Mistik: Jejak Gaib di Pesantren Mengungkap Jin Tinggi Besar dan Wewe Gombel Berjalan Mundur
Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Kamis, 20 November 2025
0 dilihat
Penggambaran sosok gaib berwujud jin sumur dan Wewe Gombel, menghuni lingkungan pesantren. Foto: Repro Pinterest
" Cerita mengenai jin penunggu sumur di sebuah pondok pesantren kembali muncul dalam obrolan keluarga, menghadirkan kembali ingatan tentang kamar angker, lemari terlarang, hingga pengalaman kesurupan yang dialami salah satu santri pada masa itu "

KEDIRI, TELISIK.ID - Cerita mengenai jin penunggu sumur di sebuah pondok pesantren kembali muncul dalam obrolan keluarga, menghadirkan kembali ingatan tentang kamar angker, lemari terlarang, hingga pengalaman kesurupan yang dialami salah satu santri pada masa itu.
Percakapan mengenai pengalaman mondok di Kota Kediri, Jawa Timur, kembali mencuat ketika keluarga besar Malik Ibnu Zaman mengikuti rangkaian tahlilan pada tahun 2021.
Dalam suasana yang cenderung tenang setelah acara, para kerabat duduk melingkar sambil menikmati hidangan. Malik hanya menyimak, namun rangkaian cerita yang disampaikan para kerabat tentang masa mereka di pondok terekam jelas.
Kisah bermula ketika Mbah Kapi mengulas kembali kebiasaan orang tua zaman dahulu yang mengirimkan uang saku bagi anaknya di pondok pesantren secara langsung tanpa jasa pengiriman.
Ia menyampaikan bahwa setiap bulan selalu ada bagian keluarga yang bertugas mengantarkan titipan itu.
Baca Juga: Mistik: Beli Telur saat Maghrib Berubah Petaka, Anak Ini Menghilang 11 Hari dan Ditemukan Tak Sadar di Pinggir Sungai
“Dari sini naik bus, kadang juga naik kereta api, nginapnya nanti di kamar santri,” tuturnya kepada Malik, dikutip dari kumpuaran.com, Kamis (20/11/2025).
Dalam kesempatan itu, ia mengingat kembali salah satu pondok yang memiliki kamar tidur yang dikenal angker di kalangan santri. Ia menanyakan apakah kamar itu masih ada.
“Kamar yang ada jinnya di pondok pesantren A di mana para santri tidak ada yang berani tidur di situ masih nggak yah?” ujarnya.
Pertanyaan itu memancing reaksi dari Mbah Ari yang menimpali dengan nada bercanda, tetapi Mbah Abu memberikan keterangan yang lebih pasti. Ia menjelaskan bahwa bangunan kamarnya sudah diganti.
“Sudah dirobohkan, berganti bangunan,” ungkapnya.
Mbah Abu melanjutkan bahwa kamar tersebut dianggap menyimpan penghuni tak kasatmata. Para santri yang tidur di sana sering mendapati diri berada di atas sumur ketika terbangun.
Lemari di kamar itu juga tidak pernah ada yang berani gunakan karena diyakini dapat menyebabkan sakit. Namun, berbeda dengan para santri lain, Mbah Wir memilih tidur dan menyimpan barang di lemari itu.
Mbah Wir yang berada dalam perbincangan itu membenarkan seluruh cerita. Ia menambahkan bahwa dirinya pernah mengalami gangguan langsung dari jin tersebut.
Mabh Wir mengungkapkan bahwa suatu malam ia dipindahkan ke dapur ketika Sungai Brantas sedang meluap.
“Awalnya bersahabat baik,” ujarnya singkat ketika menggambarkan bagaimana interaksi awalnya dengan makhluk tersebut tidak menimbulkan ketegangan.
Namun, suasana berubah ketika jin merasuki dirinya. Ia menjelaskan bahwa dirinya mengalami kesurupan hingga harus dikurung oleh kiai pengasuh pondok karena kondisinya sulit dikendalikan. Dalam momen itu, Mbah Abu memberi keterangan tambahan.
“Waktu Kang Kapi ke pondok disuruh bapak, itu semalamnya mengamuk parah, saya saja nggak berani nemuin,” ungkapnya.
Akibat kejadian tersebut, Mbah Wir dibawa pulang untuk mendapat pengobatan dari pamannya. Setelah sembuh, ia kembali ke pondok dengan menumpang kereta api menuju Kediri.
Ia menceritakan bagaimana di dalam kereta muncul seorang kakek berbaju putih yang menawarkan lima buah rambutan seharga lima belas ribu rupiah. Saat itu harga tersebut tergolong besar. Namun, Mbah Wir tetap membelinya karena uangnya kebetulan pas.
Sesampainya di kursi, ia mengupas satu per satu rambutan. Empat rambutan pertama tidak memiliki isi, sementara rambutan kelima berisi jimat teropong. Beberapa penumpang coba membeli jimat, tetapi ia menolak.
Menurut penuturannya, jimat itu memiliki lubang kecil yang dapat digunakan untuk melihat jarak jauh. Ketika ia baru saja lulus dari pondok, jimat itu hilang.
Baca Juga: Mistik: Sosok Horor Hantu Batitong, Penjelmaan Perempuan Meninggal saat Melahirkan
Pada malam setelah kehilangan, ia bermimpi bertemu kakek berbaju putih. Sang kakek menyampaikan bahwa jimat akan kembali jika ia berpuasa empat puluh hari dengan sahur dan berbuka hanya singkong sebesar ibu jari. Ia mengaku tidak melaksanakan petunjuk tersebut.
Cerita lain disampaikan kerabat mengenai pohon rambutan di samping mushola keluarga yang menjadi tempat munculnya sosok Wewe Gombel dan Kelong Wewe.
Malik mencatat bagaimana beberapa kerabat sering berpapasan dengan sosok itu ketika hendak beribadah malam. Tanda kehadirannya dikenali dari suara sandal basah.
Malik sendiri mengingat satu kejadian ketika ia tidur di kamar kakeknya. Saat dini hari, ia mendengar suara langkah yang terdengar seperti sandal basah.
Ketika melihat ke arah jendela, ia melihat sosok menyerupai Kelong Wihad menggendong Kelong Reza melewati jalan di samping rumah. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Mustaqim
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS