulau Bokori relatif murah hanya dikenakan Rp 15.000-Rp 20.000 per penumpang. Jika hanya tiga orang dan tak ingin menunggu hingga perahu penuh, maka Anda harus membayar Rp 100.000 per perahu. Tarifnya di bawah 5 penumpang dikenakan biaya sewa kapal sebesar Rp 100.000.

Tak ada biaya masuk ke pulau ini, hanya saja jika Anda ingin menikmati malam di pulau itu, kalian bisa menginap di resor atau penginapan di Pulau Bokori dengan cara menyewanya. Harganya bervariasi mulai dari 1 rumah berisi banyak kamar seharga Rp 1.500.000 sampai resort seharga Rp 2.000.000 per malamnya.

Saat ini Pulau Bokori dikelola oleh Pemerintah Sultra dengan sejumlah fasilitas yang tersedia seperti resor, penginapan, amphitheater, area gazebo, sport zone, kantin, toilet hingga fasilitas penyeberangan yang aman.

Pemandangan yang indah dengan hamparan pasir putihnya yang luas, akan membuat siapapun yang datang ke Pulau Bokori akan merasa betah. Apalagi pantainya yang tenang membuat kita dan keluarga bisa bermain ombak dan pasir dengan aman.

Di Pulau Bokori juga ada jembatan yang menghubungkan gazebo satu dengan yang lainnya, di antara rimbunnya pohon mangrove yang juga ada di pulau ini.

Butuh dukungan semua pihak untuk terus mempromosikan destinasi wisata yang ada di Sultra, utamanya di masa pandemi. Seperti yang dilakukan Dinas Pariwisata Sultra menggandeng para jurnalis untuk mempromosikan destinasi  wisata di Sultra.

Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Pariwisata Dispar Sultra Erwin Tahir mengatakan, peran jurnalis cukup besar dalam mengenalkan objek wisata suatu daerah sehingga bisa menarik wisatawan.

"Intinya kami ingin teman-teman jurnalis membantu kami dalam promosi pariwisata secara masif dan secara baik," kata Erwin.

Ia berharap semua jurnalis baik dari media cetak, elektronik hingga daring mempunyai visi yang sama terhadap Dinas Pariwisata, hingga Dinas Kominfo mempromosikan destinasi wisata di Provinsi Sultra.

Tak hanya promosi, pengembangan sektor pariwisata di Sultra harus dibarengi dengan perbaikan infrastruktur termasuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Baca juga: Sesuai Arahan Presiden, Pemprov Sultra Segera Manfaatkan ABPN 2021

Seperti yang diungkapkan Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Sultra, Hugua. Menurutnya, Sultra punya sejumlah destinasi wisata berskala dunia di antaranya, surga bawah laut Wakatobi, Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai di tiga kabupaten, Gua Liangkabori di Muna dan Keraton Buton di Kota Baubau.

Namun, destinasi kelas dunia ini belum memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan daerah maupun masyarakat.

Mewujudkan ini, dibutuhkan sinergi untuk menata pariwisata, karena pengelolaan pariwisata harus melepaskan ego wilayah, karena penyusunan paket wisata berdasarkan destinasi itu.

"Great Muna Raya, sebagian Buton Tengah, Muna dan Muna Barat, bareng. Pantai Meleura sudah jalan, banyak turis saya ketemu orang Tunisia di sana, Rawa Aopa, Kolaka Raya Gunung Mekongga ini, saya kira ada potensi para layang," ungkap mantan Bupati Wakatobi dua priode ini.

Selain itu, dibutuhkan sinergitas penganggaran dalam APBD provinsi dan kabupaten kota yang terkoneksi dengan destinasi tersebut. Serta integrasi pelaksanaan kegiatan.

Integrasi pelaksanaan kegiatan ini lanjut Hugua, meliputi peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) berupa pelatihan di antaranya, pelatihan hygienis dan layanan, pelatihan penyelenggara perjalanan (tour operator) yang menyusun paket wisata, pelatihan menyusun sinopsis dan story telling.

"Di Kota Baubau, sehebat itu keraton,  tanya saja kapal, tidak ada tour agen ke situ, why?? Coba anda masuk ke Eropa, meeting poin di sini, sudah berkumpul orang situ tinggal pilih," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sultra ini.

Anggota DPR RI ini menambahkan, di masa pandemi ini sangat mempengaruhi   industri pariwisata, khususnya di Sultra. Saat awal dihantam pandemi, hanya 10 persen industri pariwisata yang mampu bertahan. Namun dengan berbagai kebijakan pemerintah, perlahan industri pariwisata mulai bangkit di angka 30-40 persen.

"Sekarang hampir pulih, kuncinya di protokol kesehatan, kalau anda masuk hotel kami pastikan semua protokol kesehatan dijalankan," tambahnya.

Dia berharap dengan bantuan stimulan bagi industri pariwisata dari Kementerian Pariwisata RI bisa memicu bangkitnya industri pariwisata Sultra. (A)

Reporter: Sumarlin

Editor: Haerani Hambali

TAG:
Artikel Terkait
Baca Juga