Tahun Baru, PPP Diambang Tak Lolos Parliamentary Threshold

Efriza, telisik indonesia
Senin, 01 Januari 2024
0 dilihat
Tahun Baru, PPP Diambang Tak Lolos Parliamentary Threshold
Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan. Foto: Ist.

" PPP dibawah kepemimpinan Moerdiono akan menerima kenyataan miris bahwa partai tertua ini tidak akan lolos ambang batas parlemen sebagai syarat untuk berada di Senayan "

Oleh: Efriza

Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan

PARTAI Persatuan Pembangunan (PPP) mengalami banyak permasalahan internal. Mesti Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP mencoba bersikap tenang juga bersikap tegas dalam berbagai keputusan terkait penyelesaian masalah internalnya.

Namun tampaknya PPP akan mengalami dilema atas keputusannya, bukan tidak mungkin tahun baru 2024 ini, PPP dibawah kepemimpinan Moerdiono akan menerima kenyataan miris bahwa partai tertua ini tidak akan lolos ambang batas parlemen sebagai syarat untuk berada di Senayan.

Kepemimpinan yang Rapuh

PPP sebelum dipimpin oleh Moerdiono telah mengalami kecemasan bagi kader-kadernya sebab partai ini dibawah kepemimpin Suharso Manoarfa terkesan adem-ayem saja tampak tak ada pergerakannya menghadapi kontestasi menuju Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024.

Kala itu Kepemimpinan Suharso dianggap lemah sehingga memengaruhi turunnya elektabilitas PPP. Hasil dari berbagai Survei menempatkan elektabilitas PPP hanya sebesar 1,4 persen.

Suharso dianggap mengalami disorientasi dalam menahkodai partai ini sehingga PPP tidak memiliki arah yang jelas dalam perjuangan politiknya. Suharso juga dinilai tidak memiliki kemampuan dalam melakukan komunikasi sekaligus konsolidasi terhadap kader-kadernya di akar rumput.

PPP dibawah kepemimpinan Suharso memang sempat melakukan geliat politik dengan bergabung bersama Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Hanya saja, Suharso tidak bisa memanaskan mesin politik partainya, maupun berkontribusi besar dalam perpolitikan nasional untuk menghangatkan situasi politik kala itu, ditambah fakta miris Suharso bukan sosok yang memiliki nilai jual dalam perpolitikan.

PPP akhirnya berganti kepemimpinan dibawah Pelaksana Tugas (Plt) Moerdiono. Pergantian kepemimpinan ini ditenggarai karena adanya tangan Penguasa Politik yang ikut campur dalam internal partai demi menyelamatkan nasib partai Islam jadul ini.

Namun, tampaknya lagi-lagi figur Moerdiono dengan bahasa sarkas anak muda sekarang, 11, 12, dengan Suharso bahwa Moerdiono juga figurnya tidak menjual dengan kenyataan pahit lainnya, Moerdiono juga tidak dapat membangun kesolidan kader-kader akar rumputnya.

Awal Gejolak PPP

Kepemimpinan Moerdiono awal mulanya memberikan harapan baru kepada partai ini. Moerdiono turut mengajak Sandiaga Uno yang harus diakui memiliki nilai jual untuk bergabung di PPP. KIB juga turut ikut bergeliat sebab hadirnya Moerdiono sebagai pemimpin baru dari PPP.

Baca Juga: Kaesang dan PSI yang Telah Layu

Hanya saja, menjelang pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), PPP bagai roler coster, geliat partai ini mengalami ujian naik dan turun. Kepemimpinan Moerdiono bergerak cepat mencoba mengambil momentum ditengah situasi ketidakjelasan perkembangan dari KIB dalam persiapan menuju Pilpres tersebut.

Moerdiono memberikan karpet merah untuk Sandiaga Uno yang sebelumnya kader Gerindra, PPP mencoba menawarkan Sandi sebagai cawapres dari Ganjar Pranowo sekaligus memberikan posisi jabatan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PPP setelah dia resmi menjadi kader PPP.

Moerdiono juga awalnya sempat merasakan dukungan besar dari kader-kader partainya. Namun ternyata keputusan partainya berkoalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) hanya tampak semangat besarnya di awal.

Kader-kadernya diyakini masih bisa menerima berkoalisi dengan PDIP jika memang akhirnya Sandiaga Uno kader PPP yang dipilih sebagai cawapres mendampingi capres Ganjar Pranowo yang diusung oleh PDIP.

Kenyataannya, PDIP tidak memilih Sandiaga Uno kader PPP yang diajukan sebagai cawapres. PDIP dalam berkoalisi dengan PPP malah mengusung Mahfud MD sebagai cawapresnya. Mahfud MD saat ini bukan lagi kader PPP, ia sekarang seorang profesional bukan kader partai manapun.

Di tengah situasi masih terjebak dengan asumsi didepan mata berdasarkan berbagai survei bahwa PPP terlempar dari Senayan, ternyata berkoalisi dengan PDIP dan adanya Mahfud MD tidak mendongkrak elektabilitas PPP untuk kembali berkantor di Senayan.

