Mengenang Kendari

Sumarlin, telisik indonesia
Sabtu, 18 Januari 2020
0 dilihat
Mengenang Kendari
Oleh: Indarwati Aminuddin Ombudsman telisik.id

" "

Oleh: Indarwati Aminuddin
Ombudsman telisik.id


Di tahun 1998 (semoga tahun ini tak salah), saya secara tak sengaja bertemu Pak Drs H Laode Kaimoe d din, Gubernur Sulawesi Tenggara yang tengah berlari lari pagi di area pantai Kendari. Ia mengenakan celana pendek, baju kaus putih dengan handuk kecil terlampir di lehernya. Ia berhenti sesaat, bertanya, apakah saya tengah olahraga juga atau hendak mencari berita? Katanya, bila mencari berita, maka ia hendak memberikan informasi menarik.

Saya lalu bertanya penuh minat, informasi menarik apa? Sambil berlari lari kecil, ia menjawab ; “Saya mau Kendari ini menjadi kota dalam taman. Kota dengan penduduk yang tidak bertambah, kota yang dikelilingi hutan dan menjadi paru paru bagi Sulawesi Tenggara.” Ia lalu melesat pergi dengan cuek.

Saya meninggalkan Kendari di tahun 2000, dan masih mengingat mimpi Pak Kaimoeddin. Ini mimpi yang besar sekali, tapi masuk akal dan futuristic—bermasa depan. Ia mendorong ilmu landsekap diturunkan ke perencanaan, managemen, perancangan konstruksi dan didukung dengan kebijakan pemerintah. Ia mau landsekap Kendari dirancang penuh dengan daya seni. Sudah pasti ini tak mudah, tapi jejak karir Pak Kaimoeddin menunjukkan ia tipe orang yang tak pernah takut dengan tekanan publik. Saya sudah melihat sendiri ia berargumen secara kuat dengan kelompok yang memanggilnya abang (HMI), dimana ia sendiri alumni dari HMI, kelompok aktivitas hak azasi manusia, atau para kelompok ibu ibu yang marah karena perluasan tanah.

Di tahun 2020, saya kembali lagi ke Kendari. Meski sebelumnya beberapa kali mampir pada tahun tahun sebelumnya, namun kali ini saya lebih memperhatikan hal hal kecil ; jalan yang kok lubangnya makin banyak, rumah toko berwarna warni dengan sampah berserakan, kabel listrik yang melilit lilit di cabang pohon dan atap rumah, ruang ruang publik yang menjadi pasar malam, pantai yang bangunan reklamasinya tidak selesai dan secara perlahan menjadi tempat sampah. Saya berdiri di tepi pantai dan tiba tiba mengingat Pak Kaimoeddin. Apa yang terjadi dengan mimpi ia? Apakah kebijakannya untuk kota dalam taman yang ia rencanakan tidak diteruskan oleh para pemimpin sebelumnya? Apakah rencana besar Pak Kaimoeddin tidak masuk akal untuk diteruskan?

Kota dalam versi Pak Kaimoeddin adalah sebuah perencanaan yang mendorong kota menjadi hubs –penghubung—antara dalam kota dan luar dan mampu mendorong warganya terhubungkan untuk menyediakan dan mengakses kebutuhannya. Meski tidak secara jelas menyampaikan landasan kota dalam taman, tapi saya memahami Pak Kaimoeddin melandaskan perencanaan kota dalam taman ini dalam sejumlah prinsip utama antara lain; (1) Ekologi. Artinya kota ditumbuhkan dengan visi terpadu agar tidak terjadi penurunan ekosistem dan pada akhirnya memicu bencana alam. Kenyataannya mangrove telah habis, jalur hijau telah berubah menjadi jalur jalur perdagangan umum. (2) Melindungi kantong kantong air. Maksudnya adalah jalur jalur serta dataran tinggi tidak dirusak dengan alasan pembangunan. Tujuannya jelas; agar warga Kendari dan sekitarnya tidak kekurangan air bersih.  

Tahura Murhum adalah satu dari sekian kantong air yang sangat dilindungi belasan tahun lalu serta (3) Infrastruktur. Maksudnya adalah semua bangunan harusnya dirancang efisien, ada ruang untuk tanaman, air dan bukan semen dimana mana.  

Saat itu bahkan sisi kiri jalan jalan raya yang baru dibuka bahkan mulai ditanami pohon pohon dan saya ingat izin untuk membangun rumah toko masih ketat.  Kendari masih tampak luas, jalan kaki jadi enak.

Saya bertanya tanya,apakah prinsip ini masih dipegang para pemimpin di Kota Kendari saat? Apakah mereka gelisah ketika melihat banjir melanda? Apakah kebijakan kota dibahas sebagai bagian dari masalah bersama? Atau apakah semua orang merasa ini biasa biasa saja?

Kota Kendari hari ini, di kiri kanan jalan, ruko ruko berwarna warni, ada tong sampah dengan sampah menumpuk dan kucing yang tampak kelaparan. Ada angkot dengan klakson dipencet berulang ulang dan suara musik seperti klub malam. Ada pengendara motor yang terburu buru meliuk di jalan, entah mau kemana. Inikah kota yang diinginkan? (*)

Baca Juga