Konsolidasi Nasional di Tengah Pandemi
Penulis
Minggu, 22 Agustus 2021 / 10:02 am
Oleh: Dr. Usmar, SE, MM
Ketua LPM Universitas Moestopo (Beragama) Jakarta & Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN)
SEHARI menjelang perayaan kemerdekaan RI Ke-76 tahun pada tanggal 17 Agustus 2021, kita masih merasakan bagaimana dahsyatnya pandemi COVID-19 ini menyerang fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara bagi Indonesia.
Berbagai persoalan mendasar yang kita hadapi tersebut diantaranya adalah, sektor kesehatan, pangan dan pendidikan yang kemudian semuanya mengarah kepada persoalan ekonomi.
Dan yang makin membuat kita rapuh dalam menghadapi persoalan-persoalan tersebut adalah melemahnya fundamen kebersamaan sebagai sebuah komitmen berbangsa dan bernegara.
Berbagai kebijakan yang digulirkan pemerintah, meski telah dengan serius dilakukan dalam upaya mengatasi persoalan pandemi tersebut, tetapi masih terasa sangat timpang dalam dampak sisi sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Dan jika ini tidak segera di atasi akan semakin menebalkan garis distrust baik pada pemerintah maupun sesama anak bangsa.
Baca juga: The Power of Belief
Persoalan Bidang Kesehatan
Ketika terjadinya peningkatan masyarakat yang terpapar COVID-19, kita dapat melihat sekaligus merasakan kepanikan masyarakat karena sulitnya keluarga yang terdampak tersebut memperoleh oksigen untuk kerabatnya yang terpapar COVID-19 itu.
Selain itu berbagai obat yang dibutuhkan untuk mengatasi dan menyembuhkan orang yang terpapar COVID-19 ini sulit dan langka persediaannya di berbagai apotik yang dapat di akses masyarakat, dan itu sudah dibuktikan sendiri oleh Presiden Jokowi saat sidak di beberapa apotik di Bogor beberapa waktu lalu.
Teranyar, tanggal 15 Agustus 2021, Presiden Jokowi meminta menurunkan biaya PCR mandiri yang harus ditanggung masyarakat yang semula berkisar Rp 900 ribu agar turun menjadi pada kisaran Rp 450 ribu hingga Rp 550 ribu.
Dari kasus-kasus bidang kesehatan di atas ini, kita dapat menyimpulkan bahwa, persoalan mendasar yang harus diperbaiki pemerintah dalam bidang kesehatan terutamanya adalah Infrastruktur kesehatan dan regulasi bidang kesehatan.
Persoalan Bidang Pangan
Dalam bidang pangan di tengah pandemi ini, semakin menguatkan kita bahwa persoalan pangan yang harus kita benahi tidak hanya persoalan bagaimana pangan dapat kita cukupi dalam konteks ketahanan pangan (food security), tapi yang harus dibangun adalah bagaimana kita membangun kemandirian pangan (food independence) dan kedaulatan pangan (food sovereignty).
Hal ini dapat kita lihat, ketika dalam menghadapi pandemi COVID-19, banyak negara yang memprioritaskan tentang kebutuhan barang-barang pangan untuk kebutuhan negara mereka sendiri dan melarang menjualnya ke luar negaranya.
Seperti yang pernah dilakukan oleh India, Thailand dan Vietnam untuk beras. Dan kebetulan negara-negara tersebut memang menjadi tempat kita sering melakukan pembelian saat mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Baca juga: Persatuan dan Stigma Negatif Pasien COVID-19
Persoalan Bidang Pendidikan
Dalam situasi darurat pandemi COVID-19 yang terjadi sat ini, berdasarkan data dari Yusra Tebe, Konsultan Nasional Pendidikan lebih dari 60 juta siswa di Indonesia tidak bisa bersekolah, dengan rinciannya sbb: - 28 juta pelajar SD, - 13 juta pelajar SMP, - 11 juta pelajar SMA atau sederajat
Untuk mengatasi persoalan tidak bisa bersekolah tersebut bagi pelajar siswa SD, SMP dan SMA sederajat, adalah dengan melakukan pembelajaran secara daring. Hanya saja yang menjadi masalah adalah ketersediaan jaring internet yang memadai untuk seluruh wilayah di Indonesia belum merata, bahkan ada beberapa wilayah yang jaringan listrik pun belum ada.
