Butuh Nakhoda Baru, Ini Cara Selamatkan Golkar di Pemilu 2024

Try Wahyudi Ary Setyawan, telisik indonesia
Jumat, 21 Juli 2023
0 dilihat
Butuh Nakhoda Baru, Ini Cara Selamatkan Golkar di Pemilu 2024
Sudah saatnya Partai Golkar diselamatkan dengan mengganti Airlangga Hartarto. Foto: Ist

" Penurunan suara Golkar dalam pemilu bisa menjadi salah satu alasan digelarnya Munaslub Partai Golkar "

SURABAYA, TELISIK.ID - Ketua Umum Kosgoro 1957 Yusuf Husni mengatakan, penurunan suara Golkar dalam pemilu bisa menjadi salah satu alasan digelarnya Munaslub Partai Golkar, sehingga Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto harus mundur dari jabatannya.

Sejak pemilu digelar pascareformasi, parpol beringin itu praktis selalu berada di tiga teratas. Namun, sejak itu pula, Golkar tak kunjung berhasil mendudukkan kadernya di kursi RI-1 atau presiden. Capaian tertinggi adalah posisi wakil presiden, yakni Jusuf Kalla (JK).

Hasil Pemilu 2019, Golkar menjadi runner-up di bawah PDIP. Meraih 17,23 juta suara dan menempatkan 85 kadernya di DPR RI. Di bawah Golkar, ada Partai Gerindra dengan 78 kursi dan Nasdem (59 kursi). Namun, meski di urutan kedua, menyongsong Pilpres 2024, Golkar terbilang relatif kurang dinamis dibandingkan parpol lain di bawahnya.

"Tidak hanya Airlangga Hartarto saja yang mundur, namun juga harus diikuti oleh para pengurus Golkar lainnya di tingkat pusat. Mengingat dalam kepengurusan pusat Partai Golkar kolektif kolegian, sehingga semuanya menjadi tanggung jawab bersama," jelasnya, Jumat (21/7/2023).

Mantan anggota DPRD Jawa Timur dari Fraksi Golkar ini mengatakan, saat ini dirinya melihat di tingkat pengurus pusat, Ketum Airlangga Hartarto harus hati-hati dalam hal ini atas kinerja pengurus Golkar.

Baca Juga: Diusulkan Dipecat Gara-Gara Wacanakan Munaslub, Dewan Pakar Golkar Bela Ridwan Hisjam

"Karena saya lihat saat ini posisinya sekarang di lingkari gerombolan penjilat yang bisa berubah dengan cepat menikam dirinya serta Partai Golkar provinsi yang sedang berselancar menunggu angin politik yang tepat," jelas pria yang juga dewan penasehat Partai Golkar Jawa Timur ini.

Adanya wacana digelarnya munaslub, Yusuf Husni mengatakan, munaslub sangat mendesak dilakukan mengingat beberapa hasil survei pun kurang menggembirakan. Karena itu, suara-suara kegalauan pun mendengung. Munaslub disebut sebagai salah satu jalan keluar. Tujuannya, untuk mengevaluasi gerak organisasi kepartaian sebelum hari H pemungutan suara.

Menurutnya, saran dari dewan pakar untuk segera bentuk poros baru merupakan bentuk kegelisahan politik para dewan pakar yang sangat jelas bahwa Airlangga Hartarto tidak akan mungkin bisa melaksanakan amanat munas.

"Karena  dari poros KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) yang dibentuk sudah sangat jelas dan tidak bisa diharapkan lagi," sambungnya.

Logika politinya saat ini, sambungnya, parpol yang tergabung dalam KIB sudah punya sikap lain dalam menentukan capres karena sosok Airlangga Hartarto tidak bisa diharapkan lagi.

"Sedangkan semangat parpol lainnya adalah menjadi pemenang dan peluang itu ada kesempatan dengan dapat tumpeng politik kemenangan," jelasnya.

Dengan hengkangnya kedua partai dari KIB, lanjutnya, dewan pakar menilai mimpi politik Partai Golkar sudah tidak bisa diharapkan lagi sehingga sangat wajar dewan pakar Partai Golkar beri saran bentuk poros baru.

"Itupun sangat sulit dilakukan, kecuali merubah mimpi dengan mendukung capres dari partai lain," imbuhnya.

Baca Juga: Pilih Dukung Airlangga Hartarto, MKGR Tolak Munaslub Golkar

Posisi Partai Golkar sekarang ini, lanjut Yusuf Husni, ibaratnya berlayar tanpa arah dalam badai politik yang sangat besar, sehingga sangat membutuhkan nakhoda baru untuk menyelamatkan agar tidak tenggelam.

"Bagaimana menyelamatkan Golkar, maka jalan satu-satunya Airlangga Hartarto dan pengurus tingkat pusat ramai-ramai mundur dari jabatannya dan secepatnya gelar munaslub," tandasnya.

Wakil Ketua Umum SOKSI tersebut tidak ingin partainya turun kasta menjadi partai gurem. Indikasinya sudah tampak. Saat ini elektabilitas ada di kisaran 6 persen. Jauh di bawah perolehan Pemilu 2019 yang sekitar 14 persen.

”Jadi, kita kehilangan sekitar 8 persen. Kemana itu? Kan kita harus evaluasi,” tutur politikus yang mengaku sudah 46 tahun menjadi kader Golkar tersebut. (B)

Penulis: Try Wahyudi Ari Setyawan

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga