Semua Tentang Jokowi

Efriza, telisik indonesia
Minggu, 14 Januari 2024
0 dilihat
Semua Tentang Jokowi
Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus, dan Owner Penerbitan. Foto: Ist.

" PAN dan Golkar lagi bersaing, kedua partai politik ini sedang berebut Jokowi untuk tujuan mendongkrak elektabilitas partai dan menguatkan kerja partainya. Kedua partai ini juga sama-sama mengajukan layaknya proposal untuk Jokowi bergabung sebagai kader, tentu saja bukan sekadar kader biasa "

Oleh: Efriza

Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus, dan Owner Penerbitan

JANGGAL! Kata awal yang yang tepat menunjukkan rasa heran. Tak habis pikir, misalnya, melihat iklan kampanye di media elektronik televisi maupun alat peraga kampanye seperti spanduk, baliho, dan billboard mengusung nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) seakan-akan nama Jokowi adalah resep manjur menaikkan elektabilitas maupun mendongkrak perolehan suara beberapa partai politik pasca Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024 ini.

Fakta ini sebenarnya adalah hal yang miris. Mengesankan partai-partai lain seperti Partai Golkar, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), tak bisa berharap banyak kepada para kadernya sehingga membutuhkan nama beken Jokowi untuk mendongkrak elektabilitas dan suara partainya di Pemilu 2024 ini.  

Fakta yang tak juga bisa diabaikan, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar berebut memberikan Kartu Tanda Anggota (KTA) kepada Jokowi untuk sebagai kader barunya. Tentu saja dengan disertai tawaran jabatan yang menggiurkan misal, jika di PAN, Jokowi diharapkan menjadi ikon baru pengganti Amien Rais, sedangkan di Golkar, Jokowi di dengungkan isu sebagai calon ketua umum partai Golkar.

PAN dan Golkar Bersaing Mengkaderkan Jokowi

PAN dan Golkar lagi bersaing, kedua partai politik ini sedang berebut Jokowi untuk tujuan mendongkrak elektabilitas partai dan menguatkan kerja partainya. Kedua partai ini juga sama-sama mengajukan layaknya proposal untuk Jokowi bergabung sebagai kader, tentu saja bukan sekadar kader biasa.  

PAN diyakini ingin menjadikan Jokowi sebagai ikon baru sekaligus magnet baru, pasca terjadinya konflik antara Zulkifli Hasan dengan Amien Rais. Akhirnya, Amien Rais mendirikan partai ummat. Bukti keseriusan PAN adalah klaim sepihak, Jokowi adalah keluarga besar PAN dan akan jadi kader PAN, inilah yang dinarasikan oleh Zulkifli Hasan sebagai Ketua Umum.

Sedangkan Golkar, juga berusaha mendekati Jokowi. Golkar mencoba mendekati Jokowi dengan cara pendekatan kepada Anaknya, Gibran Rakabuming Raka. Ketika Gibran masih dalam proses pencalonannya di Pilpres. Golkar telah mencoba memberikan rasa kenyamanan kepada Gibran dan keluarga intinya Jokowi.  

Langkah Golkar memikat Jokowi dilakukan dengan banyak cara seperti, Pertama, Golkar meski bergabung di pemerintahan pada periode pertama sebagai urutan mendekati akhir, tetapi Golkar menyatakan konsisten sampai akhir menjalankan dan mensosialisasikan program Jokowi. Kedua, di internal Golkar ada lemparan isu menjadikan Jokowi sebagai Ketua Umum Golkar.

Ketiga, Golkar juga telah melakukan pendekatan mengenalkan beberapa kader mudanya kepada Jokowi, dalam pertemuan antara Jokowi dan Airlanga Hartarto, dan Keempat, iklan Golkar yang mengunakan narasi kalimat “Golkar-Jokowi memang sehati.” Dari berbagai situasi yang terjadi dari hubungan Golkar dengan Jokowi, telah menghadirkan rasa nyaman terhadap diri Jokowi.

