Negara Arab dan Muslim Tolak Rencana Israel Buka Rafah Satu Arah
Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Minggu, 07 Desember 2025
0 dilihat
Staf dari Palang Merah Mesir berdiri di dekat sebuah truk yang mengangkut bantuan kemanusiaan saat truk tersebut memasuki Gaza dari Perlintasan Rafah sisi Mesir pada 12 Oktober 2025. Foto: Xinhua/Ali Mostafa.
" Kekhawatiran menguat di kawasan Timur Tengah setelah Israel mengusulkan pembukaan Perlintasan Rafah hanya satu arah, sebuah rencana yang dinilai berisiko memicu pemindahan paksa penduduk Gaza "

ABU DHABI, TELISIK.ID — Kekhawatiran menguat di kawasan Timur Tengah setelah Israel mengusulkan pembukaan Perlintasan Rafah hanya satu arah, sebuah rencana yang dinilai berisiko memicu pemindahan paksa penduduk Gaza.
Para menteri luar negeri dari sejumlah negara Arab dan Muslim secara resmi menyampaikan penolakan terhadap rencana Israel yang mengusulkan agar Perlintasan Rafah dibuka secara satu arah untuk memindahkan penduduk Gaza menuju wilayah Mesir.
Sikap tersebut disampaikan dalam pernyataan bersama yang dirilis usai pertemuan para menlu di Abu Dhabi, Jumat, 5 Desember 2025.
Pernyataan bersama itu ditandatangani oleh para menlu dari Uni Emirat Arab, Mesir, Yordania, Indonesia, Pakistan, Turkiye, Arab Saudi, dan Qatar. Mereka menegaskan penolakan terhadap segala bentuk pengusiran paksa warga Palestina dari tanah mereka.
Baca Juga: Fenomena Langka Matahari Kembar Tiga Muncul di Langit China, Ini Kata Pakar
Melansir Xinhua, Minggu (7/12/2025), para menlu juga menyerukan agar semua pihak mematuhi rencana yang diusulkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang menurut mereka menuntut Perlintasan Rafah tetap dibuka dua arah demi menjamin kebebasan bergerak bagi penduduk Gaza.
Dalam pernyataan tersebut ditegaskan bahwa pembukaan perlintasan secara dua arah dinilai penting untuk memastikan warga Palestina dapat tetap tinggal di tanah air mereka dan berperan aktif dalam proses pemulihan dan pembangunan kembali Gaza.
Selain itu, pembukaan dua arah juga dipandang sebagai bagian dari upaya memulihkan stabilitas dan memperbaiki kondisi kemanusiaan yang memburuk akibat konflik berkepanjangan.
Para menlu turut menekankan pentingnya menjaga gencatan senjata yang telah dicapai, meringankan penderitaan warga sipil, serta memastikan akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke wilayah Gaza.
Mereka juga mendorong dimulainya upaya pemulihan dini dan rekonstruksi infrastruktur yang rusak untuk menopang kehidupan masyarakat setempat.
Dalam konteks pemerintahan di Gaza, para menlu menyoroti perlunya menciptakan kondisi yang memungkinkan Otoritas Palestina kembali menjalankan tanggung jawab administratifnya di wilayah tersebut.
Langkah ini dinilai penting untuk membuka jalan bagi peningkatan keamanan dan stabilitas jangka panjang di Gaza.
Baca Juga: Putin Seret Standar Ganda AS dalam Polemik India Beli Minyak Rusia untuk Dana Perang Ukraina
Sebelumnya, Israel pada Rabu, 3 Desember 2025, mengumumkan rencana untuk membuka kembali Perlintasan Rafah dalam beberapa hari mendatang berdasarkan kesepakatan gencatan senjata Oktober dengan Hamas.
Namun, perlintasan tersebut direncanakan hanya beroperasi satu arah, sehingga warga Palestina diperbolehkan keluar dari Gaza tetapi tidak diizinkan kembali. Pemerintah Mesir secara terbuka membantah adanya koordinasi dengan Israel terkait rencana pembukaan kembali tersebut.
Perlintasan Rafah sendiri telah sering ditutup sejak Mei 2024, setelah pasukan Israel mengambil alih sisi Palestina dari perlintasan tersebut. Sebelum penutupan, Rafah menjadi jalur utama keluar masuk warga Palestina sekaligus pintu masuk terbesar bagi bantuan kemanusiaan dari sisi Mesir.
Sejak saat itu, distribusi bantuan dan mobilitas warga Gaza sangat bergantung pada kebijakan militer dan kesepakatan gencatan senjata yang kerap berubah. (Xinhua)
Penulis: Ahmad Jaelani
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS