Senja Kala Hari Anak se-Dunia

Hasni Tagili, telisik indonesia
Minggu, 22 November 2020
0 dilihat
Senja Kala Hari Anak se-Dunia
Hasni Tagili, M.Pd, Aktivis Perempuan Konawe. Foto: Ist.

" Sebagaimana diketahui, pandemi COVID-19 turut berdampak pada anak-anak. Jika tak ditangani, dampak bakal berlangsung seumur hidup. Itulah mengapa, pada Hari Anak se-Dunia kali ini, orang tua dianjurkan untuk menghabiskan waktu berkualitas dengan anak-anak mereka. "

Oleh: Hasni Tagili, M.Pd

Aktivis Perempuan Konawe

TANGGAL 20 November setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Anak se-Dunia. Berdasarkan sejarahnya, Hari Anak se-Dunia pertama kali dicetuskan pada 1954 dengan tujuan untuk mengkampanyekan kesadaran di antara anak-anak di seluruh dunia dan meningkatkan kesejahteraan anak.

Selanjutnya, tanggal 20 November 1959, Majelis Umum PBB membuat Deklarasi Hak-Hak Anak. Kemudian, pada tanggal 20 November tahun 1989, Majelis Umum PBB mendeklaraasikan Konvensi Hak-Hak Anak. Maka sejak 1990, Hari Anak se-Dunia juga menjadi peringatan bagi Majelis Umum PBB saat mengadopsi Deklarasi dan Konvensi tentang hak-hak anak.

Pada tahun ini, Hari Anak se-Dunia mengambil tema 'A day to reimagine a better future for every child'. Artinya, hari ini bakal diperingati untuk membentuk kembali masa depan anak yang lebih baik.

Sebagaimana diketahui, pandemi COVID-19 turut berdampak pada anak-anak. Jika tak ditangani, dampak bakal berlangsung seumur hidup. Itulah mengapa, pada Hari Anak se-Dunia kali ini, orang tua dianjurkan untuk menghabiskan waktu berkualitas dengan anak-anak mereka.

Dalam kesempatan ini, UNICEF juga kembali menyerukan kepada setiap pemerintah perihal pengadopsian rencana enam poin untuk melindungi anak-anak. Pertama, pastikan semua anak belajar dengan layak, termasuk dengan mengatasi kesenjangan digital. Kedua, menjamin akses layanan kesehatan dan gizi, serta membuat vaksin terjangkau yang tersedia untuk setiap anak.

Ketiga, dukung dan lindungi kesehatan mental anak dan remaja. Akhiri pelecehan, kekerasan berbasis gender, dan penelantaran di masa kanak-kanak. Keempat, meningkatkan akses sanitasi yang baik, serta mengatasi degradasi lingkungan dan perubahan iklim.

Kelima, mengatasi peningkatan kemiskinan yang berdampak pada anak. Terakhir, keenam, menggandakan upaya dalam melindungi dan mendukung anak-anak yang terdampak konflik keluarga dan bencana.

Akan tetapi, hingga saat ini jutaan anak masih menjadi korban perang, kemiskinan, mendapat diskriminasi dan penyakit. Menurut data UNESCO dalam laporan 2017-18 Global Education Monitoring Report, jumlah anak yang tak mendapat akses pendidikan mencapai 246 juta.

Sebanyak 650 juta perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun dan diperkirakan 1 dari 4 anak hidup di wilayah yang minim sumber air bersih pada tahun 2040.

Baca juga: Kemenangan Biden Menghapus Penjajahan?

Executif Director UNICEF Henrietta H Fore memaparkan beberapa permasalahan utama yang dihadapi anak-anak saat ini dan di masa depan. Pertama, permasalahan pemenuhan akan air bersih, udara yang bersih dan iklim yang aman. Kedua, satu dari empat anak hidup dan belajar di wilayah konflik.

Menurut UNICEF, 75 juta anak dan remaja menjadi dampak dari konflik dan bencana alam sehingga mengganggu aktivitas pendidikannya. Ketiga, masalah kesehatan mental pada anak.

