Dugaan Kasus Perzinahan Dituduhkan ke Anggota Polri Ini Diduga Penuh Kejanggalan
Reza Fahlefy, telisik indonesia
Kamis, 19 Januari 2023
0 dilihat
Tim kuasa hukum Bripka RES ketika berada di depan Gedung Kantor Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara Medan. Foto: Reza Fahlefy/Telisik
" Tim kuasa hukum Bripka RES yang merupakan anggota Polri berdinas di Polres Tebing Tinggi dan saat ini sedang proses dilakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) mendatangi Markas Polda Sumatera Utara, Jalan Sisingamangaraja KM 10,5 Medan "
MEDAN, TELISIK.ID - Tim kuasa hukum Bripka RES yang merupakan anggota Polri berdinas di Polres Tebing Tinggi dan saat ini sedang proses dilakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) mendatangi Markas Polda Sumatera Utara, Jalan Sisingamangaraja KM 10,5 Medan, Kamis (19/1/2023).
Kuasa hukum yang dipimpin oleh Eka Putra Zakran, bersama rekannya mengirim surat kepada Kapolda Sumatera Utara, Kabid Propam dan Kepala Bagian Penyidikan (Kabag Wasidik) Direktorat Reserse Kriminal Umum, terkait dengan dugaan perselingkuhan atau perzinahan antara Bripka RES dan MF.
Sebab, kasus dugaan perselingkuhan antara keduanya ini penuh dengan kejanggalan. Mereka meminta agar Kabag Wasidikk Polda Sumatera Utara menggelar ulang kasus yang diduga direkayasa itu.
"Iya, kami dari kuasa hukum sudah mengirim surat permohonan gelar perkara khusus kepada Kabag Wasidik, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara. Karena kasus ini terkesan penuh kejanggalan," ungkap Tuseno SH, perwakilan dari tim hukum.
Baca Juga: Polda Sulawesi Tenggara Dikepung Warga Tuntut Dugaan Penganiayaan Humas PT Marketindo Selaras
Diakui tim hukum, Bripka RES sedang proses banding atas PTDH yang dilakukan oleh tim Polres Tebing Tinggi atas dugaan perselingkuhan atau perzinahan itu. Akan tetapi, perbuatan itu tidak pernah mereka lakukan.
"Atas putusan tersebut klien kami menyatakan keberatan dengan beberapa alasan. Karena proses penangkapan dilakukan secara tidak prosedural sebagaimana sepatutnya ketentuan yang berlaku dan proses pemeriksaan telah penuh dengan intimidasi dan terkesan disertai dengan jebakan," tegasnya.
Tim hukum juga berpendapat, putusan Komisi Sidang Etik Etika Profesi Polri atau Polres Tebing Tinggi tidak utuh menggambarkan peristiwa dan bersifat parsial. Sebab secara substansi pembelaan tidak dipertimbangkan dan memuat sesuatu pertimbangan yang tidak pernah terbuktikan secara formal dalam persidangan etik.
"Proses persidangan etik terkesan telah digiring dan diniatkan semata-mata hanya memberi sanksi PTDH sebagai anggota Polri, sehingga proses sidang tersebut tak lebih dari sekadar legitimasi belaka. Bahkan pada persidangan etik tersebut patut diduga telah terdapat penyalah gunaan wewenang oleh pihak-pihak terkait," tambahnya.
Tuseno menambahkan, aksi penangkapan terhadap Bripka RES dan MF di hotel diduga dilakukan tanpa adanya surat perintah tugas penangkapan. Kemudian dibawa ke Polres Tebing Tinggi dan selanjutnya diduga diamankan di rumah dinas Kapolres Tebing Tinggi, AKBP Kunto Wibisono.
"Klien kami dipaksa untuk mengakui perbuatan yang pada faktanya tidak pernah dilakukan. Jadi, kami minta kepada Polda Sumatera Utara untuk menarik kasus ini dari Polres Tebing Tinggi. Dugaan kami bahwa berjalannya kasus ini penuh dengan rekayasa," tuturnya.
Eka Putra menambahkan, proses rekomendasi PTDH berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP-B/893/X/2022/SPKT/Polres Tebing Tinggi tertanggal 27 Oktober 2022 terhadap Bripka RES yang perkaranya ini kemudian telah ditingkatkan ke penyidikan.
Selanjutnya, bahwa berkas pemeriksaan Pendahuluan Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri Nomor: BP3KEPP/07/X/2022/Sipropam tertanggal 10 Oktober 2022 telah
berimplikasi negatif terhadap Bripka RES karena telah diputus rekomendasi PTDH.
"Mengenai penangkapan yang dilakukan terhadap klien kami, berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, kami menilai Polri dalam hal ini bekerja tidak profesional, karena banyak kekeliruan yang nyata dalam prosesnya, mulai dari panangkapan hingga ke penyelidikan, hal yang tampak nyata diantaranya penangkapan yang dilakukan tanpa didasari surat perintah penangkapan, sehingga hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 18 ayat (1) KUHAP," ungkapnya.
Kemudian, Eka juga menyebut kasus perzinahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 284 KUHP merupakan delik aduan absolut, yang berarti hanya dapat dituntut jika ada pengaduan dari suami atau istri yang dirugikan atas perbuatan perzinahan tersebut.
"Akan tetapi dalam hal ini, penyidik meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan berdasarkan rekomendasi PTDH itu," tambahnya.
Selain itu, Eka juga mengaku pada saat dilakukan penangkapan terhadap Bripka RES dan MF. Terdapat kurangnya bukti pemulaan yang cukup, terutama bukti surat yang membuktikan jika MF adalah istri sah dari CH.
"Sehingga terkesan prosesnya dikondisikan/tergesa-gesa. Selain itu, kami juga menilai adanya dugaan tindak pidana memberikan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam pasal 242 ayat (1) dan/atau ayat (2) KUHPidana yang dilakukan oleh saksi dalam perkara ini," tuturnya.
Eka juga menambahkan, putusan sidang etik tidak memuat kejadian atau kronologi yang sebenarnya serta tidak didukung bukti yang faktual dan kontruksi peristiwanya mengandung substansi yang bersifat tidak relevan (imajinatif).
Berdasarkan dalil-dalil tersebut, dengan ini pihaknya memohon kepada yang terhormat kepada Kabag Wasidik agar berkenan memerintahkan penyidik untuk melakukan gelar perkara ulang terhadap perkara kliennya demi tegaknya hukum dan keadilan.
Baca Juga: Pria di Kendari Dikoroyok 2 Waria Gegara Tak Punya Uang Saat Open BO
"Karena kami melihat prosedur penangkapan, penyelidikan yang dilakukan adalah prematur, terdapat banyak kekeliruan," terangnya.
Terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Utara, Kombes Pol Hadi Wahyudi ketika dikonfirmasi mengakui jika surat permintaan gelar perkara ulang itu akan diteliti oleh pihak penyidik.
"Silahkan jika meminta atau ingin dilakukan gelar perkara ulang terkait perkara yang sedang berproses. Pastinya akan diteliti lebih dahulu. Semua laporan atau surat pengaduan masyarakat, pasti akan diteliti dahulu untuk proses lebih lanjutnya," terangnya.
Sebagaimana diketahui, dalam kasus dugaan perzinahan ini. Bripka RES telah direkomendasikan PTDH oleh pimpinan ditempatnya berdinas. Akan tetapi, mereka mengajukan banding dan saat ini sedang berproses di Bidang Propam Polda Sumatera Utara. (A)
Penulis: Reza Fahlefy
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS