Burung Maleo di Sulawesi Tenggara Terancam Punah, Ini Penyebabnya

Bambang Sutrisno, telisik indonesia
Sabtu, 08 Juni 2024
0 dilihat
Burung Maleo di Sulawesi Tenggara Terancam Punah, Ini Penyebabnya
Koordinator Rescue BKSDA Sulawesi Tenggara, Ashar (kiri) dan burung Maleo yang nyaris punah di Sulawesi Tenggara (kanan). Foto: Bambang Sutrisno/Repro Kompas.com

" Burung Maleo merupakan satwa endemik Sulawesi yang terancam punah. Populasinya kian memprihatinkan. Telurnya diambil untuk konsumsi dan burunganya diperjualbelikan "

KENDARI, TELISIK.ID - Burung Maleo merupakan satwa endemik Sulawesi yang terancam punah. Populasinya kian memprihatinkan. Telurnya diambil untuk konsumsi masyarakat, menyebabkan putusnya generasi satwa endemik ini.

Telur sering dicuri masyarakat, dan ada juga yang menjual burung Maleo, secara otomatis mematikan generasi burung endemik ini. Populasinya akan semakin berkurang jika konsumsi telur burung Maleo di masyarakat tidak dihentikan.

"Di kawasan Buton Utara Maligano sering kami sosialisasi kepada masyarakat dan pemerintah daerah untuk memahami satwa endemik Sulawesi Tenggara, supaya dilestarikan jangan dicuri telurnya kemudian dikonsumsi hal ini tidak benar," kata Kepala BKSDA Sulawesi Tenggara, Sakri Anto Djawie, Sabtu (8/6/2024).

Baca Juga: Scorpion Spirit Kembali Hadir di Kendari, ada Kangen Band Malam Ini

Masyarakat tidak melihat sisi ekologisnya, mereka hanya melihat sisi ekonomisnya saja. Padahal burung Maleo adalah rantai ekosistem dari keseimbangan alam, kalau punah, pasti mempengaruhi kondisi ekologis lainnya.

“Jadi kami melakukan upaya sosialisasi ke tingkat sekolah seperti SD, SMP, dan SMA tidak lupa juga di desa-desa," tambahnya.

Memberikan bantuan kepada masyarakat supaya tidak mengancam ekosistem satwa endemik burung Maleo bisa menjadi solusi, tapi karena dana terbatas, jadi pemerintah daerah juga bisa membantu dengan memberikan pemahaman.

Sakri mengakui, pihaknya memiliki keterbatasan jumlah personel, sehingga kewalahan mengawasi ribuan hektare hutan lindung.

Dia mencontohkan hutan marga satwa Buton Utara yang luasnya 90 ribu hektare kemudian ada 4 resor KSDA, satu resor itu hanya 2 orang polisi hutan (Polhut) kadang kala hanya 1. Kemudian ada tenaga kontrak satu orang dan juga masyarakat mitra Polhut.

Jadi hanya 8 orang Polhut mengawasi 90 ribu hektare, pastinya tidak proporsional, sudah pasti kewalahan.

"Idealnya kan satu orang Polhut mengawasi 5 ribu hektare, tapi nyatanya puluhan ribu yang harus dijaga," tuturnya.

Sakri berharap pemerintah pusat menambah jumlah alokasi personel Polhut agar pengamanan hutan lindung dapat optimal di lapangan.

Dia mengatakan, selama 10 tahun terakhir, hanya 2 Polhut yang direkrut setiap tahunnya. Tidak sebanding dengan yang pensiun yang bisa mencapai 3 orang.

Maka dari itu, untuk menjaga hutan lindung, koordinasi dengan tokoh masyarakat, pemimpin desa, dan pemerintah daerah harus diperkuat  supaya semua pihak melindungi kawasan hutan lindung.

Baca Juga: Polda Sulawesi Tenggara Rekrut Calon Bintara hingga ke Daerah Pelosok

"Solusinya kita sama-sama jaga kawasan hutan lindung tempat habitat satwa endemik. Kalau bukan kita, siapa lagi," lanjutnya.

Koordinator Rescue BKSDA Sulawesi Tenggara, Ashar menambahkan, aktivitas masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung menyebabkan populasi burung Maleo terancam.

 

"Masyarakat kita ini kan sering melakukan perburuan liar satwa endemik burung Maleo. Mereka curi telurnya dan menangkap burungnya untuk diperjualbelikan," tandasnya. (B)

Penulis: Bambang Sutrisno

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Artikel Terkait
Baca Juga