Mantan Kades Reo: Tanah Milik Pemda di Nanga Banda Sudah Diakui Sejak Dulu

Berto Davids, telisik indonesia
Sabtu, 16 Juli 2022
0 dilihat
Mantan Kades Reo: Tanah Milik Pemda di Nanga Banda Sudah Diakui Sejak Dulu
Mantan Kepala Desa Reo, Haji Abdul Majid Har saat memberikan keterangan pers terkait kedudukan tanah Nanga Banda. Foto: Berto Davids/Telisik

" Abdul Majid Har, seorang mantan Kepala Desa (Kades) Reo turut menjadi saksi pertemuan antara unsur muspika Kecamatan Reok dan tokoh-tokoh masyarakat pada tanggal 31 Januari 1989 silam "

MANGGARAI, TELISIK.ID - Abdul Majid Har, seorang mantan Kepala Desa (Kades) Reo turut menjadi saksi pertemuan antara unsur muspika Kecamatan Reok dan tokoh-tokoh masyarakat pada tanggal 31 Januari 1989 silam.

Dalam pertemuan tersebut, para tokoh masyarakat seperti Rikus Halim, Muhamad Yusuf Marola, Abdul Kader Hamid, Abdulah Majid Yakub, Abdulah Wahab Watang, Ihwan Usman, Arsad dan Daeng Lolo mengakui bahwa tanah Nanga Banda yang berlokasi di Kelurahan Reo, Kecamatan Reok menjadi milik Pemda Manggarai pasca dikuasai oleh Kolonial Belanda pada tahun 1937.

"Jadi ini bukan karang-karang yah Pak. Saya omong berdasarkan yang saya tahu, saya lihat dan saya rasakan," kata Majid Har ditemui di kediamannya, Sabtu (16/7/2022).

Dikisahkan Majid Har, awalnya pada tahun 1937 silam Belanda menjadikan tanah Nanga Banda sebagai bandara untuk mendaratkan pesawat perang.

Setelah jadi bandara, kata Majid Har, pesawat perang Belanda pun turun mendarat. Waktu itu pesawatnya sebanyak 6 buah, sehingga masih ada bekas landasan.

Kemudian di zaman merdeka, tambah Majid Har, terjadi perang Belanda dan Jepang dan saat itu masyarakat disuruh menggali selokan sedalam satu setengah meter dan lebar tiga meter untuk mendarat pesawat perang Jepang.

Namun, setelah selokan itu digali pesawat Jepang rupanya tidak jadi mendarat. Mereka lebih memilih Pelabuhan Kedindi sebagai tempat sandaran kapal kayu. Akhirnya Jepang masuk lewat Pelabuhan Kedindi.

Setelah beberapa tahun lamanya, sambung Majid Har, Belanda akhirnya pulang dan menyerahkan tanah Nanga Banda ke Dalu Muhamad Yusuf Marola untuk dijaga dan diawasi.

"Jadi Belanda serahkan tanah itu ke Dalu Marola untuk dijaga dan diawasi, bukan untuk mengklaim ini milik saya, ini milik kamu atau ini milik merek," ungkap Majid Har.

"Dengan demikian tanah Nanga Banda bukan tanah terlantar. Tanah itu adalah tanah bekas penjajahan Belanda yang wajib hukumnya harus kembali ke Indonesia untuk dijaga dan diawasi oleh pemerintah setempat," tekan tokoh 70 tahun itu.

Lebih lanjut pria yang ber-puterakan Pol Airud ini menjelaskan, pada tahun 1989 silam, Dalu Muhamad Yusuf Marola bersama unsur Muspika dan tokoh-tokoh masyarakat menunjukan batas-batas tanah Nanga Banda.

Batas-batasnya, yakni utara dengan kuburan Islam, selatan baratnya dengan tanah Usman Daeng Pasala, kemudian selatan timurnya dengan lorong Suyono bagian utara dan selatannya dengan landasan pesawat.

Baca Juga: BKKBN Sulawesi Tenggara Fasilitasi Bimtek Tim Percepatan Penurunan Stunting di Kolaka Timur

Kemudian, batas timurnya dengan kuburan muslim, baratnya tambak garam milik Abdul Karim M Saleh terus ke utara selokan besar yang digali.

Saat itu, tutur Majid Har, sejumlah oknum yang pada waktu itu mengklaim memilki lahan disana akhirnya mau mengakui dan menyerahkan kembali aset pemerintah melalui camat. Waktu itu camat pak Maksimus Mansur.

“Memang awalnya ada proses pengklaiman sejak dulu yah, bukan baru sekarang, tetapi itu sudah diserahkan dan tanah milik Pemda sudah diakui sejak itu. Dengan demikian selama saya menjabat sebagai kepala desa 1982 sampai 1997 tidak ada oknum yang mengklaim kembali tanah di Nanga Banda, baru kali ini ada yang mengklaim," tuturnya.

Terpisah, Kabag Tapem Manggarai, Karolus Mance kembali menegaskan, Pemda sudah punya dasar kajian yang jelas terkait kepemilikan sah tanah Nanga Banda.

Pihaknya bukan bermaksud untuk membantah versi sejarah yang diutarakan oleh pihak-pihak yang mengklaim tanah Nanga Banda, tetapi ingin meluruskan fakta sebenarnya bahwa kajian yuridis yang dipegang Pemda sudah menjadi dasar yang kuat dan itu sudah diakui sejak dulu.

"Saya sudah sering sampaikan ini ke media, bahkan ada beberapa teman wartawan yang bertemu saya di ruangan Tapem. Saya bilang pemda tetap konsisten dari awal berdasarkan kajian empiris, yuridis, historis dan pragmatis," kata Mance saat menghadiri reses anggota DPRD NasDem di Islamic Center, Kamis (14/7/2022) lalu.

Mance bilang, pihaknya tetap berpedoman pada pengakuan 1989, di mana Dalu Muhamad Yusuf Marola dan tokoh-tokoh masyarakat sudah mengakui tanah itu.

Baca Juga: Dukung Reforma Agraria, Bupati se-NTT Diminta Legalisasi Aset Tanah

Selain itu, ada pula sawah garam yang merupakan program pemerintah era Bupati Anton Bagul untuk memberdayakan para petani.

Kemudia ada pengajuan HGU dari masyarakat kepada pemerintah tahun 1985.

"Jadi sudah ada bentuk pengakuannya dan aktivitas pemda juga sudah ada sejak dulu," kata Mance. (B)

Penulis: Berto Davids

Editor: Kardin

Artikel Terkait
Baca Juga