Selama 2019, Kasus Komite Sekolah Jadi Top Isu di Ombudsman

Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Kamis, 19 Desember 2019
0 dilihat
Selama 2019, Kasus Komite Sekolah Jadi Top Isu di Ombudsman
Kepala Perwakilan Ombudsman Sultra, Mastri Susilo. Foto: Fitrah Nugraha/Telisik

" Nah, komite sekolah ini yang banyak salah diartikan, sehingga terjadi maladministrasi dan itu karena kurang memahami prosedur. "

KENDARI, TELISIK.ID - Selama tahun 2019 ini, kasus yang banyak dilaporkan di Kantor Perwakilan Ombudsman Sultra adalah dari dunia pendidikan, khususnya terkait iuran komite sekolah.

Baca Juga: 20 Pejabat Pemkot Kendari, Berburu Kursi Kepala Dinas

Hal tersebut diungkapkan Kepala Perwakilan Ombudsman Sultra, Mastri Susilo, pada penyerahan rapor penilaian kepatuhan terhadap Kabupaten/Kota di Sultra, Kamis (19/12/2019).

Menurutnya, selama tahun 2019 ini pihaknya menangani sebanyak 136 laporan dan paling banyak yaitu dari substansi pendidikan dan pertanahan yaitu sebanyak 22 laporan. Kemudian disusul terkait Sumber Daya Alam dan Energi dan Kepegawaian yaitu 15 laporan.

Sedangkan, Ia menambahkan, terkait pedesaan ada 14 laporan, kepolisian 13 laporan, pengadaan barang dan jasa sebanyak 12 laporan dan instansi selebihnya hanya bermain satu atau dua laporan saja.

Memang, lanjut dia, kebanyakan laporan itu adanya maladministrasi. Misalnya banyak pihak sekolah yang memungut iuran komite kepada siswa-siswanya dengan mematok iuran yang harus dibayar, apalagi ada yang beri sanksi bila belum membayar iuran tersebut. Padahal berdasarkan peraturan bahwa harusnya iuran komite itu suka rela saja yang tidak boleh dipatok besaran iurannya.

"Nah, komite sekolah ini yang banyak salah diartikan, sehingga terjadi maladministrasi dan itu karena kurang memahami prosedur," lanjutnya.

Baca Juga: Ombusman: Standar Pelayanan Publik di Sultra Belum Baik

Selain itu, Ia mengungkapkan, bahwa selain laporan komite sekolah, masih ada sejumlah laporan yang menjadi top isu selama tahun 2019 ini, diantaranya adalah kasus desa fiktif di Konawe, maraknya kegiatan pertambangan ilegal, unjuk rasa 29 September yang menelan korban dari mahasiswa dan banyaknya gambar ukur yang tidak ditemukan di Kantor Pertanahan, sehingga memicu penundaan berlarut dalam permohonan pengembalian batas tanah sejumlah masyarakat.

Reporter: Fitrah Nugraha
Editor: Sumarlin

Artikel Terkait
Baca Juga