5 Tradisi Unik yang Hanya Ada di Indonesia
Adinda Septia Putri, telisik indonesia
Rabu, 15 Maret 2023
0 dilihat
Pertarungan daun pandan pada tradisi Mekare-kare, salah satu tradisi unik yang berasal dari Bali. Foto: Repro Kompas.com
" Pulau Dewata juga mempunyai kebudayaan yang sarat akan makna, salah satunya adalah tradisi Mekare-kare atau yang biasa disebut Upacara Perang Pandan dari Desa Tenganan, Karangasem "
KENDARI, TELISIK.ID – Indonesia merupakan salah satu negara yang rakyatnya punya beragam perebedaan, dari mulai agama, suku bangsa, bahasa, hingga etnis. Perbedaan itulah yang menjadikan banyak budaya yang berkembang.
Budaya dan adat istiadat yang berkembang tak jarang terdengar unik dan tak didapat di negara lain. Berikut Telisik.id merangkum beberapa budaya yang unik tersebut, dilansir dari Validnews.id dan Hypenews.id.
1. Tradisi Mekare-kare, Bali
Bali terkenal akan keindahan alamnya. Pulau Dewata itu juga mempunyai kebudayaan yang sarat akan makna, salah satunya adalah tradisi Mekare-kare atau yang biasa disebut Upacara Perang Pandan dari Desa Tenganan, Karangasem.
Upacara ini merupakan bentuk persembahan yang dilakukan sebagai penghormatan pada Dewa Indra, dewa perang dalam kepercayaan Hindu di Bali.
Upacara Mekare-kare biasanya dilakukan setiap tahun pada sasih kalima atau setiap sekitar bulan Juni dalam kalender Masehi. Umumnya, upacara akan diawali dengan memohon keselamatan dan kemudian dilanjutkan dengan pertarungan menggunakan daun pandan.
2. Tradisi Tabuik, Sumatera Barat
Tradisi ini berasal dari Kota Pariaman, Sumatera Barat. Tabuik diambil dari bahasa Arab yang artinya peti kayu. Secara simbolik, tradisi ini menggambarkan kebesaran Allah SWT yang membawa terbang jenazah Husein ke langit dengan buraq karena meninggal mengenaskan dalam Perang Karbala.
Baca Juga: Kebiasaan Suku Wanita Ini Suka Potong Payudara Sendiri, Alasan Tak Masuk Akal
Tradisi ini dilaksanakan secara besar-besaran, dimulai dari tanggal 1 Muharram hingga 15 Muharram. Dimulai dengan mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hingga hoyak tabuik.
3. Tradisi Bau Nyale, Nusa Tenggara Barat
Di Nusa Tenggara Barat terdapat tradisi unik menangkap cacing laut di sepanjang pantai Pulau Lombok. Tradisi ini dilakukan secara turun-temurun setiap tanggal 20 di bulan 10 pada penanggalan Suku Sasak atau sekitar bulan Februari pada kalender Masehi.
Dalam tradisi ini, ribuan orang menangkap cacing laut atau nyale yang dipercaya adalah jelmaan Putri Mandalika. Mandalika sendiri merupakan putri cantik yang menghanyutkan diri ke laut lepas supaya terhindar dari peperangan antar pangeran yang memperebutkan dirinya.
Tradisi Bau Nyale diselenggarakan di sepanjang pantai bagian selatan hingga ke timur. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, banyak atau tidaknya nyale yang muncul diyakini sebagai pertanda banyak tidaknya hasil panen para petani di tahun itu.
4. Tradisi Dugderan, Jawa Tengah
Memasuki bulan suci Ramadan, ada hal menarik yang dilakukan oleh warga Semarang dalam menyambut bulan ini. Mereka mempunyai tradisi unik yang disebut dugderan yang telah ada sejak masa kepemimpinan Bupati Kyai Raden Mas Tumenggung Purbaningrat.
Baca Juga: Deretan Mitos Gunung Merapi yang Penuh Misteri
Tradisi ini pada awalnya muncul akibat perbedaan pendapat masyarakat mengenai penetapan dimulainya Ramadan. Tradisi dugderan diawali dengan upacara dan penampilan para penari, lalu disusul oleh arak-arakan warak ngendog, atraksi warak ngendog, dan parade menuju Masjid Kauman Semarang atau Masjid Agung Jawa Tengah.
5. Tradisi Seba, Banten
Suku Badui dari Lebak, Banten ternyata memiliki tradisi unik yang jarang diketahui banyak orang lho, yakni upacara Seba. Upacara ini bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur atas hasil panen yang berlimpah kepada Yang Maha Kuasa, serta harapan akan keselamatan.
Upacara ini juga bisa diartikan sebagai kunjungan resmi masyarakat Badui setelah musim panen, dimana masyarakat BaduI menyerahkan hasil panen mereka ke bupati dan pemerintah menyerahkan bingkisan juga pada perwakilan masyarakat Badui. (C)
Penulis: Adinda Septia Putri
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS