Social Distancing dan Dilematika Mahasiswa Rantau

Siswanto Azis, telisik indonesia
Minggu, 19 April 2020
0 dilihat
Social Distancing dan Dilematika Mahasiswa Rantau
Dilema mahasiswa di saat harus memilih apakah tetap tinggal di Kota Kendari meskipun pihak kampus meniadakan perkuliahan tatap muka, atau pulang kampung dengan resiko terpapar COVID-19 di perjalanan dan menularkannya kepada keluarga. Foto: Ilustrasi

" Untuk saat ini, saya dan rekan-rekan memilih untuk menunda beberapa program kerja yang melibatkan banyak massa. Pelayanan di fakultas juga sudah mulai dilakukan secara daring. Hal ini mengacu pada surat edaran rektor. "

KENDARI, TELISIK.ID - Penderita COVID-19 memperlihatkan peningkatan setiap harinya. Sesuai data Satgas Penanganan COVID-19, per 20 April 2020, di Indonesia tercatat 5.923 kasus positif, 535 orang di antaranya telah meninggal dunia.

Untuk daerah Sulawesi Tenggara, data dari laman resmi Pemerintah Sulawesi Tenggara, per 20 April 2020, tercatat 27 kasus positif, 21 kasus sembuh Orang Dalam Pantauan (ODP) 283 kasus, 99 kasus Orang Tanpa Gejala (OTG) dan 14 kasus Pasien dalam Pengawasan (PDP).

Berbagai hal dilakukan untuk meminimalisasi penyebaran virus ini. Salah satu yang tengah dilakukan adalah gerakan #dirumahaja, yaitu dengan menghindari bertemu dengan banyak orang dan berdiam diri di rumah. Social distancing ini dinilai efektif untuk mengurangi penularan virus.

Kebijakan social distancing ini berdampak pada berbagai aspek. Salah satunya dalam bidang pendidikan. Perguruan tinggi mengubah metode belajar yang semula secara tatap muka menjadi daring atau online. Kebijakan ini pun merambat dan mempengaruhi aktivitas kampus lainnya, seperti kegiatan organisasi dan kegiatan kemahasiswaan lainnya.

“Untuk saat ini, saya dan rekan-rekan memilih untuk menunda beberapa program kerja yang melibatkan banyak massa. Pelayanan di fakultas juga sudah mulai dilakukan secara daring. Hal ini mengacu pada surat edaran rektor,” jelas Basodin, Dekan Fakultas Hukum, Universitas Sulawesi Tenggara.

Kebijakan tersebut tentunya juga membuat mahasiswa berbondong-bondong untuk pulang kampung. Pulang memang menjadi hal yang dinantikan bagi mahasiswa. Selain dikarenakan kuliah yang bisa dilaksanakan tanpa tatap muka, selain itu rasa aman dan nyaman di rumah menjadi alasan terkuat bagi beberapa mahasiswa untuk pulang kampung. Hal ini dibenarkan oleh Kasran Silondae, salah satu mahasiswa Universitas Sulawesi Tenggara saat berbincang dengannya melalui telepon.

“Karena saya merasa aman  kalau di rumah saja. Selain itu, jika sakit ada yang urus. Meskipun saya pulang, saya tetap melaksanakan social distancing. Pulang bukan berarti lalai. Saya ragu untuk pulang, karena belum ada kejelasan informasi,” keluh Kasran, Minggu (19/4/2020).

Baca juga: Sekeluarga Penumpang KM Lambelu asal Buteng Diserang Flu dan Batuk

Berbeda dengan Hasniati, dia selalu berkoordinasi dengan dosen pengampuh terkait jadwal perkuliahan daring. Tanggung jawabnya sebagai mahasiswa membuat ia lebih memilih tetap di Kendari.

“Saya sebagai mahasiswa harus selalu mengikuti kebijakan kampus, jadi saya memutuskan untuk menyelesaikannya terlebih dahulu. Tapi sebagai mahasiswa rantau, jujur saya juga ingin pulang,” ujarnya.

Selain dua alasan sebelumnya, Hasniati memiliki keraguan lain. Perjalanan yang akan ditempuhnya menuju kampung halaman menurutnya cukup berisiko yakni di Labupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. Bisa jadi di perjalanan ia terpapar virus corona, dan malah menjadi penular di tengah-tengah keluarganya.

Namun jika tidak pulang, ia mengaku takut jika nantinya kebijakan lockdown diberlakukan  di Sulawesi Tenggara hingga masa darurat yang ditetapkan BNPB.

Dalam artian tentunya ia tidak bisa bertemu keluarganya, terutama saat lebaran, jika kebijakan tersebut benar dilakukan nantinya oleh pemerintah pusat melalui Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.

“Mungkin saya lebih menunggu waktu yang tepat saja, sih, untuk pulang,” tambah Hasniati.

Saya telah berbincang dengan salah satu teman saya perawat rumah sakit Kendari melalui telepon, untuk mengkaji hal ini dari sisi medis. Beliau mengatakan, akan lebih baik jika mahasiswa rantau untuk tetap berada di Kendari. Pulang ke kampung halaman menurutnya memiliki risiko yang lebih tinggi.

Hal ini menimbang saat di perjalanan, kita tidak tau akan bertemu siapa, dan menyentuh apa saja. Bisa jadi pula kita sudah terinfeksi virus, lalu menularkannya pada orang-orang di rumah. Namun, hal ini juga tidak menjadi standar bahwa mahasiswa rantau tidak boleh pulang sama sekali.

“Selama bisa menjamin diri dan merasa safety ya, tidak apa-apa. Toh, saya juga tau bagaimana rasanya jadi anak kos,” ujarnya, menutup perbincangan.

 

Reporter: Dul

Editor: Rani

Baca Juga