MPR Dorong PMP Jadi Pelajaran Wajib di Sekolah dan Universitas
Rahmat Tunny, telisik indonesia
Senin, 22 Juni 2020
0 dilihat
Bambang Soesatyo Ketua MPR RI. Foto: Rahmat/Telisik
" Implementasi Pancasila dalam dunia pendidikan adalah dengan menjadikan Pancasila sebagai sistem nilai, bukan sekadar bahan untuk dihafal atau dimengerti saja, melainkan juga perlu diterima dan dihayati, dipraktikan sebagai kebiasaan, bahkan dijadikan sifat yang menetap pada diri orang Indonesia. "
JAKARTA, TELISIK.ID - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong dikembalikannya mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP), sebagai mata pelajaran wajib dari tingkat Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Menengah Pertama, Menengah Atas, hingga Perguruan Tinggi.
Hilangnya mata pelajaran PMP sejak diberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, telah merapuhkan pondasi bangsa akibat ketidakpemahaman generasi bangsa terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa.
"Kehadiran mata pelajaran PMP sejak tahun 1975, tak terlepas dari peran MPR RI melalui TAP MPR 1973 yang disempurnakan pada tahun 1978 dan 1983. Lalu berakhir sejak diberlakukannya UU 20/2003. MPR RI saat ini tengah mendorong agar PMP kembali menjadi mata pelajaran wajib di berbagai jenjang pendidikan. Tanpa pemahaman terhadap ideologi, bangsa kita tak ubahnya seperti kapal besar yang tersesat di tengah samudera tanpa kompas sebagai penunjuk arah," kata Ketua MPR RI di Ruang Kerjanya, Jakarta, Senin (22/6/2020).
Mantan Ketua DPR RI ini menekankan, dengan hadirnya kembali mata pelajaran PMP akan menguatkan Empat Pilar MPR RI yang dijalankan sejak tahun 2004. PMP akan menyasar peserta didik, sedangkan sosialisasi Empat Pilar MPR RI menyasar berbagai kelompok masyarakat.
Baca juga: Soal 500 TKA China, Fraksi PKS Salahkan Ketua DPRD Sultra
Dengan demikian pondasi kebangsaan sekaligus pembangunan karakter dan jati diri bangsa Indonesia semakin kokoh. Sumber daya manusia akan semakin kompeten, kapabel, berkarakter dan bermental luhur.
"Generasi muda bangsa dan Pancasila adalah dwitunggal yang tidak boleh dipisahkan. Pemuda adalah generator dan dinamisator pembangunan yang akan menentukan nasib bangsa di masa depan. Sementara, Pancasila adalah ideologi, pandangan hidup dan dasar negara yang akan menjadi rujukan dan panduan bagi generasi muda untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan konstitusi," ucapnya.
Mantan wartawan ini menjelaskan, seiring cepatnya laju roda zaman dan lompatan kemajuan di berbagai bidang kehidupan yang dibungkus dalam bingkai modernitas, tantangan merawat dan menjaga Pancasila semakin nyata. Globalisasi dan perkembangan teknologi telah menawarkan produk-produk dan gaya hidup yang dikemas sedemikian rupa sehingga terlihat menarik, khususnya bagi generasi muda.
Baca juga: Blokade Beton Dibuka, Kapolres Muna Mediasi Dua Desa yang Bertikai
"Bila kita lalai dan abai, nilai-nilai asing tersebut pada akhirnya akan merongrong jati diri, tradisi dan budaya, moralitas serta warisan kearifan lokal bangsa. Nilai-nilai Pancasila hanya hadir di ruang utopia, sila-silanya menjadi hafalan di luar kepala, tetapi implementasinya tidak terasa nyata," jelas Bamsoet.
"Implementasi Pancasila dalam dunia pendidikan adalah dengan menjadikan Pancasila sebagai sistem nilai, bukan sekadar bahan untuk dihafal atau dimengerti saja, melainkan juga perlu diterima dan dihayati, dipraktikan sebagai kebiasaan, bahkan dijadikan sifat yang menetap pada diri orang Indonesia," tambahnya.
Wakil Ketua Umum SOKSI ini juga menyoroti kehadiran Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa telah mengamanatkan semua kampus wajib membentuk Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKM-PIB), yang berada di bawah pengawasan rektor. Organisasi mahasiswa ekstra kampus diijinkan bergabung dan menjadi bagian dari pengawal ideologi Pancasila melalui UKM-PIB.
"Kader SAPMA PP harus aktif bergabung dalam UKM-PIB sehingga bisa terlibat langsung dalam meminimalisir dan mengcounter berkembangnya paham-paham yang menegasikan eksistensi Pancasila," pungkas Bamsoet.
Reporter: Rahmat Tunny
Editor: Sumarlin