3 Rumus Mendidik Anak ala Ali Bin Abi Talib

Haidir Muhari, telisik indonesia
Sabtu, 20 Maret 2021
0 dilihat
3 Rumus Mendidik Anak ala Ali Bin Abi Talib
Ilustrasi orang tua mendidik anak. Foto: Repro timesindonesia.co.id

" "

KENDARI, TELISIK.ID - Anak adalah anugerah sekaligus amanah dari Allah. Olehnya, ia harus dididik dan dijaga sebaik mungkin.

Sebagai anugerah karena anak adalah kebanggaan orang tua. Di sisi lain juga ia, orang tua punya peran besar dalam meletakkan dasar-dasar kepribadian kepada anak.

Setiap hari anak tumbuh dan berkembang. Anak bukan seperti meja atau benda mati lainnya. Tumbuh secara fisik dan berkembang secara psikologi, kesadaran, dan lainnya.

Dalam Islam seorang anak mesti dididik dan dibekali dengan akidah, pengamalan ibadah, pengenalan akhlak mulia. Olehnya itu orang tua mesti menjadi role model atau uswatun hasanah untuk anak-anaknya.

Semua itu karena memang orang tua menjadi pemegang kunci utama dalam meletakkan dasar-dasar kepribadian anak. Berikut ini rumus mendidik anak ala Ali Bin Abi Talib.

Ali Bin Abi Talib adalah Khalifah Islam ke-4, sekaligus suami dari putri kesayangan Rasulullah SAW, Fatimah Az-Zahra. Beliau adalah ayah dari dua penghulunya pemuda di syurga, Hasan dan Husain.

Berikut ini rumus mendidik anak menurut Ali Bin Abi Thalib yang dilansir dari Farah.id. Rumus pendidikan anak ini disesuaikan dengan perkembangan usia anak.

1. 7 Tahun Pertama (0-7 tahun)

Pada tujuh tahun pertama, menurut Ali Bin Abi Talib, anak diperlakukan layaknya seorang raja. Ia mesti dilayani dengan sepenuh hati dan ketulusan.

Perasaan berharga ini akan berdampak baik pada tumbuh kembang dan perilaku anak di masa mendatang. Masa-masa ino juga dikenal dalam psikologi perkembangan sebagai the golden age.

Baca Juga: Istri Wajib Tahu, Ini 4 Kebutuhan Suami

Jika anak memanggil, disarankan Bunda langsung menjawab dan menghampiri saat si kecil. Walaupun sedang ada kesibukan. Hal ini akan menstimulasi anak akan berperilaku sama di masa mendatang.

Bunda juga disarankan untuk tidak bosan mengusap punggung anak sampai tertidur. Hal ini, kelak akan memicu kesadaran anak  memijat atau membelai punggung orang tua saat kelelahan atau sakit.

Ayah-Bunda juga penting untuk menahan emosi walaupun anak melakukan kesalahan sebesar apapun. Tindakan ini akan menjadikan anak untuk mampu menahan emosi saat adik atau temannya melakukan kesalahan padanya.

Berusahalah sekuat tenaga melayani dan menyenangkan hatinya, karena Insyaallah mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang menyenangkan, penuh kasih sayang, perhatian, dan bertanggung jawab.

2. 7 Tahun Kedua (8-14 tahun)

Tujuh tahun ke dua, perlakukan anak layaknya tawanan. Sebab di usia ini adalah saat yang tepat bagi seorang anak tahu akan hak dan kewajibannya.

Rasulullah Saw, mulai memerintahkan anak untuk salat wajib di usia 7 tahun. Beliau juga membolehkan orang tua memukul atau menghukum seperlunya ketika ia sudah berusia 10 tahun dan meninggalkan salat.

Perkenalkan dan ajarkan hal-hal yang terkait dengan hukum agama, baik yang diwajibkan maupun yang dilarang. Anak sudah beranjak balig, harus diajarkan hukum-hukum Islam.

Ayah-Bunda juga disarankan untuk memberikan hukuman dan hadiah atau pujian (reward and punishment), karena anak sudah bisa memahami arti tanggung jawab dan konsekuensi. Namun perlakuan pada setiap anak tidak harus sama, karena setiap anak itu memiliki kekhasan dan keunikan.

3. 7 Tahun Ketiga (15-21 tahun)

Di tujuh tahun ketiga, perlakukan anak sebagai sahabat. Di usia 15 tahun adalah usia umum anak menginjak akil balih. Jadi, posisikan diri sebagai sahabat dan beri contoh atau teladan yang baik seperti yang diajarkan Ali bin Abi Thalib RA.

Baca Juga: Sistem Pendidikan Terbaik di Dunia, Finlandia Dinobatkan Negara Paling Bahagia

Berbicaralah dari hati ke hati dan jelaskan bahwa ia sudah remaja dan beranjak dewasa. Jelaskan juga bahwa selain mengalami perubahan fisik anak juga akan mengalami perubahan mental, spiritual, sosial, budaya, dan lingkungan, sehingga sangat mungkin akan ada masalah yang harus dihadapi.

Berilah kebebasan dengan penuh tanggung jawab, karena anak perlu ruang agar tidak merasa terkekang. Awasi, tapi jangan bersikap otoriter. Iringi dengan doa untuk kebaikan dan keselamatannya. Dengan begitu, anak merasa penting, dihormati, dicintai, dihargai, dan disayangi. (C)

Reporter: Haidir Muhari

Editor: Fitrah Nugraha

TAG:
Artikel Terkait
Baca Juga