JaDI Sultra Minta Bawaslu Tindak Tegas Cakada Pelanggar Protokol Kesehatan
Siswanto Azis, telisik indonesia
Minggu, 11 Oktober 2020
0 dilihat
Presidium JaDI Sultra, Hidayatullah. Foto: Ist.
" Hal itu dapat terlihat dari hasil evaluasi penyelenggaraan kampanye Pilkada 2020 dalam beberapa hari terakhir yang dilakukan oleh JaDI, yakni masih ditemukan beberapa Paslon yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan. "
KENDARI, TELISIK.ID - Meningkatnya pelanggaran terhadap protokol kesehatan di masa kampanye Pilkada 2020, menyebabkan terjadinya klaster baru dalam penyebaran wabah COVID-19.
Banyak fenomena dalam kunjungan tatap muka di fasilitas publik maupun silaturahim secara diam-diam yang tidak terpantau penyelenggara.
Melihat fenomena tersebut, membuat Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sulawesi Tenggara mendorong Bawaslu untuk konsisten memberi sanksi tegas kepada setiap Cakada dan tim sukses dengan ketentuan yang ada walau hanya bersifat peringatan, teguran atau pembubaran karena hanya itu sanksi yang tersedia bagi pelanggar protokol kesehatan di Pilkada masa Pandemi ini.
Presidium JaDI Sultra, Hidayatullah mengungkapkan, celah kerawanan Pilkada di tengah pandemi yang perlu diperhatikan adalah pada tahapan kampanye.
"Hal itu dapat terlihat dari hasil evaluasi penyelenggaraan kampanye Pilkada 2020 dalam beberapa hari terakhir yang dilakukan oleh JaDI, yakni masih ditemukan beberapa Paslon yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan," jelasnya, Minggu (11/10/2020).
Mantan Ketua KPU Sultra ini mengaku khawatir, apabila pelanggaran terhadap protokol kesehatan terus meningkat, maka penularan COVID-19 di Pilkada akan semakin mudah.
Baca juga: Paslon Pilkada di Sultra Kurang Manfaatkan Kampanye di Medsos
Itulah mengapa dia meminta Bawaslu dan KPU terus mengingatkan seluruh Cakada, tim sukses dan partai politik untuk patuh terhadap protokol kesehatan.
Hidayatullah menjelaskan Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota/Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Nonalam COVID-19 sebagaimana diubah terakhir dengan PKPU No 13 Tahun 2020 tidak mengatur sanksi keras tetapi sanksi yang bersifat lunak yang tidak memberi efek jera. Sanksinya kepada Paslon yang langgar protokol kesehatan itu hanya bersifat peringatan tertulis, tunda kegiatan dan pembubaran kegiatan.
Sehingga kata dia, ketika tidak diaturnya sanksi administratif seperti diskualifikasi Paslon dan pemidanaan terhadap pelanggar protokol kesehatan, maka jangan banyak berharap untuk dipatuhi secara konsisten. Karena aturan yang lemah berpotensi untuk selalu dilanggar.
Kendati banyak pihak menyatakan, pelanggaran itu juga bisa dikenai sanksi pemidanaan, sesuai dengan Pasal 212 dan Pasal 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, di samping sanksi dalam UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
"Tetapi ini bukan lex specialist peraturan Perundang-Undangan yang mengatur Pilkada. Ketiga UU tersebut bersifat umum dan tidak serta merta dapat diterapkan saat itu juga karena Pilkada diatur dalam UU Nomor 6 tahun 2020 Maka, sepanjang UU khusus yang mengaturnya maka dapat mengabaikan UU yang bersifat umum.
Baca juga: Demi BPJS Kesehatan Gratis, Warga Ballang Lompo Perjuangkan Imun
Itulah kelemahan dalam penyelenggaraan Pilkada masa pandemi COVID-19 ini. Katanya, seharusnya ada UU atau Perppu yang baru agar dapat memasukkan klausul pemidanaan dan sanksi berupa diskualifikasi Paslon yang langgar protokol kesehatan.
"Makanya kenapa kami cukup keras meminta Pilkada 9 Desember 2020 itu ditunda dulu sampai wabah COVID-19 menurun. Tetapi opsi tunda ditolak oleh pemerintah. Kalau seperti itu maka harusnya diperketat dalam penindakan pelanggaran protokol kesehatan COVID-19 dengan diterbitkannya UU atau Perppu," katanya.
Katanya, jika hanya setingkat PKPU tidak akan menjamin Pilkada bebas dari klaster COVID-19 dan mempertaruhkan kualitas Pilkada.
"Maka kita mendorong KPU bersama Bawaslu agar pemerintah mempertimbangkan untuk mengeluarkan Perppu guna memperkuat penanganan dan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan baik administrasi maupun pidana karena telah mengancam keselamatan publik dan pertaruhan kualitas Pilkada itu sendiri," urainya.
"Maka ketika opsi tunda Pilkada ditolak pemerintah, maka harus alternatif lain adalah pemerintah mengeluarkan Perppu, ini untuk lebih memudahkan baik KPU maupun Bawaslu dapat menerapkan sanksi tegas," pungkasnya. (B)
Reporter: Siswanto Azis
Editor: Kardin