Mengejar Keutamaan Amalan Salat Dhuha

Muhammad Israjab, telisik indonesia
Jumat, 21 Agustus 2020
0 dilihat
Mengejar Keutamaan Amalan Salat Dhuha
Keutamaan salat Dhuha, kita telah mencukupkan sedekah 360 sendi setiap harinya. Foto: Repro Google.com

" Kekasihku yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- mewasiatkan tiga nasehat padaku: Berpuasa tiga hari setiap bulannya, melaksanakan salat Dhuha dua raka’at, dan berwitir sebelum tidur. "

KENDARI, TELISIK.ID - Setiap muslim pasti senang melakukan amalan sedekah. Bahkan kita pun diperintahkan setiap harinya untuk bersedekah dengan seluruh persendian.

Ternyata ada amalan yang bisa menggantikan amalan sedekah tersebut yaitu salat dhuha. Simak pembahasan berikut ini yang dirangkum dari Rumahsyo.com

Di antara keutamaannya, salat Dhuha dapat menggantikah kewajiban sedekah seluruh persendian.

Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

“Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahmid (alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha illallah) bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai sedekah. Begitu pula amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan salat Dhuha sebanyak 2 raka’at.”

Sebab persendian yang ada pada seluruh tubuh kita sebagaimana dikatakan dalam hadits dan dibuktikan dalam dunia kesehatan adalah 360 persendian.

‘Aisyah pernah menyebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Sesungguhnya setiap manusia keturunan Adam diciptakan dalam keadaan memiliki 360 persendian.”

Hadits ini menjadi bukti selalu benarnya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tapi sedekah dengan 360 persendian ini dapat digantikan dengan salat Dhuha sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut,

Baca juga: Masjid Pathok Negoro Dongkelan, Tempat Ibadah Sekaligus Benteng Pertahanan

“Dari Buraidah, beliau mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia memiliki 360 persendian. Setiap persendian itu memiliki kewajiban untuk bersedekah.” Para sahabat pun mengatakan, “Lalu siapa yang mampu bersedekah dengan seluruh persendiannya, wahai Rasulullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Menanam bekas ludah di masjid atau menyingkirkan gangguan dari jalanan. Jika engkau tidak mampu melakukan seperti itu, maka cukup lakukan salat Dhuha dua raka’at.”

Kemudian An Nawawi juga mengatakan,  

“Hadits dari Abu Dzar adalah dalil yang menunjukkan keutamaan yang sangat besar dari salat Dhuha dan menunjukkan kedudukannya yang mulia. Dan salat Dhuha bisa cukup dengan dua raka’at.”

Asy Syaukani mengatakan, “Hadits Abu Dzar dan hadits Buraidah menunjukkan keutamaan yang luar biasa dan kedudukan yang mulia dari Salat Dhuha. Hal ini pula yang menunjukkan semakin disyari’atkannya salat tersebut. Dua raka’at salat Dhuha sudah mencukupi sedekah dengan 360 persendian. Jika memang demikian, sudah sepantasnya salat ini dapat dikerjakan rutin dan terus menerus.”

Keutamaan salat Dhuha lainnya disebutkan dalam hadits berikut, 

"Dari Nu’aim bin Hammar Al Ghothofaniy, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat raka’at salat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akan mencukupimu di akhir siang.”

Penulis ‘Aunul Ma’bud –Al ‘Azhim Abadi- menyebutkan, “Hadits ini bisa mengandung pengertian bahwa salat Dhuha akan menyelamatkan pelakunya dari berbagai hal yang membahayakan. Bisa juga dimaksudkan bahwa salat Dhuha dapat menjaga dirinya dari terjerumus dalam dosa atau ia pun akan dimaafkan jika terjerumus di dalamnya. Atau maknanya bisa lebih luas dari itu.”

Pendapat yang paling kuat, bahwa hukum salat Dhuha adalah sunnah secara mutlaq dan boleh dirutinkan.

Dalil yang menunjukkan hal ini adalah dalil yang menunjukkan keutamaan salat Dhuha yang telah disebutkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wasiatkan kepada Abu Hurairah untuk dilaksanakan.

Baca juga: Amalan yang Disunnahkan di Bulan Muharram

Nasehat kepada Abu Hurairah pun berlaku bagi umat lainnya. Abu Hurairah mengatakan,

“Kekasihku yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- mewasiatkan tiga nasehat padaku: Berpuasa tiga hari setiap bulannya, melaksanakan salat Dhuha dua raka’at, dan berwitir sebelum tidur.”

Asy Syaukani mengatakan, “Hadits-hadits yang menjelaskan dianjurkannya salat Dhuha amat banyak dan tidak mungkin mencacati satu dan lainnya.”

Kemudian dalil bahwa salat Dhuha boleh dirutinkan adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Aisyah ,

”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.”

’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.

Untuk pelaksanaan salat Dhuha dimulai dari waktu matahari meninggi hingga mendekati waktu zawal (matahari bergeser ke barat).

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin menjelaskan bahwa waktunya adalah mulai dari matahari setinggi tombak, dilihat dengan pandangan mata, hingga mendekati waktu zawal.

Lalu beliau jelaskan bahwa waktunya dimulai kira-kira 20 menit setelah matahari terbit, hingga 10 atau 5 menit sebelum matahari bergeser ke barat.

Sedangkan Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) menjelaskan bahwa waktu awal salat Dhuha adalah sekitar 15 menit setelah matahari terbit.

Baca juga: Meraih Keutamaan Shaf Pertama dalam Salat Berjemaah

Sedangkan waktu utama mengerjakan salat Dhuha adalah di akhir waktu, yaitu keadaan yang semakin panas. Dalilnya adalah,

Zaid bin Arqom melihat sekelompok orang melaksanakan salat Dhuha, lantas ia mengatakan,

“Mereka mungkin tidak mengetahui bahwa selain waktu yang mereka kerjakan saat ini, ada yang lebih utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Waktu terbaik) salat awwabin (nama lain untuk salat Dhuha yaitu salat untuk orang yang taat atau kembali untuk taat) adalah ketika anak unta merasakan terik matahari.”

An Nawawi mengatakan, “Inilah waktu utama untuk melaksanakan salat Dhuha. Begitu pula ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa ini adalah waktu terbaik untuk salat Dhuha. Walaupun boleh pula dilaksanakan ketika matahari terbit hingga waktu zawal.”

Jumlah raka’at salat Dhuha, minimalnya adalah dua raka’at sedangkan maksimalnya adalah tanpa batas, menurut pendapat yang paling kuat.

Jadi boleh hanya dua raka’at, boleh empat raka’at, dan seterusnya asalkan jumlah raka’atnya genap. Namun jika ingin dilaksakan lebih dari dua raka’at, salat Dhuha tersebut dilakukan setiap dua raka’at salam.

Dalil minimal salat Dhuha adalah dua raka’at sudah dijelaskan dalam hadits-hadits yang telah lewat.

Sedangkan dalil yang menyatakan bahwa maksimal jumlah raka’atnya adalah tak terbatas, yaitu hadits.

Mu’adzah pernah menanyakan pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, berapa jumlah raka’at salat Dhuha yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? ‘Aisyah menjawab,

“Empat raka’at dan beliau tambahkan sesuka beliau.”

Reporter: Muhammad Israjab

Editor: Haerani Hambali

Artikel Terkait
Baca Juga