Ini Penjelasan Formasi Terkait Unjuk Rasa Berujung Ricuh di Kolut

Muh. Risal H, telisik indonesia
Minggu, 18 Juli 2021
0 dilihat
Ini Penjelasan Formasi Terkait Unjuk Rasa Berujung Ricuh di Kolut
Aksi demonstrasi Formasi, di jalan utama menuju gedung DPRD Kolut yang berujung ricuh. Foto: Muh. Risal/Telisik

" Aksi demonstrasi yang dilakukan Forum Komunikasi Ormas Tolaki Bersaudara (Formasi) Sulawesi Tenggara (Sultra), yang berakhir ricuh menuai polemik di tengah masyarakat. "

KOLAKA UTARA, TELISIK.ID - Aksi demonstrasi yang dilakukan Forum Komunikasi Ormas Tolaki Bersaudara (Formasi) Sulawesi Tenggara (Sultra), yang berakhir ricuh menuai polemik di tengah masyarakat.

Bahkan tokoh-tokoh masyarakat Tolaki  di Kolaka Utara (Kolut) turut membuat pernyataan melalui media sosial  terkait aksi tersebut yang cenderung menyudutkan para demonstran.

Teli, Kepala Desa Walasiho, Kecamatan Wawo, Kolut, yang juga salah satu tokoh masyarakat Tolaki melalui video yang tersebar di WhatsApp dan Facebook menyatakan dirinya sebagai bagian dari Tamalaki dan asli Tolaki sangat tidak setuju jika anak Tamalaki demo dengan cara anarkis.

"Saya adalah anak Tamalaki, asli putra Tolaki yang ada di Sulawesi Tenggara sangat tidak setuju kalau kemudian anak Tamalaki demo dengan anarkis-anarkis. Tamalaki dibentuk mengamankan ketika ada masalah-masalah dan mengayomi semua masyarakat yang ada di Kolut bukan dibentuk untuk melakukan demo anarkis," kata Kades Walasiho melalui video berdurasi 2 menit 7 detik.

Tokoh lain, Bima sapaan akrab Kepala Desa Tanggeao, Kecamatan Tiwu, Kolut, turut berkomentar melalui video berdurasi 1 menit 26 detik yang tersebar melalui akun Facebook Zed Uchi menyatakan jika ia putra Tolaki dan bagian dari Tamalaki tidak setuju dengan aksi anarkis yang dilakukan anak Tamalaki.

"Saya Kepala Desa Tanggeao, putra Tolaki dan dari Tamalaki ingin menyampaikan beberapa hal terkait demo besar-besaran yang dilakukan anak Tamalaki yang sudah sangat anarkis. Ini tentunya kami tida sangat setuju dengan cara-cara seperti ini," jelasnya.

Tamalaki dibentuk, lanjutnya, bisa menjadi wadah atau mengayomi dan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait mulai dari kepolisian, TNI, maupun Pemda setempat untuk bisa melakukan aksi damai yang sifatnya edukasi dan positif.

"Bukan berarti demo-demo yang tidak jelas arah dan tujuannya, ini sangat kami tidak setuju," tegasnya.  

Baca juga: Mendadak Jatuh Miskin, Orang Kaya Ini Jual BMW hingga Mercy dengan Harga Obral

Menanggapi pernyataan beberapa tokoh masyarakat Tolaki dan masyarakat yang cenderung menyudutkan aksi Tamalaki yang berakhir ricuh Kamis (15/7/2021) kemarin, yang menyebabkan 4 orang polisi dan satu dari pihak Tamalaki terluka, Ketua Otadu Sultra, Zul Tobarasi, saat dihubungi Telisik.id melalui sambungan telepon, Minggu (18/7/2021), membantah jika Formasi dalang dari kericuhan tersebut.

Menurutnya, aksi yang digelar Formasi kemarin adalah aksi damai dengan cara baik-baik. Bahkan sebelum bergerak, massa aksi juga telah diimbau untuk tidak membawa ta'awu (parang adat) dan karada (tombak adat) serta tidak melakukan tindakan anarkis.

"Aksi kemarin murni karena adat sehingga kami memilih membawa gong sebagai salah satu simbol adat," tukasnya.

Lebih lanjut, Zul menerangkan jika Formasi justru kaget melihat bentangan kawat berduri di jalan utama menuju gedung DPRD Kolut yang membuat mereka kecewa.

"Ternyata pagar duri tersebut dipasang untuk mengantisipasi demo tandingan pada pagi hari itu, tapi pada saat aksi berlangsung kami tidak melihat massa aksi yang akan menggelar demo tandingan. Karena massa tersinggung, mereka melemparkan batu ke kawat duri, bukan melempar ke pihak kepolisian," bebernya.

Ketua Otadu Sultra menegaskan, saat Ketua dan Anggota DPRD Kolut beserta perwakilan Pemkab Kolut menemui demonstran, situasi belum chaos.

"Saat itu belum chaos. Kehadiran DPRD dan Pemkab juga bukan untuk menenangkan massa melainkan hanya memberikan penjelasan terkait progres tuntutan aksi Tamalaki Patowonua selama ini," tukasnya.    

Zul juga menyayangkan beredarnya pemberitaan yang menyudutkan lembaga Formasi terkait aksi yang berujung ricuh.

Baca juga: Ajak Anak Melaut, Seorang Nelayan Terjatuh hingga Belum Ditemukan

"Kami tersinggung disudutkan, sebenarnya bukan kami yang  membuat chaos, tapi seolah-olah kami yang berperan sebagai antagonis di daerah sendiri sementara kami hadir secara baik-baik dan ingin menuntaskan tuntutan secara baik-baik pada hari itu juga," ucapnya.

Lebih lanjut, ia menuturkan jika aksi mulai chaos ketika petugas menyemprot air ke demonstran menggunakan mobil Water Canon sebanyak dua kali.

"Berdorongan itu hal biasa dalam aksi, saat dorong-dorongan itu saya ambil sound sistem untuk menenangkan massa. Massa saat itu mulai tenang, tetapi petugas menyomprotkan air ke massa menggunakan Water Cannon, hingga akhirnya terjadilah lemparan batu," tutur Zul.

Atas peristiwa tersebut Formasi akan membawa isu ini sampai ke provinsi.

Sementara itu, Ketua Tamalaki Patowonua, Mansiral Usman, SH mengatakan, pihak Tamalaki tidak pernah bertindak anarkis. Awalnya aksi berjalan damai dan normal, kalau ada aksi dorong-dorong antara masa dan kepolisian itu hal biasa.

"Terjadinya chaos bermula ketika massa terprovokasi aksi aparat kepolisian yang menembakkan air menggunakan Water Canon, sehingga mengenai adik-adik dan sound system. Inilah yang membuat adik-adik menjadi marah dan membalas tembakan Water Canon dengan batu dan kayu," bebernya.

Sekedar informasi, aksi yang berujung ricuh di depan gedung DPRD Kolut tanggal 15 Juli 2021 kemarin merupakan aksi gabungan 10 lembaga Tamalaki yang tergabung dalam Formasi yakni Ponggawano Tamalaki, Tawon, KSBT, Laskar LAT, Tadu Sultra, PMT, Tamalaki Patowonua, Tamalaki Sarano Tolaki, Cyber Troops, dan GPTS.

Tamalaki yang tergabung dalam Formasi harus memaksa diri mereka ikut serta dalam aksi pada 15 Juli 2021 atas dasar panggilan Tamalaki Patowonua karena pengrusakan makam leluhur Wende'epa. (B)

Reporter: Muh. Risal

Editor: Haerani Hambali

Baca Juga