Kebersamaan Mengendur

Desember 2023 menjadi penghujung tahun dalam bulan kelam, kenyataan pahit bagi PPP. Berbagai kadernya mulai menunjukkan ketidakpatuhan terhadap keputusan partainya. Partai ini mulai beriak, internal PPP mulai menunjukkan friksi di dalam. PPP tidak lagi solid, kebersamaan mengendur, sayangnya situasi ini terjadi mendekati Pemilu 2024.  

Riuh-rendah terjadi dalam internal PPP. Banyak kader-kadernya bahkan pucuk pimpinan partainya memilih membelot dengan mendeklarasikan dan memberikan dukungan kepada Prabowo-Gibran. Sebut saja, Witjaksono yang merupakan Wakil Ketua Majelis Pertimbangan PPP, akhirnya dia dipecat karena menggawangi “Pejuang PPP” untuk mendeklarasikan mendukung Prabowo-Gibran.  

Sebelumnya, kader PPP, Joko Purwanto juga dipecat karena mempersoalkan keabsahan status jabatan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Muhammad Mardiono, Joko ditenggarai mengajukan protes hingga melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, bahkan turut mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan menggugat Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) terkait Perubahan Susunan Personalia Kepengurusan DPP PPP Masa Bakti 2020-2025.

Baca Juga: Gibran Sosok Kontroversial

Kebersamaan sudah mengendur, kita bisa melihat fakta, ketika Sandiaga Uno kecewa kehadirannya di daerah Depok untuk berkampanye di dua titik ternyata hanya dihadiri sejumlah kecil pengurus partai saja. Sandi menyampaikan kekecewaannya terhadap minimnya partisipasi pengurus PPP Depok, padahal kehadirannya dilakukan pada hari cuti semata yakni Jumat, Sabtu, Minggu, ternyata pengurus partai tidak hadir untuk menyapa masyarakatnya.  

Jika dicermati seperti disampaikan diawal Tulisan ini bahwa kader-kader PPP diyakini masih bisa menerima berkoalisi dengan PDIP jika memang akhirnya Sandiaga Uno kader PPP yang dipilih sebagai cawapres mendampingi capres Ganjar Pranowo yang diusung oleh PDIP. Sebab, mereka berharap PPP akan bisa lolos kembali ke Senayan.

Kenyataan memang dilema bagi PPP kala itu harus mengusung Ganjar. Sebab, berdasarkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Oktober 2023, sebanyak 41,9 persen pendukung PPP malah mendukung Prabowo, disusul Anies Baswedan sebesar 33,1 persen, dan baru terakhir dengan persentase kecil justru memilih Ganjar Pranowo dengan 25 persen (relogja.republika.co.id, 21 Oktober 2023).

Jika merujuk fakta juga pernah disampaikan oleh Anak Mbah Moen, yakni Gus Wafi, dengan menganalisa serta menyatakan penurunan perolehan PPP di pemilu sebelumnya karena kurangnya DPP mengakomodir aspirasi dari bawah. Mbah Moen pernah menjadi tokoh sentral bagi PPP, namun jejak tak diikuti oleh kedua anaknya yakni Gus Najih dan Gus Wafi, mereka memilih bergabung membantu kemenangan capres-cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Berbagai fakta diatas adalah kondisi yang miris bagi partai yang telah lama berkiprah dalam perpolitikan nasional pada tiga era Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi ini. Sikap DPP PPP menghadapi situasi dinamika politik internal, amat berani dan tegas dengan mencoba mengambil sikap dengan langsung memberikan sanksi pemecatan terhadap kadernya yang mbalelo, juga PPP menginformasikan tidak akan melakukan pelantikan tetapi melakukan Pergantian Antar Waktu (PAW) kepada caleg-caleg terpilihnya, jika ternyata tidak mengikuti keputusan DPP Partai memenangkan Ganjar-Mahfud.

Sikap ini, satu sisi ditenggarai dipilih untuk menguatkan soliditas kader-kader PPP, namun memungkinkan keputusan DPP PPPP malah akan membuat kisruh dan memicu konflik meluas, tentu saja sasaran terakhir memungkinkan menyingkirkan Moerdiono dari kursi kepemimpinan sebagai ketua umum karena dianggap arogan karena tidak mencoba memilih opsi untuk merangkul dan menyadarkan kader-kadernya tersebut.

Tahun baru 2024, sudah hadir tepat hari ini, PPP malah memungkinkan terjerembab dalam situasi konflik, juga memungkinkan publik mengucapkan perpisahan kepada PPP karena tidak ada lagi wajah-wajah legislatornya di Senayan dengan asumsi partai ini tidak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold).

Tahun baru ini juga ujian berat bagi kepemimpinan Moerdiono. Singkatnya, masa depan PPP ditentukan di Pemilu Serentak 2024 bulan Februari nanti. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga