UKT Perguruan Tinggi Negeri Makin Mencekik, Kemendikbudristek: Kuliah Tidak Wajib Itu Tersier

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Jumat, 17 Mei 2024
0 dilihat
UKT Perguruan Tinggi Negeri Makin Mencekik, Kemendikbudristek: Kuliah Tidak Wajib Itu Tersier
Gelombang mahasiswa berdemonstrasi terkait mahalnya UKT. Foto: Repro Detik.com

" Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Tjitjik Sri Tjahjandarie, memberikan penjelasam terkait uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi yang kian mahal "

JAKARTA, TELISIK.ID - Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Tjitjik Sri Tjahjandarie, memberikan penjelasan terkait uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi yang kian mahal.

Dia menyebut, biaya kuliah harus dipenuhi oleh mahasiswa agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu.

Tjitjik menjelaskan bahwa pendidikan tinggi di Indonesia belum bisa gratis seperti di negara lain. Karena, bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) belum bisa menutup semua kebutuhan operasional.

Terkait banyaknya protes soal UKT, ia menyebut pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun.

Melansir cnnindomesia.com, pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya 12 tahun, yakni dari SD, SMP hingga SMA. "Dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan," kata Tjitjik, Rabu (16/5/2024).

"Siapa yang ingin mengembangkan diri masuk perguruan tinggi, ya itu sifatnya adalah pilihan, bukan wajib," imbuhnya. Tjitjik menjelaskan, pemerintah fokus untuk memprioritaskan pendanaan pada pendidikan wajib 12 tahun. Perguruan tinggi tidak masuk prioritas karena masih tergolong pendidikan tersier.

"Apa konsekuensinya karena ini adalah tertiary education? Pendanaan pemerintah untuk pendidikan itu difokuskan, diprioritaskan, untuk pembiayaan wajib belajar," ujarnya.

Baca Juga: Bayar Biaya Pendidikan Kini Bisa Gunakan BRImo, Simak Caranya

Namun, Tjitjik mengklaim pemerintah tidak lepas tangan dan tetap memberikan pendanaan melalui BOPTN. Namun, besarannya tidak bisa menutup Biaya Kuliah Tunggal (BKT), sehingga sisanya dibebankan pada setiap mahasiswa lewat UKT.

Mahasiswa dibebankan bayaran kuliah sesuai kemampuan ekonominya. karenanya, dalam UKT terdapat beberapa golongan. Kemendikbudristek telah menetapkan Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi di PTN Kemendikbudristek.

Kelompok UKT 1 sebesar Rp 500 ribu dan UKT 2 sebesar Rp 1 juta menjadi standar minimal yang harus dimiliki PTN. Selebihnya, besaran UKT ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi. Tjitjik membantah saat ini ada kenaikan UKT. Menurutnya, bukan UKT-nya yang naik, tetapi kelompok UKT-nya yang bertambah.

"Ini sebenarnya secara prinsip bukan kenaikan UKT. Tetapi penambahan kelompok UKT," kata Tjitjik.

Sementara melansir nasional.tempo.co.id, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia atau BEM SI telah melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi X DPR RI, Kamis (16/5/2024), mengenai Uang Kuliah Tunggal atau UKT mahal yang dikeluhkan mahasiswa.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengatakan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek harus mengevaluasi sekaligus memperbaiki tata kelola kebijakan pembiayaan UKT. Dia menegaskan bahwa pendidikan adalah hak anak bangsa tanpa memandang status ekonomi dan sosial.

“Kami mendesak Kemendikbudristek memberi solusi dengan memperbaiki tata kelola pembiayaan pendidikan di perguruan tinggi. Jangan sampai (kenaikan UKT) membebani mahasiswa, sampai tidak mampu kuliah lagi," ujar Fikri dalam RDPU di Gedung Nusantara I, Kompleks DPR Senayan, Jakarta Pusat.

Politisi Fraksi PKS itu juga mengingatkan untuk mempertajam pengawasan kebijakan pendidikan tinggi.

“Hal ini menjadi sorotan demi menjaga mutu pendidikan perguruan tinggi agar tetap berimbang serta berkualitas,” kata Fikri.

Fikri pun berharap pemerintah melalui Kemendikbudristek dapat memperbesar kuota beasiswa, baik jalur tidak mampu dan prestasi. “Beasiswa ini bisa menjadi opsi membantu menyelamatkan mahasiswa supaya tetap bisa melanjutkan kuliah,” ujarnya.

Baca Juga: Intip Besaran Gaji ke-13 PNS, PPPK dan Pensiunan Tahun 2024

Namum, Koordinator Pusat Badan BEM SI Herianto mengatakan, pihaknya bakal mengeskalasikan gerakan di jalanan jika tidak ada itikad baik dari hasil audiensi hari ini. “Maka dari itu kami dari aliansi BEM SI akan terus mengawal sampai tuntas,” ucapnya.

Menurut Herianto, para mahasiswa dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia akan menggelar aksi unjuk rasa jika tidak ada hasil baik dari audiensi yang telah dilakukan.

“Kami berkomitmen akan bangun gerakan di depan DPR serentak dan puncak aksi depan kantor Kemendikbud,” ujarnya.

RDPU dihadiri oleh 18 orang perwakilan dari Aliansi BEM SI yang berasal dari sejumlah universitas. Di antaranya, Universitas Mataram, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Diponegoro, Universitas Yogyakarta, Institusi Teknologi PLN, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Riau, Universitas Bengkulu, dan Universitas Sebelas Maret.

Salah satu permasalahan yang disampaikan oleh Aliansi BEM SI kepada Komisi X DPR RI adalah polemik implementasi Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024. Peraturan tersebut mengakibatkan biaya UKT yang dibebankan kepada mahasiswa semakin berat tanpa mempertimbangkan kemampuan finansial gaji orang tua. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga