Perdebatan Wacana Politik Uang Dilegalkan

Efriza, telisik indonesia
Minggu, 19 Mei 2024
0 dilihat
Perdebatan Wacana Politik Uang Dilegalkan
Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan. Foto: Ist.

" Money Politics (politik uang) dilegalkan mengemuka menjadi usulan dari Hugua anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) "

Oleh: Efriza

Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan

MONEY Politics (politik uang) dilegalkan mengemuka menjadi usulan dari Hugua anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Ia meminta politik uang untuk dilegalkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) di Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) dengan sejumlah aturan terbatas. Sebab, ia menjelaskan bahwa politik uang merupakan keniscayaan atau sesuatu yang terjadi dalam kontestasi politik (suara.com, 15 Mei 2024).

Dengan begitu, dia menyebut kompetisi politik tidak lagi menjadi pertarungan para saudagar. Dilegalkan dengan batasan tertentu, misal, maksimul Rp20 ribu atau Rp50 Ribu, Rp1 juta, atau Rp5 juta. Kontroversi di publik menyeruak dari usulan kader PDIP ini.

Sikap Penghinaan Rakyat

Usulan dari kader PDIP dengan bahasa Sarkas dapat dikatakan sebuah wacana dari kedangkalan dirinya dalam berpikir. Politik uang yang ingin dilegalkan malah menunjukkan sikap pesimis kita membangun demokrasi untuk negeri. Malah yang terjadi adalah politisi tersebut menjadi aktor dari wacana kemunduran berdemokrasi di negeri ini.

Usulan ini juga bentuk sikap yang merupakan penghinaan terhadap masyarakat dan juga partai politiknya sekaligus. Masyarakat dianggap memilih karena uang dengan mengabaikan program kerja yang ditawarkan kandidat tersebut.

Padahal penilaian pilihan dari program kerja yang ditawarkan para calon adalah bentuk keyakinan tawaran kandidat itu baik untuk membangun negeri ini lebih baik dan mengupayakan kesejahteraan masyarakat.

Disisi lain, kekhawatiran dirinya yang menyikapi kontestasi Pilkada yang diajukan dan yang menang adalah saudagar (pengusaha). Pernyataan ini sekaligus menjadi fakta miris bahwa partai politik lebih mengedepankan kandidat yang diajukan di Pilkada adalah para pengusaha ketimbang negarawan. Sehingga yang menang adalah para saudagar karena punya uang, sedangkan negarawan dianggap tidak punya maka pasti kalah.

Usulan, Menyuburkan Korupsi

Usulan ini jika disetujui tentunya akan berdampak luas menghasilkan kerusakan demokrasi secara prosedural. Usulan ini diprediksi jika di setujui akan menerobos kepada berbagai undang-undang seperti undang-undang Pilkada dan undang-undang Pemilihan Umum (Pemilu).

Baca Juga: Menelisik Jabatan Menteri Pertahanan Nanti

Usulan yang diajukan oleh Kader PDIP menunjukkan sebuah wacana dari proses terjadinya kemunduran berdemokrasi. Padahal, PDIP adalah aktor perintis dari reformasi dan demokrasi di negeri ini dengan melakukan tindakan turut serta menghadirkan perlawanan yang sukses menumbangkan Rezim Orde Baru.

Tetapi sayangnya, sikap pesimis dalam berdemokrasi malah disampaikan oleh kader PDIP.

Usulan melegalkan politik uang malah semakin menegaskan pendidikan politik bagi masyarakat tidaklah penting. Semestinya, politik uang sepeserpun harus ditindak, bukan dilegalkan.

Juga semestinya, semangat menolak politik uang yang lebih ditonjolkan dengan menguatkan tindakan memproses terhadap perilaku politik uang, lalu pemberian sanksi yang keras terhadap perilaku negatif dalam pemilu yang mengedepankan politik uang ketimbang penyampaian program kerja, dan juga mengupayakan membangun hubungan yang harmonis antara kandidat dengan pemilih.

