Suku Moronene di Sultra Sudah Ada Sejak Zaman Prasejarah
Muhammad Israjab, telisik indonesia
Minggu, 19 April 2020
0 dilihat
Orang Suku Moronene yang tinggal di Pulau Kabaena dan di daratan Rumbia. Gambar dari buku Johannes Elbert, Sunda-Expedition, 1911 dan 1912. Foto: Ist.
" Para pakar antropologi berkeyakinan bahwa orang Moronene ini adalah penghuni pertama wilayah ini (Sultra). Mereka tergolong suku bangsa Proto Malayan (Melayu Tua) yang datang dari Hindia, pada zaman prasejarah atau zaman batu muda, kira-kira 2 ribu tahun sebelum Masehi.. "
KENDARI, TELISIK.ID - Suku Moronene merupakan suku yang kebanyakan mendiami wilayah Kabupaten Bombana (Dataran Sulawesi Tenggara dan Kepulauan Kabaena) Suku Moronene, adalah salah satu suku besar yang terdapat di Sulawesi Tenggara.
Para pakar antropologi berkeyakinan bahwa orang Moronene ini adalah penghuni pertama wilayah ini (Sultra). Mereka tergolong suku bangsa Proto Malayan (Melayu Tua) yang datang dari Hindia, pada zaman prasejarah atau zaman batu muda, kira-kira 2 ribu tahun sebelum Masehi.
Namun sekitar abad 18, mereka tergusur oleh semakin berkembangnya penduduk atau suku lain yang juga menghuni wilayah ini.
Istilah “moronene” berasal dari kata “moro” yang berarti “serupa” dan “nene” yang berarti “pohon resam”. Pohon Resam adalah sejenis tanaman paku (pakis), yang banyak ditemukan di daerah ini. Kulit batangnya bisa dijadikan tali, sedangkan daunnya adalah pembungkus kue lemper.
Resam hidup subur di daerah lembah atau pinggiran sungai yang mengandung banyak air. Daerah pemukiman suku Moronene biasanya di daerah yang banyak kawasan sumber air.
Baca juga: Corona Merampas Impian Gadis itu ke Negeri Sakura
Pada awalnya, Suku Moronene adalah bangsa nomaden, yang selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, hingga akhirnya mereka menetap di kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
Sebuah peta yang dibuat oleh pemerintah Belanda pada tahun 1820 sudah tercantum nama Kampung Hukaea sebagai kampung terbesar suku Moronene, yang saat ini wilayah pemukiman mereka ini masuk dalam areal Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
Kampung pemukiman suku Moronene ini tersebar di beberapa kabupaten di Sulawesi Tenggara termasuk Kota Kendari, mereka mengungsi dan bermigrasi akibat gangguan keamanan sekitar tahun 1952-1953.
Kampung Hukaea, Laea, dan Lampopala, bagi orang Moronene disebut sebagai Tobu Waworaha atau perkampungan tua bekas tempat tinggal para leluhur mereka.
Dalam pergaulan sehari-hari dijumpai bahwa pada umumnya masyarakat suku Moronene itu peramah, muda menghormati yang tua, suka menjalin persahabatan.
Beberapa istilah sopan santunnya antara lain Ampadea. berlaku sopan, contoh bila orang tua sedang berbicara, anak-anak tidak boleh ikut campur atau tidak ikut berbicara.
Baca juga: Social Distancing dan Dilematika Mahasiswa Rantau
Setiap berkunjung ke Bombana, ada beberapa tempat menarik yang perlu dikunjungi. Salah satunya desa adat Hukaea Laea Kecamatan Lantari Jaya. Di desa ini, warganya masih memegang teguh adat istiadat.
Sesuatu yang unik di desa itu adalah sistem kekerabatan. Para wanita di Desa Hukaea ini diperbolehkan hanya bisa menikah dengan pria yang tinggal di lingkungan desa mereka. Jika diketahui ada wanita yang menikah dengan pria dari luar Desa Adat Hukaea Laea, maka tidak diizinkan tinggal di kampung adat tersebut sehingga harus keluar kampung.
Namun anehnya, itu cuma berlaku bagi wanita. Sedangkan pria diberikan kebebasan untuk mencari wanita, baik yang berasal dari Desa Adat Hukaea Laea maupun yang berasal dari luar desa.
Reporter: Muhammad Israjab
Editor: Sumarlin