Selain itu, anak juga dibayangi dengan tingginya angka kasus kekerasan, baik yang dilakukan oleh orang tua, keluarga, atau lingkungannya. Masif akses media secara daring turut membuat anak terpapar pornografi, kecanduan game, pergaulan bebas, meniru tindakan kriminal, dan lain-lain.

Sederet permasalahan yang menimpa anak tentu bukan tanpa sebab. Terdapat kompleksitas hubungan antara keluarga, lingkungan, dan negara di dalamnya. Terlihat, fungsi keluarga sebagai madrasah pertama anak tidak berjalan sebagaimana mestinya. Entah karena orang tua stres akibat tekanan ekonomi, ataupun lalai mendidik anak karena terlalu sibuk.

Setali tiga uang, kontrol masyarakat juga tidak bersinergi dengan baik. Publik cenderung apatis dan sekuler. Sedangkan sekolah, cenderung bersandar pada orientasi transfer teori, bukan transfer nilai.

Pun, negara bertindak demikian untuk hal-hal yang dianggap masuk ke ranah privat. Misal, tidak ada pengaturan secara tegas tentang pergaulan laki-laki dan perempuan, baik untuk anak maupun orang dewasa. Akibatnya, celah pintu kemaksiatan semakin terbuka lebar.

Padahal, dalam Islam, hak dan keberadaan anak sangat diperhatikan. Hak-hak anak tersebut di antaranya, pertama, hak untuk mendapatkan perlindungan. Anak-anak harus dilindungi keberadaannya. Kelahirannya harus disambut dengan riang dan dijauhkan dari segala bahaya dan ancaman.

Kedua, hak untuk hidup dan bertumbuh kembang. Allah SWT berfirman, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yakni bagi mereka yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS al-Baqarah: 233).

Baca juga: Kekerasan pada Anak Terus Berulang, Sampai Kapan?

Sejak masih dalam kandungan, anak sudah harus diasupi gizi yang terbaik agar kelak ketika lahir dapat berjalan normal. Pun, harus diberikan ASI agar pertumbuhan dan perkembangannya optimal.

Ketiga, hak mendapatkan pendidikan. Ketika anak terus tumbuh dan berkembang, tahap selanjutnya mereka harus diberikan pendidikan yang terbaik, terutama tentang penanaman nilai budi pekerti dan akhlakul karimah.

Nabi SAW bersabda, “Tidak ada pemberian seorang ayah yang lebih baik, selain dari budi pekerti yang luhur.” (HR at-Tirmizi). orang tua adalah cerminan anak. Orang tualah yang akan menjadi guru pertama anak ketika di rumah. Orang tua yang harus lebih awal memberikan keteladanan kepada anaknya.

Keempat, hak mendapatkan nafkah dan waris. Untuk tumbuh dan berkembang dengan baik, anak-anak butuh banyak keperluan. Orang tua wajib memberikan nafkah kepada anak-anaknya. Dan kelak, orang tua juga dapat memberikan warisan kepada anak-anaknya dengan adil.

Nabi SAW bersabda, “Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberi nama yang baik, mengajarkan sopan santun, mengajari menulis, berenang dan memanah, memberikan nafkah yang baik dan halal, dan mengawinkannya bila saatnya tiba.” (HR Hakim).

Kelima, hak mendapatkan perlakuan setara (tidak diskriminatif). Semua anak yang lahir ke dunia ini adalah mulia, baik perempuan maupun laki-laki. Karenanya, Islam sangat menjunjung tinggi hak hidup dan hak mendapatkan perlakuan setara antara anak perempuan dan laki-laki.

Nabi SAW bersabda, “Samakanlah anak-anakmu dalam hal pemberian. Jika kamu hendak melebihkan salah seorang di antara mereka, lebihkanlah pemberian itu kepada anak-anak perempuan.” (HR at-Tabrani).

Sehingga, jika hak-hak anak terpenuhi secara maksimal, tidak perlu ada balada senja kala pada potret kehidupan anak. Tentunya, perlu peran optimal dan bersinergi dari keluarga, masyarakat, dan negara. Wallahu a’lam bisshowab. (*)

TAG:
Artikel Terkait
Baca Juga