GKR Condrokirono Pengelola Sekretariat Keraton Yogyakarta
Affan Safani Adham, telisik indonesia
Rabu, 10 Juni 2020
0 dilihat
GKR Condrokirono berupaya agar Yogyakarta bisa berdiri tegak melintas zaman dengan keunikannya. Foto: Keraton Jogja
" Saya yang bertanggung jawab langsung kepada Ngarsa Dalem. "
YOGYAKARTA, TELISIK.ID - Namanya Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono. Dia memikul tanggung jawab yang tinggi di Keraton Yogyakarta.
Putri kedua Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas ini menjabat sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura. Semacam sekretariat negara Keraton Yogyakarta.
Tugasnya melakukan komunikasi keraton dengan pihak luar. Semua dilaksanakan lewat satu pintu. Semua surat, termasuk yang ditujukan kepada unit yang lebih kecil, kawedanan atau tepas, akan diterima oleh Panitrapura sebelum kemudian didisposisikan kepada unit terkait.
Perempuan yang nama kecilnya Raden Ajeng Nurmagupita ini, ibarat manajer utama, yang harus mengetahui semua hal yang terjadi di dalam keraton agar bisa melaporkan secara utuh apa yang terjadi.
"Saya yang bertanggung jawab langsung kepada Ngarsa Dalem," tuturnya seperti ditulis dalam laman keratonjogja.id.
Bagi ibu satu putra ini, tidak mudah bagi perempuan untuk menjadi penghageng.
Gusti Kirono, panggilan akrabnya, menyadari hal itu merupakan kewajiban yang harus diemban sehingga beliau menjalani dengan sepenuh hati. Kesulitan demi kesulitan dialami GKR Condrokirono.
Sejak 2011 Gusti Kirono dan putri Dalem lainnya sudah diangkat menjadi Wakil Penghageng Kawedanan, menggantikan GBPH Joyokusuma merupakan Penghageng Panitrapura sebelumnya.
Baca juga: Kemendagri Libatkan Diskominfo Kampanye Narasi Pilkada Aman COVID-19
"Setelah Gusti Joyo seda, saya menjadi Penghageng," jelasnya.
Dari 2005, Gusti Kirono mengurusi seluruh keperluan rumah tangga Dalem Kilen. Dan tempat tinggal keluarga Sultan tersebut menjadi gelanggang untuk mengasah kemampuannya sebelum terjun ke lingkup keraton yang lebih luas.
Tahun 2014 GKR Condrokirono resmi menjabat Penghageng dan tantangan terbesarnya adalah ngemong rasa (menjaga perasaan). Ini disebabkan oleh banyaknya abdi dalem yang sudah sepuh.
Gusti Kirono mengaku, kesulitan menyeimbangkan kebiasaan lama dan mengadopsi perkembangan terbaru.
"Awal-awal sampai frustrasi sendiri," kenangnya.
Selayaknya kehidupan, beliau menghadapi berbagai karakter abdi dalem yang beranekaragam. Ada yang lucu, ada yang keras kepala, ada pula yang mudah iri. Ini semua dianggap sebagai pengalaman menarik.
Mengatur operasional keraton, mau tak mau GKR Condrokirono masuk ke ranah politik, seperti mengikuti pembahasan draft Undang-undang Keistimewaan.
Kehangatan sang ayah melekat padanya lewat kegiatan merawat tanaman bersama. Sementara, ketegasan dan keadilan sang ibu tercermin dari ketidakseganan beliau untuk membiarkan anak-anaknya menanggung konsekuensi kesalahan mereka.
Baca juga: Bupati Busel Lapor Wartawan, IJTI Sultra: Polisi Harus Dorong ke Dewan Pers
Di luar keraton, GKR Condrokirono aktif berkiprah dalam bidang perlindungan perempuan dan anak-anak.
Perempuan yang memiliki hobi kuliner ini menjabat sebagai Direktur LSM Rekso Dyah Utami dan pengawas di Lembaga Perlindungan Anak. Selain itu, juga membantu rekan-rekannya mengurusi anak-anak terlantar dan korban kekerasan.
Selama dua periode GKR Condrokirono menduduki kursi ketua Karang Taruna DIY. Lewat karang taruna, lulusan Charles Sturt University, Australia, melihat masih banyak pekerjaan di bidang kepemudaan. Gusti Condro prihatin anak-anak muda kurang memelihara kebudayaan, termasuk bahasa daerah mereka.
"Padahal anak muda adalah cerminan negara ke depan," tandasnya.
Gusti Kirono berharap, keraton bisa menjadi pusat edukasi bagi masyararakat sekitar, bahkan mancanegara. Istilahnya, wong Jawa aja lali jawane.
"Keraton bisa menjadi titik agar orang tahu akarnya," paparnya.
Beliau juga berupaya agar Yogyakarta bisa berdiri tegak melintas zaman dengan keunikannya.
“Jogja itu satu-satunya kasultanan yang masih tegak berdiri di Indonesia dan ini tidak ada di propinsi lain," urainya.
Baca juga: Revolutionary Love Episode Pertama Tayang di TransTV, Begini Sinopsisnya
Beruntung lima putri Sultan HB X kompak, saling membantu, dan sering bertukar pikiran demi menata keraton sesuai keahlian masing-masing.
Baginya mengurusi keraton, mengabdi pada keraton, itu sudah luar biasa. Dalam menjalani keseharian, beliau lebih suka mengikuti ke mana aliran membawanya. Ini dibuktikan dengan segera pulang setelah kuliahnya selesai, walau sebenarnya ingin tinggal.
"Aku mau coba kerja di Aussie setahun, tetapi bapak memerintahkan harus pulang," katanya.
GKR Condrokirono senantiasa berpikir positif. Beliau menganggap kehidupan adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam keyakinannya, cobaan yang diberikan merupakan persiapan untuk melangkah lebih maju.
Gusti Kirono juga sangat menghargai para abdi dalem atas ketulusan mereka merawat keraton.
Beliau berharap, generasi abdi dalem muda memiliki visi lebih panjang.
"Kita tidak hanya berpikir untuk sepuluh atau dua tahun ke depan, tapi lima puluh atau seratus tahun agar bagaimana kita tetap eksis," katanya.
Reporter: Affan Safani Adham
Editor: Sumarlin