Masjid di Kendari Akan Ditutup Sementara, Begini Dalilnya dalam Hadits
Musdar, telisik indonesia
Rabu, 07 Juli 2021
0 dilihat
Masjid Al Alam, Kendari. Foto: Musdar/Telisik
" Salah satu aturan yang dimuat dalam SE bernomor 440/4541/2021, yakni kegiatan keagamaan di rumah ibadah untuk sementara ditiadakan "
KENDARI, TELISIK.ID - Pemerintah Kota Kendari akan meniadakan aktivitas keagamaan yang mengundang orang banyak, termasuk di Masjid.
Hal tersebut dilakukan dalam rangka penerapan PPKM Mikro pada 6 Juli-20 Juli 2021.
Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir juga telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang pengetatan PPKM di Kota Kendari mikro dalam rangka pengendalian COVID-19.
Salah satu aturan yang dimuat dalam SE bernomor 440/4541/2021, yakni kegiatan keagamaan di rumah ibadah untuk sementara ditiadakan.
Lantas, bagaimana dalilnya dalam hadist?
Dilansir dari muslim.or.id, sejarah Islam dahulu menjelaskan bahwa masjid dahulu pernah ditutup karena ada wabah.
Ini berarti tidak ada shalat berjamaah dan shalat jumat. Adz-Zahabi menceritakan, “Dahulu terjadi musim paceklik besar-besaran di Mesir dan Andalus, kemudian terjadi juga paceklik dan wabah di Qordoba sehingga masjid-masjid ditutup dan tidak ada orang yang shalat. Tahun itu dinamakan tahun kelaparan besar.” [Siyar A’lam An-Nubala 18/311]
Sebagaimana kita ketahui bahwa wabah itu penyakit yang menular dengan sangat cepat. Lebih cepat menular apabila berada pada manusia dengan kumpulan massa yang banyak.
Baca Juga: Wali Kota Kendari Keluarkan SE PPKM Mikro, Berikut 13 Aturannya
Oleh karena itu para ulama sejak dahulu maupun sekarang telah menfatwakan bolehnya tidak shalat berjamaah dan tidak shalat Jumat di masjid apabila ada udzur syar’iy dan sesuai arahan ulil amri, para ulama (ustadz) atau ahli kesehatan setempat. (catatan penting: kebijaksanaan tidak shalat berjamaah dan tidak shalat jumat, dikembalikan lagi ke daerah masing-masing karena setiap daerah berbeda-beda keadaannya)
Hal ini berdasarkan kaidah fikh bahwa mencegah madharat didahulukan daripada mendatangkan mashalat.
“Menghilangkan kemudharatan itu lebih didahulukan daripada Mengambil sebuah kemaslahatan.”
Demikian juga kaidah bahwa yang namanya bahya itu harus dihilangkan bahwa, "Kemudharatan Dihilangkan Sebisa Mungkin".
Mencegah wabah yang sudah pasti menyebar dan berbahaya tentu harus didahulukan daripada mendatangkan mashalat yaitu mendapatkan pahala shalat berjamaah.
Salah satu dalil yang dibawa ulama bolehnya tidak shalat berjamaah adalah terlarangnya seseorang hadir shalat berjamaah ke masjid karena bau bawang putih yang akan menganggu orang yang shalat.
Baca Juga: PPKM Mikro se-Sultra, Bagaimana Ketatnya Perjalanan Laut?
Haditsnya sebagai berikut:
Dari Ibnu ‘Umar, bahwasannya Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barangsiapa yang memakan sayuran ini, maka janganlah mendekati masjid kami hingga hilang baunya” – yaitu bawang putih [HR. Muslim no. 561].
Ibnu ‘Abdil Barr menjelaskan bahwa bau bawang putih dapat diqiyaskan dengan orang yang punya pengakit kusta yang menular, bahkan penyakit kusta lebih berbahaya daripada bau bawang putih.
Terlebih ada wabah yang menular dengan cepat dan kita tidak tahu siapa saja yang menularkan. Beliau berkata, "Atau memiliki penyakit berbahaya seperti kusta dan semisalnya. Setiap hal yang mengganggu manusia apabila ada pada seseorang di masjid lalu mereka ingin mengeluarkan dan menjauhkannya dari masjid, maka mereka berhak melakukanitu.” [At-Tamhiid, 6/422-423].
Sehingga berdasarkan dalil dari hadist tersebut, maka diperbolehkannya tidak salat berjamaah dan salat Jumat di masjid selama kondisi darurat. (C)
Reporter: Musdar
Editor: Fitrah Nugraha