Hal ini ditenggarai menyenangkan hati Jokowi yang sedang kecewa dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), karena Jokowi kecewa merasa PDIP tak permah menghargai dirinya yang turut membesarkan partainya.  

Sinyal memungkinkan Jokowi lebih condong ke Golkar ketimbang ke PAN sudah ditampakkan, seperti Jokowi memberikan komentar datar ketika digaungkan akan ke PAN, Jokowi hanya menganggap PAN sebagai keluarga besar di pemerintahannya. Sedangkan ke Golkar, Jokowi misalnya, mengirimkan pesan akan rasa nyaman dengan Golkar.  

Diyakini Golkar juga lebih dipertimbangkan oleh Jokowi. Untuk kepentingan dirinya, menantunya, dan anaknya, maka dalam pentas politik nasional akan lebih besar peluangnya jika bergabung dengan Golkar. Bobby Nasution dan Kaesang tentu jika ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah, butuh dukungan dari partai lain maupun Bobby butuh partai baru, dan kekuatan yang masih besar perannya di politik adalah Golkar.  

Baca Juga: Riuh-Rendah Debat di Pilpres 2024

Situasi politik ke depan pasca pemungutan suara juga disinyalir jadi pertimbangan Jokowi. PAN memungkinkan terdepak di Senayan, sedangkan Golkar masih memungkinkan meski memperoleh peringkat paling buruk sekalipun tetap Golkar akan masuk lima besar.

Hal utama penilaian subjektif dari personal Jokowi, diperkirakan Jokowi berkalkulasi jika keluar dari PDIP, ia harus tetap berkiprah di partai besar, jika kiprah dirinya tak ingin surut oleh waktu. Dengan menjadi kader di Golkar, maka Jokowi juga tetap diperhitungkan dalam kancah politik nasional pasca tak lagi menjadi Presiden.  

Jokowi juga diyakini lebih memilih Golkar, karena sistem pengelolaan partainya bukan personalistik seperti di PDIP atas nama trah Soekarno. Meski Golkar penuh dinamika politik karena di dalamnya ada banyak faksi, tetapi Jokowi yang sudah permah menjabat sebagai Presiden dua periode, tentu akan diperhitungkan seperti kehadirannya, perannya, dan pemikirannya, dan memungkinkan Jokowi diperhitungkan sebagai Ketua Umum Golkar.  

Peluang Jokowi sebagai ketua umum Golkar terbuka lebar, isu ini juga dikuatkan oleh Golkar untuk memikat Jokowi. Jika saat ini dibandingkan lawan-lawan politik Jokowi di Golkar misalnya, personal diri kader-kader lama Golkar juga belum terlalu besar pengaruh mereka secara politik, dibandingkan Jokowi yang pernah dua periode memimpin sebagai Presiden, meski begitu dengan catatan jika faksi-faksi berhasil dipengaruhi oleh Jokowi untuk mengusungnya.

Gerindra Berjuang Merebut Posisi Pertama

Jika mencermati situasi pasca hubungan buruk antara Jokowi dengan PDIP. Jokowi secara personal masih seimbang antara disukai dan dibenci oleh masyarakat. Jokowi juga tak bisa diabaikan, ia masih memiliki magnet bagi pemilih utamanya yang loyal terhadap sosok dirinya. Sehingga fakta ini turut menguatkan elektabilitas PDIP selama dua periode ini.

Ketika terjadi konflik terbuka antara Jokowi dengan PDIP, konsekuensinya Jokowi mulai dipinggirkan oleh PDIP. PDIP juga mengalami situasi yang meresahkan hati dan pikiran mereka. PDIP dengan Gerindra saat ini bersaing ketat. Tak sekadar narasi tetapi beberapa hasil survei telah juga menunjukkan Gerindra dapat merebut posisi puncak, sedangkan PDIP tepat dibelakangnya.  

