Plt. Bupati Busel Diduga Kuat Masih Berstatus Tersangka
Deni Djohan, telisik indonesia
Selasa, 10 Desember 2019
0 dilihat
Kuasa hukum pelapor, Muhamad Taufan Ahmat SH. Foto: Istimewa
" Padahal seharusnya pihak kepolisian wajib memberi dan memberitahukan penghentian kasus itu kepada pihak pelapor. "
BAUBAU, TELISIK.ID - Dugaan status Plt. Buton Selatan (Busel), H La Ode Arusani, yang masih menyandang sebagai tersangka atas dugaan kasus ijazah palsu di Polda Sultra cukup kuat. Itu dibuktikan dengan belum adanya fisik surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang diterbitkan Polda Sultra kemudian diberikan pada pihak pelapor.
Baca Juga: Dirut RSUD Bahteramas: Penanganan Pasien Sudah Sesuai Prosedur
Kuasa hukum pelapor, M Taufan Ahmad, SH menjelaskan, pada dasarnya Polda Sultra telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas kasus yang menjerat Plt. Bupati Busel, H La Ode Arusani. Namun pihak Polda akhirnya mengehentikan kasus tersebut dengan alasan pokok kasus perkaranya di Polres Mimika telah di-SP3.
Pernyataan itu dianggap tidak mendasar mengingat pihak Polda belum memberikan salinan fisik surat SP3 tersebut kepada kliennya yang diketahui bernama Ridwan Azali.
"Padahal seharusnya pihak kepolisian wajib memberi dan memberitahukan penghentian kasus itu kepada pihak pelapor," nilai Taufan.
Tidak hanya itu, kejanggalan lain juga terjadi saat proses gelar perkara. Pihak Polda Sultra tidak mengikutsertakan semua pihak terkait seperti pelapor dan pihak kejaksaan.
"Semestinya semua pihak harus diikutsertakan dalam gelar perkara. Tapi yang terjadi tidak demikian," jelas Acil, sapaan akrab Muhammad Taufan Ahmad saat dikomfirmasi melalui sambungan teleponnya.
Atas peristiwa itu, alumni Universitas Gajah Mada ini mengaku akan kembali berkoordinasi dengan pihak penyidik termasuk kliennya terkait penanganan kasus ini ke depannya. Apalagi kasus ini sudah lama terkatung-katung di Polda Sultra.
"Dan sampai saat ini belum ada kejelasan soal tersangka. Kemudian belum ada statement resmi dari Polda Sultra dalam bentuk tertulis yang ditujukan kepada klien kami terkait SP3 itu," pungkasnya.
Untuk diketahui, H La Ode Arusani disangka telah melakukan tindak pidana, pemalsuan suratenggunakan surat palsu atau yang dipalsukan sebagaimana yang dimaksud dengan pasal 264 ayat (1), (2), subsider pasal 263 ayat (1), (2) KUHP dan pasal 69 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2013 tentang sistem pendidikan nasional.
Baca Juga: Kisruh RSUD, Ketua DPRD: Salah Manajemen dan Perencanaan
Dalam fisik ijazah SMP Arusani yang ditandatangani, Reki Tafre, selaku kepala SMPN Banti, diketahui menggunakan kode wilayah zonasi Nusa Tenggara Barat (NTB). Celakanya lagi, dalam kode zonasi ijazah milik Arusani tidak disertakan cakupan kode penerbitan Dalam Negeri (DN) atau Luar Negeri (LN), sebelum kode zonasi wilayah provinsi seperti yang diatur dalam ketentuan legalitas dokumen ijazah di Kementerian Pendidikan.
Apabila ijazah tersebut diterbitkan di Papua, maka seharusnya dalam ijazah tersebut tertulis, No. DN-25 DI 1961 809. Tapi dalam ijazah La Ode Arusani kode itu tidak tertera. Disitu hanya tertulis, No. 23 DI 2394135. Sehingga tidak diketahui apakah ijazah ini berasal dari Dalam Negeri (DN) atau Luar Negeri (LN).
Reporter: Deni Djohan
Editor: Rani