Bukan Cuma Bharada E, Pria Ini Juga Disebut Tumbal Kepolisian hingga Divonis 1,5 Tahun Penjara
Ibnu Sina Ali Hakim, telisik indonesia
Rabu, 15 Februari 2023
0 dilihat
Bharada E atau Richard Eliezer dan ibu Rene Conrad bersama Jenderal Polisi Awaludin Djamin. Foto: Kompas.com
" Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E divonis 1 tahun 6 bulan tahun penjara atas kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriyansah Yoshua Hutabarat "
KENDARI, TELISIK.ID - Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E divonis 1 tahun 6 bulan tahun penjara atas kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriyansah Yoshua Hutabarat.
"Menjatuhkan pidana 1 tahun 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim PN Jaksel Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di PN Jaksel.
Dalam kasus ini, Richard Eliezer alias Bharada E dinyatakan terbukti bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana. Bharada E disebut melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca Juga: Antonio Kekasih Nikita Mirzani Mualaf
"Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana. Mengadili menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumui dengan pidana penjara selama 1 tahun dan enam bulan," kata hakim dilansir dari Liputan6.com.
Kisah Bharada E yang disebut jadi tumbal Kepolisian itu disebut-sebut mirip dengan kasus Bripda Djani. Djani Maman Sujarman.
Dia disebut-sebut juga menjadi 'kambing hitam' pihak kepolisian terkait kasus kematian mahasiswa ITB Rene Louis Conrad.
Kasus tersebut juga menyeret beberapa petinggi di Kepolisian Indonesia. Seperti Kapolda Metro Jaya sampai Kapolri. Kejadiannya terjadi pada tahun 1972 silam.
Saat itu, terjadi gesekan antara mahasiswa dengan pihak kepolisian. Semua bermula dari kebijakan Presiden Soeharto yang melarang pria berambut gondrong pada awal pemerintahannya. Dan kebijakan ini dieksekusi oleh pihak kepolisian. Caranya, mereka melakukan razia dan kerap menggunting rambut para pemuda gondrong secara langsung.
Namun menurut para mahasiswa, soal rambut itu adalah hak asasi manusia dan kebijakan tersebut dianggap melanggar HAM.
Suatu hari, muncul ide pertandingan sepak bola persahabatan antara mahasiswa dengan kepolisian, dalam hal ini taruna.
Pertandingan pun digelar antara mahasiswa ITB dan taruna Akabri Kepolisian yang berasal dari Sukabumi pada 6 Oktober 1970 di kampus ITB.
Saat itu, tim mahasiswa ITB berhasil mengalahkan tim taruna dengan skor 2-0. Lalu para mahasiswa mulai melontarkan berbagai sindiran kepada para taruna Akpol tersebut.
Pada akhirnya, terjadi kericuhan hingga terdengar suara tembakan. Suara tembakan itu membuat marah pihak ITB. Karena perjanjiannya tidak ada senjata di dalamnya.
Para taruna Akpol pun segera diusir dari area kampus. Di jalan, mereka tidak sengaja bertemu dengan Rene Louis Conrad.
Melansir Intisari.grid.id, disebutkan bahwa Rene yang sedang mengendarai Harley Davidson itu oleh salah seorang taruna yang beraa di dalam bus.
Sikap itu lantas membuat Rene marah dan menantang para taruna. Dan tantangan itu diterima. Tapi mereka melakukannya dengan cara mengeroyoknya.
Belum usai, salah seorang taruna yang membawa senjata api menembak Rene dan membuat nyawa mahasiswa itu melayang.
Kejadian itu lantas mencoreng wajah Kepolisian Indonesia yang pada saat itu dipimpin oleh Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso.
Dia sempat mengusut kasus itu. Karena dia yakin pelakunya adalah seorang taruna Akpol. Akan tetapi dia tidak sempat menemukannya karena dilengserkan oleh Presiden Soeharto pada 2 Oktober 1971.
Baca Juga: Wulan Guritno Memesona Meski Tak Dandan hingga Lakoni Adegan Dewasa di Open BO
Tidak lama setelah lengsernya Jenderal Hoegeng, mendadak Brigadir Polisi Djani Maman Surjaman dinyatakan sebagai tersangka.
Padahal Brigadir Djani sama sekali tidak terlibat dalam aksi itu. Namun apalah daya. Banyak yang menyebut bahwa Brigadir Djani ditumbalkan demi melindungi taruna Akpol yang konon merupakan putra-putra petinggi Kepolisian.
Pada akhirnya, dia dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan pada tahun 1972. Itu vonis yang sama yang diterima Bharada E. (C)
Penulis: Ibnu Sina Ali Hakim
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS