Pesona Pasir Putih Labengke Besar di Konawe Utara yang Belum Terkuak
Muhammad Israjab, telisik indonesia
Minggu, 22 Maret 2020
0 dilihat
Pulau Labengke Besar yang terletak di Konawe Utara. Foto: Muhammad Israjab/Telisik
" Labengke besar berada antara pulau Labengki kecil dengan Desa Boenaga dan Desa Waturambaha Kecamatan Lasolo Kepulauan. "
KONAWE UTARA, TELISIK.ID - Masih banyak yang belum tahu, ada salah satu spot wisata bahari yang indah dan tidak boleh terlewatkan untuk kita kunjungi. Adalah Labengke besar yang terletak di Kabupaten Konawe Utara.
Labengke besar berada antara pulau Labengki kecil dengan Desa Boenaga dan Desa Waturambaha Kecamatan Lasolo Kepulauan. Konon, menurut cerita warga desa sekitar jaman dahulu di pulau Labengke besar sebelah Timur ada sebuah kampung yang disebut Batu Asahan.
Namun entah kenapa warga yang sebelumnya tinggal di kampung itu berpindah tempat tinggal, yang sekarang sudah menjadi salah satu desa yakni Waturambaha.
Berbekal informasi tersebut, Tim telisik.id, mencoba mengunjungi spot yang belum terekspose secara luas oleh masyarakat Konawe Utara, bahkan Sulawesi tenggara.
Saya akan memulai menceritakan dari perjalanan dulu yah, hingga mencapai titik lokasi untuk menikmati indahnya pasir putih Labengke besar.
Untuk mencapai spot wisata yang dapat memanjakan mata, serta menghilangkan penat itu, ada dua alternatif perjalanan, bisa kita menggunakan jasa transportasi laut dan bisa dengan jalur darat.
Memilih jalur laut sebenarnya lebih simpel, karena kita bisa memangkas jarak dan waktu tempuh. Misalkan, jika kita dari Kota Kendari untuk sampai ke pelabuhan penyebrangan yakni di Kelurahan Tinobu Kecamatan Lasolo kira-kira jarak tempuhnya hingga tiga jam. Tergantung kendaraan apa yang digunakan serta jalur mana yang akan kita lewati, karena ada beberapa jalur alternatif.
Tapi sebelumnya, kita sudah menghubungi pemilik kapal yang akan mengantarkan kita ke pulau. Sebab belum ada transportasi laut yang sering ke sana, jadi harus pesan dulu yah. Kalau untuk budget saya enggak tahu pasti. Katanya bisa sampai Rp 1 juta, soalnya belum pernah pakai jasa transportasi laut.
Kira-kira dalam waktu dua atau tiga jam kita sudah bisa sampai. Namun, untuk berkunjung ke lokasi, jika menggunakan jalur laut harus memikirkan cuaca, sebab jika cuaca sedang tak bersahabat. Ombak menjadi musuh bagi para nelayan ataupun pengguna transportasi laut.
Nah untuk pengguna transportasi darat baik itu mobil atau motor, ini lebih mudah lagi. Tapi saya sarankan pakai mobil aja deh. Karena jalur yang akan dilewati lumayan sulit dan ekstrim.
Tim menggunakan mobil tapi khusus untuk medan yang sulit yah. Lumayan lama dan melelahkan, dari Kota Kendari tim melakukan perjalanan hampir delapan jam.
Tim melewati Desa Sari Mukti Kecamatan Langgikima, Konawe Utara. Jika musim hujan seperti saat ini, maka yang ingin menggunakan kendaraan roda dua pikir-pikir dulu yah. Sebab jalannya tak beraspal, yang cukup licin dan berbahaya.
Memasuki pedesaan kita akan disuguhkan perkebunan sawit, jalan berbatu dan berlumpur kemerahan. Selain itu, terdapat sejumlah tanjakan yang cukup terjal. Namun bagi pecinta kendaraan trail, maka jalur ini cukup cocok menantang untuk dilalui.
Setelah melewati perkebunan sawit, kita kembali disuguhkan hutan yang telah digunduli untuk pertambangan. Dalam perjalanan juga, kita harus tetap berhati-hati karena jalan berkelok dan menanjak, serta masih banyak alat berat dan truk perusahaan tambang yang beraktifitas.
Sungguh miris melihatnya, melihat disepanjang perjalanan di sebelah kiri merupakan pesisir pantai tak ada pemukiman, tapi hanya bekas galian. Di sebalah kanan terdapat kubangan yang entah dibawa kemana tanahnya.
Sesekali ada pemukiman hanya saja setelah ditelisik lebih jauh, itu adalah basecamp dan mungkin saja kantor bagi karyawan tambang. Karena ditempat itu juga ada alat berat dan truk yang jarang kita lihat di perkotaan.
Perjalanan dilanjutkan, kita akan melewati jalan yang tertutup oleh portal dan di jaga oleh security. Mesti laporan dulu mau kemana tujuan kita, setelah itu barulah portal tersebut dibuka, kemudian salah satu security menuntun kita hingga ke pintu keluar.
Ternyata itu adalah satu-satunya jalan untuk masuk ke dalam perusahaan tambang di Kecamatan Langgikima yang berada di pesisir pantai. Dalam perjalanan juga kita akan melihat papan pengumuman tentang kepemilikan tanah oleh perusahaan tambang.
Setelah itu kurang lebih 100 meter kita kembali melihat papan pengumuman, namun kali ini berbeda di papan itu tertulis bahwa lokasi tersebut adalah hutan lindung yang tak boleh dijamah oleh siapapun.
Anehkan? Tapi entahlah, mungki saja ada orang yang iseng memasang pengumuman tersebut untuk mendapatkan perhatian.
Nah, dari perjalanan panjang dan melelahkan itu sampailah kita di desa persinggahan untuk bisa mencapai pulau Labengke besar, yakni Desa Waturambaha. Dari desa ini kita hanya perlu menyewa kapal para nelayan setempat, kira-kira dengan ongkos Rp 300 ribu, kita sudah bisa mengakses pulau tersebut, pergi dan pulang.
Waktu tempuh dari desa ke spot wisata hanya 15 menit saja. Sebelum sampai di spot yang akan kita datangi, dari kejauhan kita akan melihat hijauhnya pulau ini yang dikelilingi oleh tebing bebatuan.
Setelah sampai, kita akan disambut oleh gemercik ombak pantai dan putihnya pasir yang begitu indah. Pesisir pantai Labengke yang langsung berhadapan dengan tebing sangat cocok untuk sekedar mengabadikan moment dengan berswafoto.
Menyusuri pantai, kita bisa melihat beberapa bekas pemanggangan ikan yang menandakan lokasi ini sering digunakan para nelayan sebagai tempat persinggahan, juga warga sekitar ketika berwisata ke tempat ini.
Kadang para nelayan yang tinggal di sekitar pulau, singgah ke situ bukan hanya mencari kerang-kerangan, ada juga yang singgah untuk beristirahat.
Kenapa memilih tempat itu? karena kondisi lautnya tenang, tak ada ombak besar. Kata warga sekitar mereka sudah tahu mana spot wisata yang keren.
Di pulau Labengke besar bukan hanya jadi objek wisatanya saja, tapi lokasi ini juga menyimpan sumber laut yang melimpah. Contohnya ikan dasar serta kerang-kerangan. Saking banyaknya kerang laut, ketika air surut warga berbondong-bondong kesana mencari kerang.
Baik dari desa Waturambaha, Boenaga, Boedingi, Labengki bahkan dari pulau-pulau kecil di Sulawesi Tengah. Kebetulan posisi pulau ini juga merupakan perbatasan antara Provinsi Sultra dan Sulteng.
Warga setempat dulunya sering menangkap ikan hanya di sekitar Pulau Labengke besar dan ada juga pembudidaya kerang mutiara. Namun sejak adanya pertambangan, nelayan di sana mesti menangkap jauh keluar pulau.
Dulu, di laut dekat Desa Boedingi sekitar wilayah Labengke besar, ada pembudidaya kerang mutiara. Tapi, setelah masuknya tambang akhirnya pembudidayaan terpaksa gulung tikar, akibat lumpur yang ditimbulkan perusahaan tambang.
Ikan juga yang dulunya masih banyak disekitar desa sekarang menjauh. Jadi, para nelayan sekitar kalau ingin menangkap ikan harus keluar dari pulau.