Stimulus Ekonomi, Arah Kebijakan Populis Kapitalis

Rut Sri Wahyuningsih, telisik indonesia
Minggu, 26 Oktober 2025
0 dilihat
Stimulus Ekonomi, Arah Kebijakan Populis Kapitalis
Rut Sri Wahyuningsih, Institut Literasi dan Peradaban. Foto: Ist.

" Program ini menyasar lulusan Diploma (D1-D4) dan Sarjana (S1) yang lulus dalam maksimum 1 tahun terakhir "

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban

PROGRAM Pemagangan Nasional telah diluncurkan 15 Oktober 2025 lalu, antusias perusahaan sangat besar,  tercatat ada  451 perusahaan mengajukan diri sebagai penyelenggara pemagangan untuk 1300 posisi yang diajukan dan 6000an calon pemagang (kemnaker.go.id, 5-10-2025).  

Tahap pertama, sebanyak 20 ribu lulusan baru perguruan tinggi akan menjalani program Magang Nasional selama 6 bulan (15 Oktober 2025 - 15 April 2026) dan akan dibuka kembali pendaftaran gelombang kedua pada November 2025 dengan peningkatan kuota menjadi 80.000 peserta magang.

Sekjen Kemnaker Cris Kuntadi menjelaskan Magang Nasional merupakan bagian dari Paket Ekonomi 8+4+5 2025 (Quick Win) yang diluncurkan oleh Kemenko Perekonomian atas arahan Presiden Prabowo Subianto dan persetujuan DPR. Program ini menyasar lulusan Diploma (D1-D4) dan Sarjana (S1) yang lulus dalam maksimum 1 tahun terakhir.  

Paket Ekonomi 8+4+5 2025 (Quick Win) sendiri  adalah program stimulus ekonomi pemerintah yang terdiri dari 8 program akselerasi tahun 2025, 4 program yang dilanjutkan ke 2026, dan 5 program penyerapan tenaga kerja. Program ini diluncurkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, menjaga daya beli, serta memperluas kesempatan kerja, dengan alokasi dana sekitar Rp16,23 triliun dari APBN 2025.  

Sedangkan tujuan Magang Nasional  untuk mengenalkan dunia kerja, meningkatkan kompetensi terkait bidang keilmuannya, dan memberikan pengalaman kerja sehingga memiliki peluang untuk bisa bekerja. Mereka yang lolos,  akan memperoleh fasilitas berupa uang saku (setara upah minimum) dibayar pemerintah yang disalurkan langsung ke peserta magang melalui Bank Himbara.

Peserta Magang Nasional juga mendapat fasilitas jaminan sosial yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JM) yang juga  dibayar Pemerintah. Ada Mentor dari perusahaan, dan perusahaan wajib  memberikan laporan kemajuan magang setiap bulan kepada Kemnaker.

Selain Program Magang Nasional, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga mengumumkan pemerintah memberikan paket stimulus ekonomi dengan menambah jumlah penerima bantuan langsung tunai (BLT) (antaranews.com, 17-10-2025).  

Baca Juga: Paradoks di Garis Ekuator, Defisiensi Vitamin D Melanda Indonesia

Sesuai perintah Presiden Prabowo, untuk menambah jumlah penerima bantuan langsung tunai (BLT) sebanyak dua kali lipat menjadi 35.046.783 keluarga penerima manfaat (KPM) pada Oktober, November dan Desember 2025. Sebagai informasi, tambahan BLT ini di luar BLT reguler yang telah disalurkan Kementerian Sosial setiap bulannya sebesar 20,88 juta KPM melalui Program Keluarga Harapan dan bantuan sembako.

Kebijakan Populis Kapitalis

Quick Win dipilih pemerintah guna mempercepat pertumbuhan ekonomi. Harapannya, stimulus ekonomi berupa BLT dan Magang Nasional, mampu menjadi solusi. Namun sayang, pemerintah masih mengedepankan  asas manfaat dan  tidak menyentuh akar masalah samasekali.  

Magang Nasional seolah menjadi jalan ninja para fresh graduate mendapatkan pekerjaan, namun itu bukan tanpa syarat. Salah satunya minimal setahun setelah kelulusan. Dan jelas ini bukan cara yang tepat penyediaan pekerjaan, melainkan kompetisi yang tidak adil. Kesempatan kerja diberikan  mengapa hanya untuk yang fresh graduate? Masih disyaratkan mereka yang lolos seleksi, bagaimana yang tidak? Sedangkan angka pengangguran tahun ini sudah mencapai 7,28 juta jiwa per Februari 2025, atau 4,76?ri total angkatan kerja. Angka ini merupakan peningkatan dibandingkan Februari 2024 dan menjadikan Indonesia memiliki tingkat pengangguran tertinggi di ASEAN (tempo.id, 16-8-2025).

Jumlah pengangguran itu bukan sekadar angka, tapi manusia yang punya hak dan kewajiban terhadap keluarganya. Siapa yang memikirkan masa depan mereka jika bukan negara? Bagaimana pertumbuhan ekonomi akan meningkat, jika mereka yang wajib pajak tidak mendapatkan pekerjaan apalagi gaji yang layak? Bagaimana pula tidak terjadi ketimpangan, karena mereka tak punya pendapatan pasti, sementara biaya hidup yang tinggi terus mengancam?

Kesalahan membaca persoalan, jelas akan menuju pada kesalahan memberikan solusi. Problem mendasar negeri ini bahkan global adalah kemiskinan dan pengangguran, jelas tidak akan selesai dengan BLT dan Magang Nasional. Selain karena BLT nominalnya kecil, juga diperuntukkan kebutuhan maksimal 3 bulan ke depan. Setelahnya bagaimana? Masih akan menjadi beban negara, sebab rakyat tetap sulit mendapatkan pekerjaan.  

Apalagi jika  tidak ada upaya pemerintah untuk pembangunan di aspek lainnya, semisal untuk dukungan industri lokal dengan stop kebijakan impor, selama ini guling tikarnya sektor industri kita karena tak mampu bersaing dengan produk luar negeri yang bebas pajak sebagai akibat adanya perjanjian perdagangan bebas.

Bagaimana pula pemerintah yang mendukung secara riil sektor pertanian, juga dengan menghentikan kebijakan impor, memajukan teknologi pertanian, dan jaminan setiap produknya untuk ketahanan pangan dan bukan sekadar memenuhi stok retail besar. Juga memangkas jalur distribusi lebih sederhana dengan prioritas rakyat mampu mengakses dan bukan membiarkan praktik mafia harga dan penimbunan barang beraksi.  

Dan masih banyak lagi pekerjaan rumah pemerintah. Apalah artinya solusi yang bersifat praktis-pragmatis ala kapitalisme sekuler. Bahkan bisa dibilang populis, hanya meredam kegelisahan rakyat, namun soal jaminan, zonk! APBN berkali-kali terkoyak karena pembiayaan proyek ambisius dan tidak relate dengan kemaslahatan umat. Seperti misal proyek kereta cepat Whoss, program MBG yang mengalahkan anggaran pendidikan, dana reses DPR yang naik berkali-kali lipat dan lain sebagainya.  

Islam Hadirkan Rekontruksi Ilahi

Maka yang dibutuhkan adalah paradigma politik dan ekonomi yang baku agar bisa menjadi solusi hilangnya kemiskinan dan pengangguran. Tidak ada pilihan lain selain syariat Islam. Bukan tanpa alasan jika menyodorkan solusi Islam, sebab pada faktanya Islam bukan hanya sebagai pengatur ibadah hambaNya, tapi juga sistem hidup dan kehidupan, yang Allah berikan bagi seluruh manusia.  

Jika disandarkan pada manusia, jelas akan hancur dan terjadi bencana sebagaimana hari ini, namun jika disandarkan kepada Allah Sang Pencipta dan Pemilik alam semesta beserta isinya, Zat yang tidak memiliki kepentingan terhadap manusia jelas akan membawa berkah.  

Baca Juga: Gaza Tidak Butuh Solusi Dua Negara

Islam memberikan pemahaman bahwa negara adalah pelayan masyarakat, yang memiliki kewajiban menjamin semua kebutuhan dasar masyarakat per individu mulai kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Imam/Khalifah adalah penggembala (raa'in), dan dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya." (HR. Bukhari dan Muslim).  

Pemenuhan kebutuhan itu terbagi dalam dua mekanisme, langsung dan tidak langsung. Langsung dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Negara wajib menyediakan baik pembangunan gedungnya, menyediakan dokter dan tenaga kesehatannya, teknologi dan penelitian terkini, sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pendidikan, kesehatan dan keamanan.  

Sedangkan mekanisme tidak langsung, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan, pelatihan, modal yang memungkinkan setiap ayah atau pria baligh mampu melaksanakan kewajibannya memberi nafkah kepada keluarganya berikut memberikan tempat tinggal dan pakaian yang layak. Maka, ini mengharuskan negara menerapkan Sistem Ekonomi Islam. Bukan hanya memiliki sebutan syariah, tapi benar-benar menjadikan negara sebagai wakil rakyat mengelola kekayaan alam yang berlimpah yang berstatus harta milik umum.  

Sekaligus melarang praktik-praktik haram lainnya seperti judi, riba, menimbun, mematok harga pasar dan lainnya. Sejarah panjang 1300 tahun lamanya membuktikan betapa sejahteranya manusia di bawah naungan syariat Islam yang direpresentasikan oleh Daulah Khilafah. Sebuah sistem negara dan pemerintahan yang dicontohkan oleh Rasulullah, dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin dan Khalifah-khalifah yang banyak selanjutnya hingga berakhir di Kekhilafahan Turki Ustmani.  

Sebagai seorang muslim, tentulah misi visi tertinggi adalah mengembalikan pengaturan kehidupan itu baik secara aspek politik, ekonomi dan sosial kepada Syariat Islam. Wallahualam bissawab. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Artikel Terkait
Baca Juga