Upaya yang sedang dilakukan oleh Gerindra tak bisa diabaikan. Tahun ini adalah peluang besar Gerindra menyalip PDIP. Fakta elektabilitas posisi Pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) Prabowo dan Gibran berada di posisi puncak, sedangkan Ganjar kader dan capres yang diusung PDIP antara posisi kedua dan lebih banyak dari berbagai hasil survei di posisi ketiga.  

Kondisi lainnya, pasca Jokowi dan PDIP “konflik terbuka.” Ceruk pemilih loyal Jokowi, terbuka beralih ke partai nasionalis lainnya. Inilah yang berusaha direbut oleh Gerindra, PSI, PAN, dan Golkar. Fakta selanjutnya, pasca dua periode PDIP memimpin, telah mulai dikritisi oleh masyarakat dengan persepsi akan kejenuhan, bukan tak mungkin masyarakat sebagai pemilih mulai berpikir pindah dukungan partai, situasi ini juga didukung PDIP tidak solid dalam satu rampak barisan.  

Sehingga memungkinkan, PDIP tak bisa lagi jumawa malah semestinya patut hati-hati. Posisi peringkat partai sebagai pemenang, di Pemilu 2024 ini memungkinkan berhasil direbut oleh Gerindra, sedangkan partai lain memungkinkan juga mendapatkan berkah limpahan dukungan pemilih loyal Jokowi.  

PSI dan PAN Berharap Lolos di Senayan

PSI bukan saja menggunakan kekuatan anak bungsunya Presiden Jokowi untuk lolos di parlemen. Tetapi, PSI juga menggunakan Jokowi sebagai faktor untuk mendorong daya tarik masyarakat memilih partai ini.

PSI tidak lagi banyak mengumbar gagasan-gasan baru dalam politik, mereka sekarang mengumbar Jokowi dengan slogan seperti PSI Partai Jokowi, Tegak Lurus Bersama Jokowi, Jowisme, Ikut Jokowi Pilih PSI, dan iklan di televisi juga menggunakan Jokowi berpidato untuk PSI tentu saja dinarasikan Jokowi mendukung PSI.  

Dampaknya memang harus diakui PSI mengalami kenaikan elektabilitas dibawah kepemimpinan instan dari Kaesang sebagai putra bungsu Jokowi dan tentu saja atas “mendompleng” nama Jokowi. PSI jika sebelum kepemimpinan Kaesang elektabilitasnya masih 0,9 persen, tetapi sekarang sudah berada di angka 2,3 persen.

Memungkinkan elektabilitas PSI terus menguat jika berhasil menguatkan sentimen positif dari masyarakat, kemungkinan PSI lolos di Senayan, masih terbuka lebar meski amat berat.

Kiprah menguatnya PSI, disertai oleh fakta bahwa atribut luar ruang PSI sudah tampak menguat seperti spanduk, billboard, disertai dengan iklan kampanye televisi. Disertai dengan fakta di lapangan, antara Jokowi sebagai kader PDIP dengan institusi partainya sudah terang benderang telah saling mengabaikan.

Kondisi ini menunjukkan ceruk pemilih yang loyal kepada Jokowi semakin cukup besar terbuka menyeberang setelah Jokowi berkonflik dengan PDIP.

PAN juga berharap tuah membawa nama Jokowi untuk lolos ke Senayan. PAN memang dalam situasi yang tak menyenangkan karena diprediksi tidak lolos ambang batas parlemen sebesar 4 persen. Pasca PAN kembali memilih Zulkifli Hasan sebagai Ketua Umum, terjadi konflik antara ikon PAN Amien Rais dengan Zulkifli Hasan yang terpilih kembali tersebut.

Kondisi dilematis harus disikapi PAN. Zulkifli Hasan memilih bergabung bersama Pemerintahan Jokowi pasca menjabat kembali sebagai ketua umum. Bukan saja memperoleh jabatan di kementerian sebagai Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan juga punya kekuatan besar berupa dukungan dari Presiden untuk PAN agar soliditas kepartaian semakin membaik.

