Kelaparan Masih Masalah Dunia, Indonesia?
penulis
Minggu, 27 November 2022 / 12:14 pm
Oleh: Besse Maessy Aulia Azis
Mahasiswi S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin Makassar
INDONESIA memiliki sumber daya alam yang melimpah, tetapi masalah kelaparan masih menjadi persoalan serius yang sulit ditangani.
Dibuktikan dengan penilaian menurut Global Hunger Index (GHI) tingkat kelaparan Indonesia menempati urutan ketiga tertinggi di Asia Tenggara pada 2021. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar sehingga pemerintah membutuhkan terobosan kebijakan yang dapat menyediakan pangan secara merata ke setiap orang.
Hal ini diperoleh melalui sumber bahan pangan yang ada dalam negeri dan dapat memaksimalkan kinerja ekspor pangan semiolahan atau olahan yang menjadi tujuan utama dalam mewujudkan terjaminnya setiap orang dalam mendapatkan pangan yang layak.
Saat ini pertumbuhan penduduk Indonesia semakin meningkat asal tahun ketahun terbukti data Badan Pusat Statistik merilis bahwa angka pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2018 mencapai 260 juta jiwa.
Kelaparan didefinisikan sebagai kondisi hasil dari kurangnya konsumsi pangan kronik. Dalam jangka panjang, kelaparan kronis berakibat buruk pada derajat kesehatan masyarakat dan menyebabkan tingginya pengeluaran masyarakat untuk kesehatan.
Tantangan untuk mencapai ketahanan pangan global berkelanjutan cukup berat. Masalah gizi diperkirakan masih menjadi persoalan besar di dunia. Sekitar 800 juta orang terutama anak-anak menderita kurang gizi kronis.
Ketahanan pangan rumah tangga menentukan status gizi para anggotanya, atau dengan kata lain, kejadian masalah gizi tidak dapat dilepaskan dengan masalah ketahanan pangan.
Prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan atau Prevalence of Undernourishment (PoU) adalah estimasi proporsi dari suatu populasi tertentu, dimana konsumsi energi biasanya sehari-hari dari makanan tidak cukup untuk memenuhi tingkat energi yang dibutuhkan untuk hidup normal, aktif dan sehat, yang dinyatakan dalam bentuk persentase.
Walaupun undernourishment adalah kondisi individu, namun karena pertimbangan konsep dan data yang tersedia, indikator ini hanya dapat diaplikasikan untuk mengestimasi pada level suatu populasi atau kelompok individu, bukan pada level individu itu sendiri, sehingga indikator ini tidak tepat digunakan untuk mengidentifikasi individu mana dari populasi tersebut yang mengalami undernourished (ketidakcukupan konsumsi pangan).
Perlunya memperbaharui konsep food security menjadi Food Security and Nutrition. Ketahanan pangan akan dicapai jika tersedia pangan yang memadai (kuantitas, kualitas, keamanan, penerimaan sosial budaya) dan dapat diakses serta dimanfaatkan secara memuaskan oleh semua individu setiap saat untuk menjalankan kehidupan yang sehat dan bahagia.
Baca Juga: Cina, Malaikat Penyelamat Resesi RI
Permasalahan kelaparan di Indonesia memiliki tingkat urgensi yang berbeda-beda antar provinsi. Badan Pusat Statistik (2021) menyatakan bahwa pada tahun 2021, proporsi penduduk dengan asupan kalori minimum di bawah 1400 kkal/kapita/hari terendah dimiliki oleh provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu sebesar 1,65 persen.
Proporsi penduduk dengan asupan kalori minimum di bawah 1400 kkal/kapita/hari tertinggi dimiliki oleh Provinsi Maluku yaitu sebesar 29,06 persen. Dampak yang ditimbulkan jika pemenuhan hak pangan masih kurang dapat mengakibatkan rendahnya ketersediaan kalori dalam konsumsi per kapita atau bisa disebut rawan pangan.
Hal ini pun dapat mengganggu Lingkungan Kesehatan Masyarakat dan dapat meningkatkan tingginya angka stunting pada anak dan gizi buruk. Dalam dampak strategis indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat besar mengharuskan sering mengimpor produk bahan makanan untuk terjaminnya kebutuhan pangan bagi suatu negara.
Sehingga dalam waktu dekat Indonesia membutuhkan tambahan ketersedian pangan dan lahan pangan karena terus meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. Hak pemenuhan atas pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia sehingga negara memiliki kewajiban untuk menjamin ketersedian pangan yang layak dan cukup untuk penduduknya.
Dalam konvenan internasional hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya memaparkan bahwa negara wajib dalam mengakui hak yang mendasar dari setiap manusia untuk bebas dari adanya kelaparan baik secara individual atau personal maupun dengan terjalinnya kerjasama internasional.
