Menaker Ida Sebut Banyak Perusahan Abaikan UU Ketenagakerjaan Soal Pesangon
Rahmat Tunny, telisik indonesia
Kamis, 15 Oktober 2020
0 dilihat
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah. Foto: Repro google
" Pemerintah tidak mau seperti itu, makanya diturunkan dengan adanya kepastian. "
JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziah mengakui banyak perusahan di Indonesia tidak sepenuhnya menjalankan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terkhusus buat ketentuan pesangon.
Menurut Ida Fauziah, dari seluruh perusahan yang tersebar di Indonesia hanya ada tujuh persen perusahan yang membayar pesangon buruh atau pekerja sesuai dengan amanat UU Ketenagakerjaan.
"UU 13 Tahun 2003 tentang ketentuan pesangon yang memang sangat bagus 32 kali (besar pesangon sebanyak 32 kali upah). Namun, pada prakteknya hanya tujuh persen yang mengikuti ketentuan. Jadi UU itu artinya tidak implementatif,” kata Ida dalam laman resmi YouTube Kementerian Ketenagakerjaan RI, Rabu (14/10/2020) kemarin.
Dijelaskan politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, ada sekitar 27 persen perusahan membayar pesangon pekerja sesuai dengan kesepakatan, tetapi hal itu tidak sesuai dengan ketentuan dalam UU dan harusnya hal seperti ini tidak boleh. Menurut Menaker Ida, hal itu dilakukan lantaran perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk membayar besar pesangon PHK pekerja atau buruh sebesar 32 kali upah, karena dianggap terlalu tinggi.
Berkaca dari fakta tersebut, maka besar pesangon di UU Cipta Kerja diturunkan dengan prinsip memastikan bahwa pesangon betul-betul menjadi hak dan dapat diterima pekerja atau buruh.
“Pemerintah tidak mau seperti itu, makanya diturunkan dengan adanya kepastian,” jelas Menaker Ida.
Terkait memastikan pekerja atau buruh mendapatkan hak pesangonnya, lanjut Ida, akan ada ketentuan sanksi yang memaksa perusahaan.
Baca juga: Merasa Dikhianati DPR, KSPI Tolak Hadir Bahas Aturan Turunan UU Ciptaker
“Ada nanti sanksinya diatur. Law enforcement ditegakkan,” tegasnya.
Sanksi tersebut akan diatur sebagaimana ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2003. Untuk besaran pesangon yang diatur di dalam UU Ketenagakerjaan, sebenarnya merupakan kemampuan rata-rata besar pesangon perusahaan di seluruh dunia. Namun, faktanya perusahaan belum mampu membayar.
“Nyatanya kita tidak mampu, buktinya yang tadi sudah saya sampaikan,” ucapnya.
Di dalam UU Cipta Kerja, disebutkan besar pesangon diberikan maksimal 25 kali upah dengan skema pembayaran 19 kali oleh perusahaan. Sisanya, enam kali melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Secara total, besar pesangon di UU Cipta Kerja ini lebih kecil dari jumlah yang ditetapkan dalam UU Ketenagakerjaan. UU Cipta kerja yang disahkan juga memperkenalkan skema baru terkait dengan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Jaminan sosial tersebut diatur dalam program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). JKP diklaim tidak mengurangi manfaat dari berbagai jaminan sosial lain yang telah ada seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT). (C)
Reporter: Rahmat Tunny
Editor: Kardin