Jokowi Melengkung tapi Tidak Patah

Usmar, telisik indonesia
Minggu, 10 April 2022
0 dilihat
Jokowi Melengkung tapi Tidak Patah
Dr. Usmar, SE, M.M, Dekan Fakultas Ekonomi & Bisnis Univ. Moestopo (Beragama) Jakarta & Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN). Foto: Ist.

" Dengan status negara penghasil sawit terbesar di dunia, tapi kesulitan memperoleh minyak goreng, yang menyebabkan terjadinya antrian masyarakat yang ingin membeli minyak goreng telah membuat kita bersedih "

Oleh: Dr. Usmar, SE, M.M

Dekan Fakultas Ekonomi & Bisnis Univ. Moestopo (Beragama) Jakarta & Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN)

MEROKETNYA harga minyak goreng sejak Natal 2021 dan tahun baru 2022, serta terbatasnya persedian minyak goreng di pasar, yang menyebabkan terjadinya antrian masyarakat yang ingin membeli minyak goreng telah membuat kita bersedih.

Bagaimana tidak bersedih, melihat ironi yang terjadi, dengan status negara penghasil sawit terbesar di dunia, tapi kesulitan memperoleh minyak goreng.

Semestinya setelah Lahirnya Badan Pangan Nasional pada 29 Juli 2021, dan ditindak lanjuti dengan Peraturan Presiden No. 66 Tahun 2021, sebagai lembaga pangan tingkat nasional yang ditugaskan untuk menyelenggarakan urusan pangan, mestinya berbagai kecemasan masyarakat akan tersedianya kecukupan pangan nasional termasuk minyak goreng tidak perlu terjadi.

Namun, berkaca dari persoalan minyak goreng yang langka di pasar, yang kemudian bermuara pada kegaduhan secara nasional, dimana kita dapat melihat antrian masyarakat yang mengular hampir di seluruh plosok negeri, menunjukkan bahwa kita baru sebatas memiliki badan pangan, tapi belum bergigi dalam kewibawaan pengaturan pangan.

Bahkan Kementerian Perdagangan pun tak berdaya menghadapi permainan dari kerakusan mafia minyak goreng. Dan untuk sekedar terlihat gagah, lalu Menteri perdagangan berteriak dengan mengatakan bahwa akan segera mengumumkan nama-nama oknum mafia minyak goreng tersebut.

Tapi rupanya itu hanya sebuah ungkapan penghibur semata, biar tidak terlalu kelihatan posisinya sebagai pecundang ketika berhadapan dengan mafia minyak goreng, mengingat sampai hari ini, kita belum melihat rilis nama para pelaku mafia minyak goreng tersebut dari Kementrian Perdagangan.

Ketersediaan dan Pengendalian Harga

Merajut ketersediaan pangan pokok dengan tingkat harga yang terkendali di pasar merupakan kebutuhan utama dalam merumuskan pembangunan pangan berbasis tuntutan rakyat. Tugas dan tanggung jawab Pemerintah adalah berani memastikan ketersediaan itu aman dan terkendali sekaligus juga menjamin terjadi nya stabilisasi harga pangan itu sendiri.

Untuk itu dalam hal komoditas minyak goreng Kementerian Perdagangan  mengeluarkan Permendag  No 6 tahun 2022 tertanggal 26 Januari 2022, tentang  HET minyak goreng curah ditetapkan Rp11.500 per liter, kemasan sederhana Rp13.500 per liter dan kemasan premium Rp14.000 per liter.

Kemudian diperkuat pengaturan dalam tata kelola perdagangan CPO dalam negeri dengan mengeluarkan Kepmendag No.129 tahun 2022 tentang Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri pada tanggal 10 Februari 2022, yang menyangkut Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).

Baca Juga: Nasionalisme Terpinggirkan di Atas Panggung Kemenangan

Adapun DMO ditetapkan sebesar 20 persen dari jumlah ekspor, ini artinya eksportir CPO wajib menjual 20 persen dari total ekspor CPO untuk keperluan dalam negeri. Sedangkan DPO ditetapkan sebesar Rp.9.300 per kg. dengan asumsi seperti ini maka diharapkan

dan DPO sebesar Rp9.300 per kg. Artinya, eksportir CPO wajib menjual 20 persen dari total ekspor CPO untuk keperluan dalam negeri dengan harapan masyarakat dapat membeli harga minyak goreng dengan harga terjangkau.

Namun, Ketika terjadi kenaikan harga CPO dipasar dunia, dimana perusahaan industri minyak sawit mentah, membeli bahan tandan buah segar dengan harga yang mengikuti standar internasional, maka jika mengikuti ketentuan Kepmendag No.129 tahun 2022 yang mengatur tentang DMO dan DPO tersebut, akan menyebabkan perusahaan merugi mengingat biaya produksi memang tinggi.

Disisi lain peusahaan Industri minyak sawit mentah pun tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena jika merujuk pada peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/Permentan/KB.120/1/2018 harga tandan buah segar menginduk kepada harga minyak sawit mentah bukan pada harga ketentuan berdasar Domestik Price Obligation (DPO).

Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng

Melihat dan membaca regulasi yang ada, agar tidak terjadi lagi persoalan kelangkaan minyak goreng yang membuat kegaduhan baru, maka pembenahan dan sikronisasi kebijakan antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian dalam pengaturan tata kelola industri minyak sawit, wajib segera dilakukan dan dirumuskan.

Jika melihat realitas terjadi, dengan Kepmendag No.129 tahun 2022 yang mengatur tentang DMO dan DPO telah di cabut dan diganti dengan Kepmendag No.170 tahun 2022 tertanggal 9 Maret 2022 tentang pengaturan DMO dan DPO, maka kedepan ini dapat menjadi jaminan bahwa tidak terulangnya lagi peristiwa kelangkaan minyak goreng tersebut.

Dari uraian di atas dapat kita telusuri, bahwa ternyata soal kelangkaan minyak goreng di pasar, bukan karena soal distribusi, juga bukan karena tidak tersedianya persediaan minyak goreng di perusahaan industri minyak sawit, tapi hanya soal “Kreatif” cara pengusaha merespon terjadinya kenaikan harga di pasar dunia dengan kesenjangan regulasi yang belum menjawab realitas yang ada.

Ini terbukti, ketika ketentuan HET dicabut, sekarang minyak goreng ada di toko-toko, sekali pun terjadi kenaikan lebih dari 70 % terhadap harga sebelum krisis minyak goreng terjadi.

Jadi tidak heran ketika Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), mengatakan bahwa Tim Investigasi KPPU telah menemukan satu barang bukti terkait laporan dugaan kartel, penetapan harga, dan penguasaan pasar minyak goreng terhadap 8 perusahaan yang menguasai 70 persen pangsa pasar minyak goreng.

Jokowi Melengkung tapi Tidak Patah

Merespon Langkah “kreatif” perusahaan industri sawit yang menyebabkan terjadinya kegaduhan akibat kelangkaan minyak goreng, di satu sisi pemerintah mencabut ketentuan HET minyak goreng, tapi disisi lain pemerintah melalui  Peraturan Menteri Keuangan No 23/PMK.05/2022 tertanggal 17 Maret 2022 menaikkan pungutan ekspor (dan bea keluar) CPO dari maksimum US$375 per ton menjadi US$675 per ton.

Baca Juga: Menyalakan Nur Pendidikan

Dengan perkiraan total ekspor CPO sekitar 34 juta ton, maka pemerintah mendapat masukan tambahan yang relatif besar yaitu 34 juta ton dikalikan US$300 per ton lalu dikalikan dengan kurs rupiah Rp.14.300, sehingga total yang di terima Pemerintah sebesar 145,86 triliun rupiah.

Subsidi BLT Minyak Goreng

Ketika pada tanggal 1 April 2022, Presiden Jokowi mengumumkan akan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng sebesar Rp.100 ribu per bulan kepada sekitar 20,5 juta keluarga dalam daftar BPNT dan 2,5 juta kelompok PKL yang berjualan makanan gorengan selama 3 bulan (yaitu bulan April, Mei, Juni 2022) sangatlah tepat, karena total yang disalurkan hanya sebesar sekitar 6,9 triliun rupiah.

Bahkan kalau menurut penulis, subsidi BLT minyak goreng ini, harus dapat diberikan lagi pada 3 bulan berikutnya, yaitu untuk bulan Juli, Agustus dan September 2022, mengingat sudah akan masuk tahun ajaran baru.

Hal ini dapat dilakukan pemerintah sebagai pengembalian uang masyarakat yang kemarin terpaksa membeli minyak goreng seharga Rp.24.000 per liter, jauh diatas HET yang ditentukan pemerintah sebesar Rp.14.000,-

Dan jika ini dapat dilakukan pemerintah, total yang diberikan dalam bentuk BLT minyak goreng ini, hanya sekitar 10?ri penerimaan negara yang berasal dari kenaikan pungutan bwa ekspor CPO.

Dengan demikian ujung penyelesaian dari kegaduhan kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng yang dirasakan masyarakat bawah dapat terobati. (*)

Artikel Terkait
Baca Juga