Sehingga persoalan mengatasi tidak bisa bersekolah ini, belum dapat maksimal. Dan permasalahan ini semakin lengkap, karena saat ini belum tersedianya kurikulum yang telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi darurat pandemi ini.
Bahkan jika pun mungkin ada, belumlah di implementasikan sebagaimana mestinya. Karena masih banyak kita lihat yang terjadi adalah seolah hanya memindahkan dari sekolah tatap muka diganti dengan menggunakan media teknologi komunikasi semata.
Dan persoalan-persoalan di atas, baik itu persoalan kesehatan, persoalan pangan dan persoalan pendidikan juga akan menjadi persoalan ekonomi masyarakat, yang pada akhirnya akan berdampak pada persoalan-persoalan berbangsa dan bernegara lainnya.
Baca juga: Nakes Ambyar, Kesehatan Buyar?
Titik Awal Konsolidasi Nasional
Untuk mengatasi persoalan pandemi COVID-19 dan dampaknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak ada pilihan lain, kecuali kita kembali melakukan konsolidasi nasional sebagai solusi penyelesaiannya.
Dengan kebersamaan, kita membangun kekuatan untuk mengatasi dan menyingkirkan keinginan dari elemen yang mencoba mencari keuntungan dalam duka pandemi ini, baik itu keuntungan secara politik maupun keuntungan secara ekonomi.
Konsolidasi yang dibangun dalam masa pandemi ini, mestilah seperti kita menegakkan benang basah, dimana untuk menegakkannya haruslah dari atas.
Karena itu upaya yang harus dilakukan adalah memulainya dari Presiden Jokowi, mengajak para mantan presiden dan mantan wakil presiden, ketua MPR RI, ketua DPR RI, ketua DPD RI, serta mantan ketua MPR RI dan mantan ketua DPR & DPD RI, serta ketua dan mantan ketua lembaga tinggi negara yang lainnya.
Kemudian dilanjutkan dengan melakukan ajakan kepada berbagai ketua Ormas bidang kesehatan, Ormas bidang keagamaan, Ormas bidang pendidikan, Ormas bidang kepemudaan, Ormas bidang hukum, Ormas bidang media massa, dan sebagainya yang dianggap relevan dan terpenting keberadaan legalitasnya memang tak bermasalah.
Dari konsolidasi nasional ini, kita dapat berharap persoalan menghadapi pandemi ini, dapat terurai dan diatasi dengan baik. Dan sekaligus langkah ini dapat meminimalisasi elemen-elemen yang memang tak berniat menyelesaikan persoalan untuk kepentingan bersama bangsa Indonesia di luar kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Sebab, kendati berbagai cara yang dilakukan dengan maksud baik oleh pemerintah, tapi jika belum terbangun konsolidasi, tetap akan terjadi distorsi pada level penegak aturan, maupun masyarakat dalam memaknai dan menanggapi kebijakan yang dikeluarkan.
Dari sisi pelaksana regulasi, karena mungkin terlalu bersemangat, sehingga implementasi anjuran dan ajakan kesadaran mengatasi pandemi, dapat bergeser menjadi pemaksaan dan intimidasi.
Sedangkan dari sisi masyarakat yang sudah terkena dampak secara ekonomi, akan memaknai itu, sebuah langkah dan kebijakan memaksa yang tak bijak. Dan ini berpotensi ikut menebalkan garis distrust yang kita sebutkan di awal tadi.
Karena itu momen terbaiknya untuk konsolidasi yang tak tergantikan dalam situasi saat ini, adalah momentum perayaan kemerdekaan RI Ke-76, di bulan Agustus 2021 ini. Sehingga harapan kita bersama dapat menutup tahun ini di bulan Desember 2021, tidak seperti judul sebuah lagu “Desember Kelabu”. (*)