Senjata Zaman Belanda Masih Tersimpan di Bukit Tengku Romot, Diharapkan Jadi Ikon Wisata
Berto Davids, telisik indonesia
Kamis, 25 Maret 2021
0 dilihat
Senjata meriam kuno peninggalan zaman Belanda di Bukit Tengku Romot Reok. Foto: Berto Davids/Telisik
" Tujuan saya menata tempat ini agar dipandang sebagai tempat bersejarah. Oleh karena itu tidak boleh dilepas begitu saja, harus dibersihkan supaya memudahkan pengunjung masuk. "
RUTENG, TELISIK.ID - Senjata perang jenis meriam kuno milik nenek moyang kedaulatan Reo tempo dulu hingga kini masih tersimpan di Bukit Tengku Romot, Kelurahan Mata Air, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Senjata itu merupakan salah satu bukti sejarah di Kabupaten Manggarai yang memiliki cerita heroik dengan berbagai versi.
Konon senjata meriam kuno ini dipercayakan kepada salah seorang juru kunci yang sudah lama wafat. Ia dipercayai untuk memegang kendali senjata ini jika ingin menyerang musuh/penjajah.
Nama senjata meriam kuno itu adalah "Jene Bedi" sehingga Bukit Tengku Romot disebut "Doro Bedi" artinya Gunung Senjata karena adanya meriam tersebut.
Ketiadaan bukti tertulis yang ditinggalkan oleh generasi Reok terdahulu menjadi kendala munculnya pemahaman literasi yang baik untuk generasi sekarang tentang keberadaan tempat dan benda bersejarah itu.
Hasil penelusuran seorang pemuda bernama Kamarudin Abdulah dan rekan-rekannya di Museum "Asi Mbojo" Bima Nusa Tenggara Barat (NTB) hanya menemukan meriam serupa yang ditata rapi, namun tidak memiliki catatan khusus yang bisa menghubungkan sejarah keberadaan meriam kuno yang sampai saat ini masih ada di Bukit Tengku Romot Reok sebagai benda peninggalan Nenek Moyang Kedaulatan Reo.
Jejak catatan penting yang ditemukan oleh Kamarudin Abdulah dan rekan-rekannya itu baru ada pada sebuah buku sejarah tentang Manggarai yang berjudul "Manggarai Mencari Pencerahan Histografi". Buku itu terbit tahun 1999 dan penulisnya merupakan salah seorang putera terbaik Manggarai bernama Dami N. Toda. Karya tulisnya sungguh banyak menyajikan informasi penting tentang keberadaan meriam kuno tersebut, di antaranya;
1. Pada tanggal 3 April 1845 (6 Rabi'ul akhir 1262 H) Raja bicara dan rombongan melayari Sungai Waepesi dari Pelabuhan Laut Kedindi hendak mengunjungi Reok yang terletak di arah hulu (sekitar 6 km) di pinggir sungai itu.
2. Perjalanan dilaporkan sesuai dengan "adat raja-raja" dimeriahkan dengan pukulan musik gendang dengan tiupan serunai. Naib Reo mempersembahkan dua budak untuk raja bicara Bima, dua budak untuk ganti bicara (baca: wakil raja bicara) serta mempersilakan memeriksa dan mengambil benda-benda "tatarapan bumi parka" yang diperintahkan Sultan akan dibawa pulang ke Bima.
3. Dikisahkan juga permufakatan raja bicara Bima, wakil bicara dan Naib Reo untuk menaikkan bendera Belanda di Reo dengan alasan barangkali ada datang compagnie supaya dihormatkan adanya (Naskah H. Akhmad/Held ketikan 1955:139).
Baca juga: Pasar Laino Semerawut, Dewan Sebut Ada Pembiaran dari Disperdagin
Penelusuran Telisik.id
Pada hari Kamis 25 Maret 2021 Telisik.id berkunjung ke tempat itu. Ternyata benar ada sebuah peninggalan sejarah, yakni senjata meriam kuno yang sekarang tengah dirawat.
Senjata tersebut berbentuk tabung dan berukuran besar. Panjang senjata kurang lebih 2 meter layaknya standar alat perang yang lazim digunakan oleh nenek moyang untuk melawan penjajah.
Senjata yang masih tersimpan baik di Bukit Tengku Romot itu diletakan dengan sasaran tembak ke arah utara lautan. Konon senjata tersebut dipakai oleh nenek moyang untuk menembak musuh bebuyutan Belanda yang masuk ke wilayah Kecamatan Reok melalui Pantai Motor Pecah, Kelurahan Wangkung (bisa dibaca pada referensi di atas).
Selain dipakai sebagai alat tembak, senjata meriam kuno itu juga digunakan untuk mengintai musuh/penjajah yang masuk ke wilayah Kecamatan Reok.
Saat ini senjata tersebut dirawat oleh Samsudin, seorang warga sekitar yang mengaku prihatin dengan benda bersejarah itu. Di bagian bawah tabung senjata dipasang batu-batu besar agar letaknya tetap kuat seperti semula.
Tak hanya itu, Samsudin juga membuat tempat rekreasi layaknya sebuah tempat wisata baru yang cocok untuk dikunjungi. Pada sebuah pohon terpajang lambang Garuda beserta tulisan nama tempat "Doro Bedi" dan tulisan "Peninggalan Belanda".
Baca juga: Warga Harap Menantu Jokowi Bisa Atasi Banjir di Medan
Akses masuk menuju tempat itu bisa melalui tiga jalur, yakni dari Kampung Nanga, Mangga Dua dan Mata Air.
Saat diwawancarai Telisik.id, Samsudin mengaku bahwa tujuannya merawat kembali tempat dan benda bersejarah itu agar selalu dikenang oleh masyarakat, baik pada generasi sekarang maupun generasi selanjutnya.
Selain itu, kata Samsudin, tujuan lain dari tekad menata kembali tempat itu agar terlihat bersih dan rapi sehingga aura bekas peninggalan sejarahnya tidak sirna.
"Tujuan saya menata tempat ini agar dipandang sebagai tempat bersejarah. Oleh karena itu tidak boleh dilepas begitu saja, harus dibersihkan supaya memudahkan pengunjung masuk," tuturnya.
Dia pun bertekad agar akses masuk menuju tempat itu juga ditata rapi untuk memudahkan para wisatawan jika ada yang berkunjung.
Sementara itu Kamarudin Abdulah yang turut hadir pada kesempatan tersebut juga berharap kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai dan Pemerintah Kecamatan Reok agar memperhatikan situs-situs bersejarah yang pernah ada, sebab selama ini masyarakat dianggap tidak tahu tentang sejarah. Oleh karena itu mudah-mudahan tempat dan benda bersejarah ini bisa menjadi daya dongkrak agar pemerintah berpikir lebih jauh soal pengembangan sektor wisata.
Tak hanya itu, Guru Ponpes Pancasila Reok ini juga berharap agar tempat bersejarah ini dijadikan ikon wisata budaya dan bisa direstorasi kembali sehingga dapat memudahkan generasi penerus untuk mengenalnya lebih jauh.
"Kami dari kaum muda berharap adanya kepedulian Pemerintah Kabupaten Manggarai pada pelestarian nilai budaya dan aset sehingga Bukit Tengku Romot dan senjata meriam kuno dapat dijadikan ikon wisata budaya," ungkapnya. (B)
Reporter: Berto Davids
Editor: Haerani Hambali