Hal yang utama acap diabaikan bahwa Pendidikan Politik dari kandidat dan partai politik kepada masyarakat adalah kunci perilaku perubahan sikap pragmatis di masyarakat. Jika politik uang dianggap terjadi karena sikap pragmatis masyarakat, yang sebenarnya sikap pragmatis masyarakat ini diawali dari perilaku buruk kandidat.

Maka semestinya, politik uang dinihilkan dan pendidikan politik yang ditonjolkan. Pendidikan politik kepada masyarakat menjadi sikap yang menunjukkan mengupayakan dengan mendorong masyarakat untuk peduli terhadap masa depan daerahnya melalui perilaku memilih berdasarkan program kerja dan menolak politik uang.

Pendidikan politik kepada masyarakat ini juga menekankan akan kerja politik dari partai politik yang semestinya yang digiatkan kepada masyarakat. Partai politik semestinya kehadiran dan kinerjanya harus dirasakan masyarakat setiap harinya bukan sekadar menuju politik lima tahunan alias menjelang politik pemilu semata. Sehingga demikian, pendidikan politik bagi masyarakat terus menerus dihadirkan dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Semestinya pula kader-kader partai diberikan pengkaderan yang serius oleh partai politiknya. Sehingga tidak terjadi maraknya kader instan menjelang Pemilu. Jika pengkaderan dilakukan dengan baik dan terus menerus akan menghasilkan partai politik yang dapat mengajukan calon kandidat dari kadernya di Pilkada, bukan sekadar sebagai partai politik ikut berkoalisi semata.

Manfaat dari pengkaderan adalah menunjukkan fungsi rekrutmen politik memang dijalankan serius oleh partai politik. Kader-kader partai itu juga memahami nilai-nilai politik dari ideologi yang dibangun oleh partai politik itu untuk disampaikan kepada masyarakat dalam wujud penyampaian program kerja sebagai kandidat politik.

Sehingga yang ditawarkan kepada masyarakat adalah program-program kerjanya saat kampanye, bukan malah bersikap pragmatis melakukan politik uang berupa serangan fajar di hari masa tenang menjelang hari pencoblosan.

Wacana melegalkan politik uang adalah bentuk pernyataan dan sikap yang akan menjerumuskan Indonesia semakin dalam dengan menguatnya kasus korupsi politik yang dilakukan para politisi. Kasus korupsi tidak bisa dilepaskan pula merupakan dampak dari perilaku buruk kandidat menghadapi Pemilu dan Pilkada.  

Baca Juga: Jokowi dan Golkar

Melegalkan politik uang akan semakin menonjolkan kandidat yang terpilih berperilaku yang hanya memikirkan untuk membalikkan modal uangnya di Pemilu atau Pilkada, dan kandidat yang perilakunya cenderung hanya bersikap menimbun duit untuk kepentingan pemilu berikutnya.  

Akhirnya yang terjadi adalah para pejabat yang terpilih adalah berperilaku buruk, karena hanya sekadar menghitung kekayaannya dan menimbun uangnya untuk kepentingan pemilu berikutnya, ketimbang membangun daerahnya dan mengupayakan kesejahteraan bagi masyarakat dan/atau pemilihnya.

Wacana melegalkan politik uang juga malah akan menyebabkan politik pemilu kita akan semakin berbiaya mahal. Malah akan semakin menguatkan munculnya para pengusaha (saudagar) ketimbang negarawan, juga menghadirkan kandidat yang bermodal uang semata tetapi tidak lagi berorientasi kepentingan untuk masyarakat, bangsa, dan negara.

Partai politik malah meyakini ketidakmenonjolan fungsi rekrutmen politik maupun pendidikan politik adalah hal yang benar dan seolah dibenarkan oleh undang-undang maupun PKPU jika politik uang dilegalkan.

Jika demikian, pertanyaan yang menyeruak adalah untuk apa kita menjadi kader partai politik jika yang akan menjadi kandidat adalah kader instan dengan dasar dia kaya raya tentu saja ini miliknya Saudagar (pengusaha) ketimbang negarawan. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga