5 Warisan Jokowi Bidang Ekonomi Sebelum Serahkan Tahta ke Prabowo

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Rabu, 07 Agustus 2024
0 dilihat
5 Warisan Jokowi Bidang Ekonomi Sebelum Serahkan Tahta ke Prabowo
Presiden Jokowi tak lama lagi akan mengakhiri masa kepemimpinannya. Foto: Instagram @jokowi

" Jokowi telah membawa ekonomi Indonesia melalui berbagai tantangan. Termasuk pandemi COVID-19, ketegangan geopolitik global, dan dinamika suku bunga bank sentral di berbagai negara "

JAKARTA, TELISIK.ID - Presiden Joko Widodo akan mengakhiri masa jabatannya sebagai Kepala Negara Indonesia pada Oktober 2024. Prabowo Subianto telah memenangkan Pemilihan Presiden pada Februari 2024, Tanah Air akan menyaksikan transisi kekuasaan, selama sepuluh tahun kepemimpinannya.

Jokowi telah membawa ekonomi Indonesia melalui berbagai tantangan. Termasuk pandemi COVID-19, ketegangan geopolitik global, dan dinamika suku bunga bank sentral di berbagai negara. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi tetap berada di kisaran lima persen, mencerminkan stabilitas tanpa mencapai target ambisius yang pernah dicanangkan.

Berikut adalah lima rapor ekonomi Jokowi menjelang akhir masa jabatannya, seperti dilansir dari CNBC Indonesia, Selasa (7/8/2024).

Pertumbuhan Ekonomi Betah di 5 Persen

Sepanjang hampir sepuluh tahun masa kepemimpinannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih stagnan di sekitar lima persen. Bahkan, target ambisius yang pernah diusung Jokowi saat kampanye pada 2014, yakni pertumbuhan tujuh persen, belum terwujud.

Baca Juga: 1883 Bal Pakaian Bekas Sitaan Kemendag Dibagikan Gratis untuk Produksi Bensin

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada 2015, ekonomi hanya tumbuh 4,8 persen, melambat dibandingkan 2014 yang mencapai 5,02 persen.

Pertumbuhan berangsur naik pada tahun-tahun berikutnya dengan puncaknya di 2018 sebesar 5,17 persen, namun tetap jauh dari target. Krisis pandemi COVID-19 pada 2020 menyebabkan kontraksi ekonomi hingga minus 2,07 persen. Meskipun pada 2021 dan 2022 pertumbuhan kembali positif, mencapai 3,7 persen dan 5,31 persen, namun pada kuartal II-2024 hanya mencapai 5,05 persen.

Inflasi Rendah Namun Deflasi Mengintai

Selama masa pemerintahannya, Jokowi berhasil menjaga inflasi pada tingkat yang stabil, sekitar tiga persen atau lebih rendah. Inflasi yang terjaga dengan baik ini merupakan hasil dari koordinasi yang ketat antara pemerintah pusat dan daerah dalam memantau harga-harga kebutuhan pokok.

Namun, di penghujung masa jabatannya, Indonesia mengalami deflasi selama tiga bulan berturut-turut. Pada Juli 2024, deflasi tercatat sebesar 0,18 persen, setelah sebelumnya juga mengalami deflasi pada Mei dan Juni. Deflasi ini menunjukkan adanya pelemahan daya beli masyarakat, yang merupakan tantangan baru bagi pemerintahan selanjutnya.

Nilai Tukar Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mengalami pelemahan signifikan selama masa kepemimpinan Jokowi. Pada Juni 2024, rupiah mencapai level terendahnya di Rp 16.400 per dolar AS, mendekati rekor terlemah sepanjang masa. Ketika Jokowi pertama kali menjabat pada 2014, nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp 12.030 per dolar AS.

Pelemahan rupiah terjadi di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu, termasuk kebijakan moneter ketat dari The Fed dan perang dagang antara AS dan China. Pandemi Covid-19 juga memperburuk situasi, dengan rupiah sempat anjlok hingga Rp 16.550 per dolar AS pada Maret 2020.

Pengangguran Turun di Tengah Maraknya PHK

Meski angka pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat, tingkat pengangguran di Indonesia menunjukkan tren penurunan selama masa pemerintahan Jokowi. Pada periode Januari-Mei 2024, tercatat 27.222 orang mengalami PHK, meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Namun, tingkat pengangguran nasional menurun dari 5,7 persen pada 2014 menjadi 4,82 persen pada Februari 2024. Sektor industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) menjadi yang paling terdampak PHK, namun kebijakan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja baru berhasil menekan tingkat pengangguran.

Baca Juga: Maju Pilkada Serentak 2024, 34 Pj Kepala Daerah Resmi Undur Diri

Penduduk Miskin Berkurang 3,06 Juta Orang

Selama satu dekade terakhir, jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan signifikan. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin turun sekitar 3,06 juta orang dalam sepuluh tahun terakhir. Pada Maret 2024, jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 25,22 juta orang, turun dari 27,54 juta orang pada Maret 2021.

Selain itu, infrastruktur juga mengalami perkembangan pesat. Pada periode 2015 hingga 2023, panjang jalan tol yang beroperasi meningkat sebesar 1.938 kilometer, sementara panjang jalan non-tol nasional meningkat 4.547 kilometer. Pemerintah juga membangun 37 bendungan baru dan meningkatkan kapasitas irigasi serta pembangkit listrik nasional, bersumber dari kontan.co.id.

Di sektor pendidikan, jumlah sekolah baru meningkat signifikan, termasuk 1.500 SD, 4.600 SMP, dan 3.600 SMA/SMK, yang turut meningkatkan angka partisipasi kasar di seluruh jenjang pendidikan. Program beasiswa LPDP juga mendukung putra-putri terbaik Indonesia untuk menempuh pendidikan di universitas terkemuka, dengan jumlah penerima beasiswa mencapai 45.496 orang hingga akhir 2023.

Dalam bidang kesehatan, prevalensi stunting menurun dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 21,5 persen pada 2023, dengan target mencapai 14 persen pada 2024. Tingkat kemiskinan juga turun signifikan dari 11,25 persen pada 2014 menjadi 9,36 persen pada 2023, dan kemiskinan ekstrem menurun dari 6,18 persen menjadi 1,12 persen pada periode yang sama. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga