CEO Telisik.id Ungkap Kekurangan Media di Diskusi DKPP

Musdar, telisik indonesia
Sabtu, 12 Desember 2020
0 dilihat
CEO Telisik.id Ungkap Kekurangan Media di Diskusi DKPP
CEO Telisik.id, M Nasir Idris, S.Ag (paling kiri), Direktur Kendari Pos, La Ode Diada Nebansi (kedua dari kiri) anggota DKPP RI, Dr. H. Alfitrah Salamm, APU, (paling tengah), Dosen Ilmu Politik UHO, Dr. La Ode Harjuddin (kedua dari kanan). Foto: Ist.

" Dari empat syarat integritas Pilkada ini kita banyak berada di peserta Pilkada. Kenapa demikian? Karena ini yang juga kelihatannya lebih mudah untuk ditulis, lebih mudah untuk kita beritakan, lebih mudah dalam banyak perspektif. "

KENDARI, TELISIK.ID - Chief Executive Officer (CEO) Telisik.id, M Nasir Idris, S.Ag, M.I.Kom menjadi narasumber dalam acara diskusi ngetren media Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat malam (11/12/2020).

Diskusi DKPP menghadirkan beberapa narasumber dan 18 media massa di Kota Kendari, mengangkat tema Ngetren Media (Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media).

Dalam diskusi ini, Nasir Idris menceritakan bagaimana peran media dengan penyelenggara Pilkada. Hal itu diungkapkan dari hasil diskusinya bersama pimpinan Bawaslu Sultra belum lama ini.

Dalam diskusinya itu disampaikan, Pilkada 2020 jauh lebih baik dari Pemilu 2019. Sebab, tingkat aduan atau temuan pelanggaran yang tidak begitu signifikan.

Kemudian, media lebih condong menyorot kasus COVID-19 daripada isu-isu seputar Pilkada.

"Bawaslu sendiri melihat sesuatu yang positif dan dikaitkan dengan peran media ini bagian dari sinergisitas antara media dan penyelenggara sehingga menurut kajian sementara itu mengurangi tingkat gesekan-gesekan di lapangan dari Pemilu beberapa bulan lalu," kata Nasir.

Selanjutnya, Nasir yang sudah 21 tahun berkecimpung dia dunia jurnalistik itu melihat, ada empat hal penting yang selalu menjadi pokok liputan media, yakni penyelenggara (KPU, Bawaslu dan DKPP) peserta Pilkada, masyarakat dan regulasi.

Baca juga: BLK Kendari Gelar Pelatihan Metodologi Instruktur Kerja Swasta

"Dari empat syarat integritas Pilkada ini kita banyak berada di peserta Pilkada. Kenapa demikian? Karena ini yang juga kelihatannya lebih mudah untuk ditulis, lebih mudah untuk kita beritakan, lebih mudah dalam banyak perspektif," ungkap Nasir.

Dari dinamika yang ada selama tahapan Pilkada 2020 berlangsung, Nasir mencatat ada tiga hal yang menjadi tantangan pers, terutama dalam masa Pilkada, di antaranya minimnya liputan investigasi (investigative reporting) media lebih banyak kepada berita singkat (straight news).

"Apa yang terjadi? berita kemudian hanya sekedar kulit lalu itu dibaca dan seterusnya begitu," sambungnya.

Kurangnya liputan investigasi, lanjut Nasir, membuat banyak isu penting yang tidak terbuka, karena media hanya menshoot front stage atau panggung depan, sehingga behind stage atau panggung belakangnya menjadi tidak nampak di publik.

Misalnya saja, beberapa bulan lalu telah terungkap adanya upaya "mahar politik" oleh salah satu bakal calon di Konawe Selatan untuk mendapatkan kendaraan politik. Kejadian itu diungkapkan bakal calon itu sendiri setelah partai politik yang sudah diberikan mahar justru mengalihkan dukungannya kepada bakal calon lain.

"Nah itu menunjukkan bahwa betapa kusamnya behind stage. Panggung belakang inilah yang tidak dilihat oleh media dan inilah sebetulnya tantangan-tantangan kita ke depan untuk mengelola kebersamaan dalam mengungkapkan ini dalam sebuah investigasi," jelasnya.

Tantangan kedua adalah jumlah media online banyak. Meskipun memberikan dampak positif, banyaknya media akan melemahkan masyarakat dalam membedakan mana berita yang dibutuhkan dan mana yang tidak dibutuhkan.

Baca juga: Hari Ini, 48 Pasien COVID-19 di Sultra Dinyatakan Sembuh

"Persaingan media online juga menentukan pada tingkat pengawasan/kontrol sosial media terhadap penyelenggara," ujarnya.

Tantangan ketiga, penyelenggara kurang proaktif menyampaikan perubahan regulasi terhadap media terutama media online, sehingga sinergitas tidak terbangun dengan baik.

"Misalnya pada penentuan iklan, jadi mereka (penyelenggara) tidak berani membuka dengan selebar-lebarnya seperti ini aturannya, seperti ini yang bisa kita lakukan, sehingga penyelenggara semau-maunya untuk memilih-semau-maunya untuk memberi dan seterusnya," jelasnya.

Contoh lain, kurang proaktifnya penyelenggara dalam memberikan pencerahan. Misalnya, pada tahapan perhitungan banyak media yang memberitakan hasil hitung cepat atau quick count dari beberapa lembaga survei lalu ada yang unggul dan kalah.

"Seharusnya penyelenggara dalam momen seperti itu memberikan informasi bahwa masyarakat tidak perlu terpancing karena sesungguhnya semua menunggu hasil dari KPU. Ini contoh penyelenggara kurang proaktif kepada media, jadi seharusnya KPU dan Bawaslu pada tahapan yang genting itu selalu melakukan pertemuan dengan media untuk memberikan pencerahan," tutupnya.

Turut hadir sebagai narasumber, anggota DKPP RI, Dr. H Alfitrah Salamm, APU, Direktur Kendari Pos La Ode Diada Nebansi dan Dosen Ilmu Politik UHO Dr. La Ode Harjuddin. (B)

Reporter: Musdar

Editor: Haerani Hambali

Baca Juga