May Day, Amerika Serikat Diminta Akhiri Blokade Ekonomi di Kuba

Kardin, telisik indonesia
Minggu, 02 Mei 2021
0 dilihat
May Day, Amerika Serikat Diminta Akhiri Blokade Ekonomi di Kuba
Ketum JMSI, Teguh Santosa. Foto: Ist.

" Dari Indonesia saya mengirimkan pesan kepada rakyat Kuba yang percaya bahwa kelas pekerja adalah elemen penting dalam peradaban dan perdamaian dunia. "

JAKARTA, TELISIK.ID - Pemerintah Amerika Serikat diminta mengakhiri blokade ekonomi, perdagangan, dan keuangan yang diterapkan kepada Kuba.

Pemerintahan Amerika Serikat yang kini dikendalikan Presiden Joe Biden juga disarankan untuk mengubah mentalitas dan perspektif dalam berhubungan dengan negara-negara lain di dunia, termasuk Kuba.

Demikian antara lain disampaikan wartawan dari Indonesia, Teguh Santosa, yang ikut memberikan pandangan dalam Forum internasional bertema “Solidaritas untuk Mengakhiri Blokade Kuba” yang diselenggarakan Instituto Cubano de Amistad con los Pueblos (ICAP) dan Central de Trabajadores de Cuba (CTC), Sabtu pagi (1/5/2021) waktu Indonesia  atau Jumat malam (30/4/2021) waktu Havana, Kuba  

Forum tersebut digelar secara hybrid selama dua hari, dari tanggal 30 April sampai 1 Mei dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day.

Puluhan pembicara dari berbagai belahan dunia menyampaikan pandangannya dalam forum yang dibuka oleh Presiden ICAP Fernando Gonzalez dan Sekjen CTC Ulises Guilarte de Nacimiento.  

"Dari Indonesia saya mengirimkan pesan kepada rakyat Kuba yang percaya bahwa kelas pekerja adalah elemen penting dalam peradaban dan perdamaian dunia," ujar Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) ini mengawali pesan May Day-nya.

Baca juga: May Day 2021, Menaker: Momentum Perkuat Persaudaraan Hadapi Pandemi

Mantan Ketua Bidang Luar Negeri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) itu selanjutnya mengatakan, sudah lebih dari setahun masyarakat dunia menghadapi pandemi COVID-19 sebagai situasi yang tidak unprecedented atau tidak pernah dialami sebelumnya.

"Namun di sisi lain, situasi ini membuka kesempatan pada manusia untuk meningkatkan kapasitas dan solidaritas," ujar mantan anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat itu.

Teguh yang juga pernah menjadi Ketua Bidang Luar Negeri PP Pemuda Muhammadiyah menambahkan, di era pandemi ini, pemerintah Kuba dan rakyat Kuba bekerja keras menghadapi pandemi COVID-19 dan memperkuat pondasi politik. Sejauh ini kerja keras itu cukup berhasil.

Hal lain yang dikatakan Teguh, di tengah pandemi COVID-19, masyarakat dunia masih menyaksikan arogansi pihak-pihak tertentu yang merasa memiliki kekuasaan dan memiliki hak untuk memaksakan kekuasaan mereka kepada pihak yang mereka anggap lemah.

"Karena hal itulah, dalam kesempatan peringatan Hari Buruh Internasional ini, saya bersama rakyat Kuba meminta pemerintah Amerika Serikat menghentikan blokade kepada Kuba," sambung Teguh.

Hubungan antara Amerika Serikat dan Kuba sempat mengalami perbaikan di era Presiden Barack Obama. Pada Desember 2014, Presiden Barack Obama dan Presiden Raul Castro mengumumkan tekad kedua negara menormalisasi hubungan yang memburuk sejak Revolusi 1959 dan terputus setelah insiden Teluk Babi tahun 1961.

Pada Juli 2015, Amerika Serikat membuka kembali Kedutaan Besar mereka di Havana, begitu juga Kuba membuka kembali Kedutaan Besar mereka di Washington DC.

Baca juga: Mahfud MD Nilai Ekonomi Indonesia Ada Kemajuan Meski Korupsi Sering Terjadi

Puncak dari upaya perbaikan hubungan itu adalah kunjungan Obama dan keluarga ke Kuba pada Maret 2016. Obama menjadi Presiden AS pertama yang berkunjung ke Kuba dalam 88 tahun terakhir sebelumnya.

Setahun setelah kunjungan Obama ke Kuba itu, Presiden Donald Trump yang menggantikan Obama mengubah kembali kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap Kuba.

Teguh Santosa yang juga dosen hubungan internasional di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, dikenal sebagai wartawan yang terlibat dalam berbagai isu internasional dan kerap memberikan pandangan mengenai isu-isu tersebut.

Ia pernah meliput perang yang berkecamuk di Afghanistan tahun 2001 dan perang di Irak tahun 2003. Sebelum pandemi COVID-19, ia juga kerap mengunjungi Korea Utara dan Korea Selatan untuk mengikuti dari dekat konflik di Semenanjung Korea. Di tahun 2019, Teguh diundang berbicara dalam konferensi wartawan dunia di Seoul mengenai prospek perdamaian Korea.

Teguh juga pernah diundang Komisi IV PBB di New York untuk berbicara mengenai sengketa Sahara Barat pada tahun 2011 dan 2012. Di tahun 2014, Teguh diundang berbicara di Marrakesh mengenai isu HAM.

Di tahun 2017, alumni University of Hawaii at Manoa (UHM) itu diundang menghadiri Kongres Partai Komunis China di Beijing dan ikut membentuk Belt and Road Journalist Forums (BRJF) bersama 30 perwakilan wartawan dari seluruh dunia.

Teguh juga telah terlibat memantau pemilihan umum di tiga negara, yakni di Mikronesia (2009), Maroko (2011), dan Venezuela (2018). (C)

Reporter: Kardin

Editor: Haerani Hambali

TAG:
Baca Juga