Meski begitu, PAN tak serta merta diprediksi lolos ambang batas parlemen, sehingga wajar PAN akhirnya mencoba menggoda dan menarasikan Jokowi sebagai keluarga besar PAN.  

Baca Juga: Tahun Baru, PPP Diambang Tak Lolos Parliamentary Threshold

Meski begitu, PSI dan PAN, masih perlu dinantikan oleh publik, dengan upaya mengusung dan membawa nama besar Jokowi, sehingga kedua partai ini dapat lolos ambang batas parlemen sebesar 4 persen sebagai syarat mendudukkan anggota legislatifnya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Senayan 2024 ini.  

Pasca Jokowi Ketika Tak Menjabat sebagai Presiden

Sudah berulang kali Jokowi menyatakan akan rencananya setelah tak lagi menjabat Presiden bahwa ia akan pulang ke Kota Solo. Jokowi juga menekankan setelah masa jabatannya sebagai presiden selesai, dia akan menjadi rakyat biasa.

Namun, jika kembali ke Solo, diyakini itu hal yang pasti. Tetapi bukan artinya, Jokowi tidak akan berperan dalam politik nasional ketika tak lagi menjabat sebagai presiden. Jokowi diyakini akan tetap terlibat dalam politik tanah air.  

Jokowi diprediksi akan menetap di Solo, dengan tujuan politik bahwa Solo akan menjadi ceruk pemilih yang ingin dikuasainya agar kekuatan personal Jokowi semakin diperhitungkan. Sebuah kewajaran mengemuka Kaesang sedang menimbang dirinya untuk maju dalam kontestasi Gubernur antara Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Peran Jokowi untuk putra bungsunya Kaesang diyakini tetap besar seperti untuk Gibran puta sulungnya yang di dorongnya sebagai cawapres mendamping Prabowo sebagai capres.

Peran yang bisa Jokowi lakukan pasca tak menjabat adalah dengan memberikan nasehat maupun arahan kepada presiden terpilih secara langsung maupun tidak langsung, maupun kepada petinggi-petinggi partai lainnya. Jokowi diyakini ingin terus terlibat dalam isu politik nasional.

Sehingga memungkinkan menjelang akhir masa jabatannya, Jokowi akan memilih berlabuh ke partai politik lainnya pasca sudah dipinggirkan oleh PDIP. Sebab ia punya daya tarik secara personal, Jokowi sekali lagi ditegaskan harus diakui bahwa personalnya seimbang antara dibenci dan disukai masyarakat.

Jokowi diyakini akan terlibat aktif dalam politik maupun kegiatan masyarakat meski tak lagi menjabat sebagai Presiden. Contoh nyatanya, ia meski menjabat sebagai presiden tetapi ia menjabat sebagai Dewan Pengampu Gerakan Keluarga Besar NU (GKMNU).

Dalam kasus pengangkatan Jokowi ini sampai berlaku lebih dari 2024 nanti. Ini menunjukkan ia masih berkiprah di pentas nasional dalam langsung maupun tidak langsung di pentas nasional.

Penulis juga ingin menekankan jangan lupakan pula bahwa Jokowi akan berperan untuk anak-anaknya dan menantunya, langsung maupun tidak langsung. Sebab ketiganya Gibran, Kaesang, dan Boby Nasution, sudah dipahami umum oleh publik tanpa Jokowi maka mereka kurang dilirik sepak terjangnya oleh partai politik.

Jadi, Jokowi akan menetap di Solo, tetapi bukan sebagai rakyat biasa yang tanpa berperan di politik nasional maupun kegiatan kemasyarakatan secara nasional. Melainkan, Jokowi diyakini tetap masuk dalam tataran elite berpengaruh dalam pentas politik pasca tak menjabat sebagai presiden. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga