Penyaluran BBM Subsidi di Reo Manggarai Diatur Seenaknya, Ada Dugaan Mafia BBM
Berto Davids, telisik indonesia
Jumat, 08 Juli 2022
0 dilihat
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berlokasi di jalur Reo - Kedindi, Kelurahan Mata Air, Kecamatan Reok, Manggarai, NTT. Foto: Berto Davids/Telisik
" Penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi di Reo, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, NTT menuai sorotan "
MANGGARAI, TELISIK.ID - Penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi di Reo, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, NTT menuai sorotan.
Sejumlah warga mengaku banyak oknum liar yang diduga mengatur penyaluran BBM subsidi seenaknya tanpa mempedulikan ketentuan UU dan BPH Migas serta surat edaran.
Selain oknum, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) ikut menjadi sorotan.
SPBU Reguler yang terletak di jalan Reo - Kedindi itu diduga masih melayani pembelian biosolar subsidi yang menggunakan jerigen tanpa surat rekomendasi.
Akibatnya, BBM subsidi diatur seenaknya oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Bahkan ada oknum yang diduga membeli BBM biosolar dengan jerigen lalu mengisi ke dalam mobil di luar lokasi SPBU.
Beberapa kali aksi itu pun tertangkap kamera warga. Sungguh miris kondisi yang terjadi di SPBU yang berlokasi di Kelurahan Mata Air ini.
Padahal negara melalui pertamina telah melakukan pertimbangan atas perkembangan kebutuhan nasional BBM dalam rangka pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran kepada konsumen penguna.
Pertamina juga telah melakukan pertimbangan guna meningkatkan efisiensi pengguna APBN, sehingga perlu menata kembali kebijakan penyaluran BBM subsidi, penggunaan surat rekomendasi hingga pelayanan terhadap jeriken pada setiap SPBU.
Hal tersebut sudah tertuang jelas dalam Surat No. 610/Q2500/2020-S3 tanggal 28 Mei 2020 perihal pengendalian penyaluran BBM bagi konsumen pengguna JBT dan Surat No. 2563/F15410/2019-S3 tanggal 16 September 2019 perihal pemberitahuan pelayanan dengan menggunakan jerigen.
Menurut catatan Telisik.id beberapa penekanan dalam surat edaran itu menyebut bahwa penyaluran produk premium dan biosolar subsidi di luar konsumen langsung hanya dapat diizinkan apabila memiliki surat rekomendasi dari SKPD atau instansi terkait sesuai dengan aturan yang berlaku.
Selanjutnya, pihak SPBU yang menjual biosolar subsidi wajib melakukan pencatatan nomor surat rekomendasi untuk pembelian konsumen non kendaraan dengan volume transaksi yang sudah diatur sesuai ketentuan.
Kemudian SPBU juga dilarang melayani pembelian dalam jumlah besar yang diduga dapat digunakan kepentingan lain, seperti penimbunan diatas 60 liter dan penjualan kepada pihak ketiga, apalagi konsumen yang menggunakan jeriken tanpa surat rekomendasi.
Namun, dalam prakteknya SPBU yang masih dalam proses sengketa perdata ini diduga belum sepenuhnya menjalankan ketentuan itu.
Baca Juga: Polisi Usut Pencabulan Santri Jombang, Tersangka Bertambah
Mirisnya lagi, ada oknum yang mengatur pendistribusian BBM subsidi seenaknya dengan membeli BBM pakai jeriken tanpa surat rekomendasi lalu menimbun BBM di tempat tertentu untuk dijual lagi ke pihak ketiga.
Tak hanya itu, ada oknum yang membeli BBM pakai jeriken dengan menggunakan truk dalam jumlah banyak dan kemudian BBM tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan lain.
Tindakan ini pun sangat meresahkan warga yang menganggap BBM subsidi sudah di salah gunakan.
Idrus, salah satu warga Kecamatan Reok mengaku kecewa dengan tindakan oknum-oknum yang sudah menyalahgunakan BBM bersubsidi itu untuk kepentingan lain, padahal masih banyak para petani dan nelayan yang membutuhkan BBM jika SPBUN kehabisan stok.
Ia juga menyoroti pelayanan pihak SPBU yang diduga secara sengaja masih meloloskan pembelian jeriken tanpa surat rekomendasi. Padahal penggunaan surat rekomendasi sudah menjadi aturan tetap yang wajib dilaksanakan oleh SPBU dan petugas yang bertanggung jawab langsung soal pendistribusiannya.
"Biosolar yang dijual di SPBU Reo adalah BBM bersubsidi yang harus memprioritaskan kebutuhan masyarakat, tidak boleh digunakan untuk kepentingan lain apalagi yang sama sekali tak punya surat rekomendasi" tegas pria yang mengaku sebagai tukang ojek para nelayan ini.
"Kami dari awal taat aturan agar pembelian BBM dengan menggunakan jeriken harus pakai rekomendasi. Tapi yang lain tidak. Ini tidak adil," tegasnya lagi.
Ia juga mengaku pernah melihat aksi salah satu oknum tak punya surat rekomendasi yang membeli biosolar di SPBU lalu memindahkannya ke dalam tangki mobil persis depan SPBU.
Aksi oknum itu, ngaku Idrus, sempat terekam kameranya saat sedang memindahkan biosolar dari jeriken ke mobil.
"Sangat prihatin dengan kondisi ini. Tapi terlepas dari itu semua pril6aku oknum sangat disayangkan juga sikap SPBU nya yang diduga sengaja membiarkan orang-orang seperti ini. Datang tak punya surat rekomendasi beli biosolar di SPBU lalu ditimbun di rumah untuk dijual lagi. Ini sebenarnya tidak beres, seharusnya BBM subsidi itu digunakan sesuai ketentuan" kata Idrus.
Tidak jauh dengan Idrus, salah seorang warga, Paulinus Ardi Haja juga berkomentar terkait maraknya mafia BBM yang membeli biosolar dengan jumlah banyak diatas 60 liter lalu menimbun hingga beberapa hari dan menjual lagi ke pihak ketiga.
"Ada oknum-oknum liar tidak beban beli biosolar dengan jumlah banyak terus jual lagi ke motor laut dan proyek, ada juga yang taruh di warung-warung" ngaku Paulinus.
Ia juga menyangkan SPBU yang diduga kerap meloloskan pembeli jeriken yang tidak mengantongi surat rekomendasi, padahal terkait rekomendasi sudah jelas tertuang dalam dasar hukum yang jelas.
"Dasar hukumnya ada UU nomor 22 tahun 2001 tentang migas dan bumi, kemudian ada UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda, terus ada juga Perpres nomor 191 tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Perpres nomor 43 tahun 2018 tentang pendistribusian BBM dan selanjutnya ada peraturan badan pengatur hilir minyak dan gas bumi RI nomor 17 tahun 2019 tentang surat rekomendasi untuk pembelian BBM tertentu" urai Paulinus.
"Yang paling parah sudah ada oknum-oknum lain yang bukan sebagai petani atau nelayan membeli solar dengan jumlah diatas 60 liter kemudian jual lagi. Padahal sesuai ketentuan pasal 55 UU Migas nomor 22 tahun 2001 yang dirubah ke pasal 40 angka 9 melarang aktivitas itu" urainya lagi.
Terpisah, Pertamina melalui Sales Branch Manager Rayon III menekankan pentingnya kewajiban pemasangan materi ketentuan penyaluran solar JBT di seluruh lembaga Penyalur
Baca Juga: Awalnya Tuduh Polisi Lakukan Kesewenangan, Warga Kota Medan Cabut Laporan
Sehubungan upaya guna terus meningkatkan penyaluran BBM JBT tepat sasaran dan waktu serta memberikan pemahaman terkait ketentuan pembelian Solar JBT kepada masyarakat Untuk membantu memudahkan memberi penjelasan kepada konsumen, SPBU diwajibkan mencetak kembali materi sosialisasi ketentuan penyaluran, seperti:
- Konsumen pengguna Solar JBT mengacu lampiran Perpres No. 191/2014
- Pengaturan maksimal volume pembelian Solar JBT sesuai SK BPH Migas No. 04/2020.
- Larangan pelayanan kepada pengecer & ancaman pidana penyalahgunaan Solar JBT sesuai UU Migas No. 22/2001
- Larangan pelayanan kepada angkutan pertambangan sesuai SE Kementrian ESDM No. 4.E/MB.01/DJB.S/2022
- Larangan pelayanan kepada kendaraan pengangkut CPO & Biodiesel sesuai SE Kementrian ESDM No. 3.E/EK.05/DJE.B/2022.
Pertamina juga mengatakan agar kebutuhan nelayan dan petani harus menjadi prioritas dalam penyaluran BBM subsidi selain SPBUN karena SPBU nelayan harus saling support
Cuman kewajarannya adalah ketika sudah ada SPBU nelayan.
Sementara itu pengelola SPBU, Chrispiani Kumpul belum dapat memberi keterangan terkait keluhan warga saat dikonfirmasi Telisik.id
Ia mengaku sedang berada di Kabupaten Ende untuk sebuah urusan penting. "Nana saya masih di Ende. Tunggu pulang baru saya kontak" tulis Chrispiani menjawab Telisik.id. (A)
Penulis: Berto Davids
Editor: Musdar