Kuasa Hukum SUARA Sebut Dalil Permohonan Paslon EWAKO ke MK Salah Alamat
Siswanto Azis, telisik indonesia
Kamis, 04 Februari 2021
0 dilihat
Kuasa Hukum SUARA, Andri Dermawan. Foto: Ist.
" Yang pertama itu soal dugaan mahar politik yang diarahkan ke calon petahana, yang kedua terkait money politic (politik uang). Dimana, pemohon mendalilkan sejumlah pelanggaran yang dimaksud, dan diduga terjadi di sejumlah desa. "
KENDARI, TELISIK.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang kedua sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) Konawe Selatan (Konsel) pada hari Rabu (3/2/2020) Kemarin.
Sidang tersebut terkait dua agenda, yakin mendengarkan jawaban dari pihak pemohon dalam hal ini pasangan calon (Paslon) nomor urut 3, Muhamad Endang SA-Wahyu Ade Pratama Imran (EWAKO).
Kemudian terkait keterangan atau jawaban dari pihak terkait, yakni Paslon nomor urut 2, Surunuddin Dangga-Rasyid (SUARA), Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Konsel.
Hal tersebut di sampaikan oleh Kuasa Hukum Paslon SUARA, Andri Dermawan. Menurutnya, kedua sidang tersebut diajukan sebagai jawaban yang disampaikan oleh pihak Paslon nomor urut tiga, sebagai soal eksepsi dan pokok-pokok permohonan pemohon.
Dalam eksepsi tersebut, Andri Dermawan menilai MK tidak berhak mengadili perkara yang diajukan oleh Pemohon. Sebab, perkara tersebut bukan terkait perselisihan hasil Pilkada, melainkan hasil pelanggaran dalam pelaksaaan atau proses Pilkada.
"MK itu ranahnya mengadili perselisihan soal hasil Pilkada, bukan hasil pelanggaran Pilkada, karena itu ranahnya di Bawaslu. Jadi saya katakan permohonan Pemohon salah alamat," ujarnya melalui sambungan telepon, Kamis (4/2/2021).
Dari tujuh isu yang disampaikan pihak Pemohon, menurut Andri bahwa pihaknya telah memberikan keterangan dan membantah apa yang disampaikan oleh Pemohon.
“Yang pertama itu soal dugaan mahar politik yang diarahkan ke calon petahana, yang kedua terkait money politic (politik uang). Dimana, pemohon mendalilkan sejumlah pelanggaran yang dimaksud, dan diduga terjadi di sejumlah desa," jelasnya.
Baca juga: Empat KPU di Sultra Telah Ikuti Sidang Pendahuluan di MK
Namun faktanya, menurut Andri, apa yang telah didalilkan oleh pemohan, pemohon tidak bisa membuktikan di depan persidangan.
"Money politic yang terjadi di Konsel itu hanya terjadi di Kelurahan Ngapaaha dan Desa Talumbinga, dimana pelakunya pasangan nomor urut 3 dengan memberikan uang sebanyak Rp 200 ribu, itu di proses oleh Bawaslu dan terbukti," katanya.
Andri mengatakan, pihak Pemohon juga mempermasalahkan pelibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam proses Pilkada 2020 kemarin, yang disinyalir dilakukan oleh petahana.
"Pak Bupati dari awal sudah berkomitmen untuk tidak melibatkan ASN. Buktinya beliau mengeluarkan surat edaran tentang netralitas ASN," jawabnya.
Lebih lanjut, Ketua HAMI Sultra ini menambahkan bahwa poin berikutnya yang menjadi dalil Pemohon adalah terkait adanya intimidasi para kepala desa kepada perangkatnya untuk memilih calon petahana. Namun lagi-lagi tidak dapat dibuktikan.
"Justru mereka yang menang, ini kan tidak singkron atau tidak berkorelasi," terangnya.
Berikutnya isu pencairan dana desa yang dicairkan oleh pemerintah daerah (Pemda) di bawah kendali Surunuddin Dangga sehari sebelum dilaksanakannya pemungutan suara.
"Itu tidak benar. Sementara pencairan itu diajukan pada tanggal 16 Desember 2020 seminggu setelah pemungutan suara. Jadi ini tidak ada hubungannya dengan Pilkada, dan pak Bupati hanya menindaklanjuti program pemerintah pusat," jelasnya.
Baca juga: Terancam Dikudeta Moeldoko, Demokrat Jatim Solid untuk AHY
Terkahir, terkait penggantian pejabat atau kepala Dinas Penduduk dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Konsel, mereka (Pemohon) penggantian tersebut dinilai bertentangan dengan regulasi.
Sementara, Andri menilai pergantian itu sesuai dengan surat keputusan (SK) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang telah diterbitkan sebelumnya.
"Dilarang melakukan penggantian, kecuali ada izin tertulis dari Mendagri, jadi itu jelas regulasinya," jelas dia.
Selain itu, ia pun juga meminta kepada Hakim MK untuk menolak atau tidak menerima permohonan Pemohon.
Sebab dari sejumlah dalil yang mereka sampaikan terkait pelanggaran, itu sudah diperiksa oleh Bawaslu sehingga tidak relevan lagi untuk diajukan ke MK. Kecuali tidak diperiksa atau tidak ditindaklanjuti oleh Bawaslu.
"Jadi kami menolak dan setidaknya tidak menerima permohonan mereka berdasarkan bantahan-bantahan tadi," pintahnya.
Untuk sidang selanjutnya, tambah Ketua DPW Konggres Advokat Indonesia (KAI) Sulawesi Tenggara (Sultra) ini, akan dilaksanakan dengan agenda putusan sela.
"Selanjutnya putusan sela, hakim tadi menyampaikan untuk menunggu panggilan sidang berikutnya. Jadi kita sifatnya menunggu saja untuk sidang selanjutnya," tutupnya. (B)
Reporter: Siswanto Azis
Editor: Fitrah Nugraha