Dengan mengusung tema "Mengubah Dunia Kita: Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan", SDGs yang berisi rencana aksi global untuk 15 tahun ke depan (berlaku sejak 2016 hingga 2030), salah satunya dengan mengakhiri kelaparan, SDGs berlaku bagi seluruh negara (universal).
Sehingga seluruh negara tanpa kecuali negara maju memiliki kewajiban moral untuk mencapai tujuan dan target SDGs yaitu mengakhiri kelaparan dan memastikan adanya akses bagi seluruh rakyat, khususnya mereka yang miskin dan berada dalam situasi rentan, termasuk bayi, terhadap pangan yang aman.
Bernutrisi dan berkecukupan sepanjang tahun, mengakhiri segala macam bentuk malnutrisi, mengatasi kebutuhan nutrisi untuk para remaja putri, ibu hamil dan menyusui dan manula lalu menggandakan produktivitas agrikultur dan pendapatan dari produsen makanan berskala kecil, khususnya perempuan, masyarakat adat, pertanian keluarga, peternak dan nelayan.
Termasuk melalui akses yang aman dan setara terhadap tanah, sumber-sumber produksi lainnya dan juga input, pengetahuan, layanan finansial, pasar dan kesempatan untuk mendapatkan nilai tambah dan lapangan kerja bukan pertanian, kemudian memastikan sistem produksi pangan yang berkelanjutan dan mengimplemantasikan paktek- praktek agrikultur yang tahan lama yang dapat menaikkan produktivitas dan produksi.
Untuk mengatasi kelaparan di Indonesia, suatu negara diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya yaitu dengan menyediakan dan memenuhi kebutuhan akan pangan setiap individu. Pada saat ini, pangan-pangan penduduk Indonesia dinilai masih kurang beragam, jumlahnya masih rendah, dan didominasi oleh pangan yang mengandung karbohidrat terutama dari padi-padian (beras).
Pola pangan lokal cenderung dilupakan yaitu banyak mengonsumsi pola beras dan pola mie, padahal pangan lokal di Indonesia seperti sagu, jagung, singkong, dan sebagainya memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan berasa dan mie.
Penganekaragaman atau diversifikasi konsumsi pangan bukan merupakan isu baru, tetapi sudah dikumandangkan sejak dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 Tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat (PMMR).
Maksud dari instruksi ini adalah untuk lebih menganekaragamkan jenis dan meningkatkan mutu gizi makanan rakyat, baik kuantitas maupun kualitasnya sebagai usaha penting bagi pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, material, dan spiritual.
Kebijakan dan strategi program diversifikasi pangan dilaksakan dengan tujuan untuk menyadarkan masyarakat agar bersedia dan sesuai dengan kemampuannya, melaksanakan kegiatan diversifikasi pangan dan untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan pangan impor dengan cara mengembangkan produk makanan yang berasal dari pangan lokal.
Pangan lokal merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketahanan pangankarena mampu memenuhi empat aspek dalam unsur ketahanan pangan yaitu (a) dari sisi produksi, bahan pangan lokal tumbuh tersebar dan cukup melimpah di seluruh wilayah Indonesia sehingga dapat menjamin ketersediaannya, (b) sistem pangan lokal memiliki keterjangkauan yang lebih mudah karena sistem distribusi yang pendek.
(3) dari sisi kualitas terbukti bahwa bahan-bahan pangan lokal memiliki kandungan gizi tidak kalah dengan beras atau gandum, (d) pangan lokal tumbuh sesuai dengan agro ekologi setempat sehingga lebih menjamin keberlanjutan.
Dengan demikian negara wajib mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, serta pemenuhan konsumsi makanan relatif, aman, bermutu, serta bergizi seimbang, baik di tingkat nasional serta wilayah ke individu merata di Indonesia dengan memanfaatkan sumber daya, institusi, serta budaya lokal.
Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk yg besar serta kebalikannya mempunyai sumber daya alam dan sumber daya beragam pangan, Indonesia harus bisa memenuhi kebutuhan pangan itu secara berdaulat serta mandiri buat tercapainya ketahanan makanan yang memadai.
Dan negara harus memberikan perannya untuk memenuhi hak bebas dari kelaparan dengan meningkatkan cara produksi, konservasi, dan distribusi pangan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan memanfaatkan sumber daya alam secara efisien.
Oleh karena itu hak warga negara dalam mendapatkan jaminan hak bebas dari kelaparan pentingnya aspek pemanfaatan pangan menggarisbawahi bahwa ketahanan gizi tidak dapat dipisahkan dengan ketahanan pangan. (*)