Ulama Hadir Sebagai Penjaga Islam dan Kaum Muslimin
Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Jumat, 04 Desember 2020
0 dilihat
Muballigh Sultra, Muhammad Yasin, S.Pd, M.Pd. Foto: Ist.
" Keistimewaan ulama ini karena rasa takut mereka kepada Allah SWT. Itulah sifat yang paling menonjol di kalangan para ulama, selain keluasan dan kedalaman ilmu mereka. "
KENDARI, TELISIK.ID - Rasulullah SAW adalah nabi terakhir. Tidak ada nabi lagi setelah beliau. Tapi, bukan berarti risalah itu berakhir. Risalah Islam, warisan terbesar umat ini, tak akan pernah mati.
Muballigh Sulawesi Tenggara (Sultra), Muhammad Yasin menjelaskan, meski orang yang membawa Islam telah tiada, Nabi Muhammad SAW, tapi risalahnya yaitu syariat Islam bertahan hingga hari ini.
Sebab, kata dia, Nabi SAW telah memberikan amanah kepada para ulama, sebagai warasatul anbiya, pewaris nabi, untuk meneruskan dan menjaga Islam ini.
Sebagaimana hadist riwayat Abu Dawud dan at-Tirmidzi, bahwa Nabi SAW bersabda, "Sungguh para ulama itu adalah pewaris para nabi".
Merekalah orang-orang yang lurus dan tak takut kepada siapapun. Sebagaimana firman-Nya dalan surah Fathir ayat 28, bahwa, Sungguh yang takut kepada Allah di kalangan para hamba-Nya hanyalah para ulama.
Ayat ini secara kasatmata, Yasin melanjutkan, menyebutkan kedudukan ulama yang begitu istimewa di antara para hamba Allah SWT.
Baca juga: Doa Cinta agar Suami-Istri Harmonis
"Keistimewaan ulama ini karena rasa takut mereka kepada Allah SWT. Itulah sifat yang paling menonjol di kalangan para ulama, selain keluasan dan kedalaman ilmu mereka," katanya, Jumat (4/11/2020).
Maka, tambah dia, ulama sejati itu akan selalu berada di garda terdepan membela agama Allah, menjaga kemurnian Islam dan ajaran-Nya, mendidik masyarakat dengan syariah-Nya, meluruskan yang menyimpang dari petunjuk-Nya dan berteriak lantang terhadap berbagai kezaliman. Tanpa ada rasa takut sedikit pun akan risikonya.
Olehnya itu, tugas ulama adalah meluruskan yang bengkok, yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Tidak hanya terhadap masyarakat biasa, tapi bagi penguasa. Ketika penguasa menyimpang, ulama harus tampil ke depan meluruskan penyimpangan mereka. Ulama tidak bersikap lemah dan mendiamkam kemungkaran.
"Begitu pentingnya mengoreksi penguasa atau muhasabah lil hukam para ulama kepada penguasa, para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah telah menggariskan ketentuan dan adab ulama di hadapan para penguasa," pungkasnya.
Ada beberapa ketentuan dan adab ulama di hadapan para penguasa. Pertama, memberikan loyalitas hanya pada Islam. Tidak pernah gentar menghadapi kezaliman penguasa. Meski mungkin harus tersungkur mati di dalamnya.
Baca juga: Mengenal Cairan Putih Perempuan Perspektif Fikih
Sebagimana Muadz bin Jabal ra menuturkan bahwa Nabi SAW pernah bersabda, “Perhatikanlah, sungguh Alquran dan penguasa akan berpisah. Karena itu janganlah kalian memisahkan diri dari Alquran. Perhatikanlah, akan ada para pemimpin yang memutuskan perkara untuk kalian. Jika kalian menaati mereka, mereka menyesatkan kalian. Jika kalian membangkang kepada mereka, mereka akan membunuh kalian.”
Lalu, Muadz bin Jabal bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang mesti kami lakukan? Nabi SAW menjawab, “(Bersabar) seperti yang dilakukan para sahabat Isa bin Maryam as (meskipun) mereka digergaji dengan gergaji dan digantung di atas pohon. (Bagi mereka) mati dalam ketaatan lebih baik daripada hidup dalam maksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR ath-Thabarani).
Ketentuan dan adab kedua adalah, mengawal kekuasaan agar tetap berjalan di atas syariah Islam. Mengawal kekuasaan agar tetap sejalan dengan tuntunan Islam dan kepentingan kaum Muslim.
Sedangkan yang ketiga, menjadi garda terdepan dalam mengoreksi penguasa zalim. Ketika ulama berlaku lurus dan tegas kepada penguasa, hakikatnya mereka telah mencegah sumber kerusakan bagi masyarakat secara luas. Sebaliknya, tatkala mereka berlaku lemah kepada penguasa zalim, saat itulah mereka menjadi pangkal segala kerusakan.
Demikian sebagaimana dinyatakan oleh Hujjatul Islam Imam al-Ghazali rahimahulLâh berkata, Rusaknya rakyat disebabkan karena rusaknya penguasa. Rusaknya penguasa disebabkan karena rusaknya ulama. Rusaknya ulama disebabkan karena dikuasai oleh cinta harta dan ketenaran. (B)
Reporter: Fitrah Nugraha
Editor: Haerani Hambali