Polemik Nonjob Berlanjut, Demokrat Nilai Jawaban Bupati Tidak Normatif

Berto Davids, telisik indonesia
Senin, 14 Maret 2022
0 dilihat
Polemik Nonjob Berlanjut, Demokrat Nilai Jawaban Bupati Tidak Normatif
Bupati Manggarai, Heribertus G.L Nabit. Foto: Ist

" Polemik terkait 25 pejabat yang dinonjob oleh Bupati Manggarai, Heribertus G.L Nabit beberapa waktu lalu, rupanya terus bergulir "

MANGGARAI, TELISIK.ID - Polemik terkait 25 pejabat yang dinonjob oleh Bupati Manggarai, Heribertus G.L Nabit beberapa waktu lalu, rupanya terus bergulir.

Bupati Nabit sendiri telah memberi jawaban atas pandangan umum Fraksi Demokrat terkait pertanyaan tentang 25 pejabat yang dinonjobkan itu.

Menurutnya, keputusan nonjob atau pembebasan ASN dari jabatan administrator yang dipersoalkan oleh Demokrat tidak dimaknai secara negatif dalam artian sarat kepentingan tertentu atau telah mendapatkan sanksi disiplin sesuai ketentuan yang tercantum dalam PP 94 tahun 2021. Tetapi saat ini pemerintah sedang melakukan pembenahan birokrasi dalam rangka memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

"Terhadap para ASN yang dinonjobkan itu akan mendapatkan tugas khusus dalam rangka mendukung pencapaian target RPJMD tahun 2021-2026," kata Bupati Nabit dalam salinan jawaban tertulis yang diperoleh Telisik.id, Senin (14/3/2022).

Ia juga mengatakan bahwa penempatan para pejabat nonjob di lingkup Pemkab Manggarai pasti diatur lebih lanjut dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Dalam bola kaki, kata Bupati Nabit, itu biasa diatur oleh pelatih siapa pemain yang turun bermain lebih dahulu dan yang kemudian. Tidak semua pemain langsung diturunkan semua. Apa jadinya kalau semua pemain yang jumlahnya banyak diturunkan sekaligus.

"Begitu analoginya. Kita pasti atur semuanya. Ada yang diatur penempatannya lebih dahulu dan ada yang kemudian," kata Bupati Nabit seperti dikutip dari Florespos.net

Dikatakannya, pengaturan untuk penempatan jabatan sedang dilakukan sekarang ini baik untuk jenjang eselon dua maupun yang di bawahnya. Pengaturan secara baik mutlak guna memperkuat barisan dalam mengurus daerah ini lebih baik dan maju lagi.

Demikian juga untuk mengisi posisi lowong akibat pejabatnya sudah pensiun atau pindah tugas akibat kepentingan organisasi. Karena itu, yang belum menempati jabatan sudah pasti akan diatur lebih lanjut.

Bupati Hery Nabit mengatakan, apa yang dipikirkan pimpinan kadang tidak sama dengan bawahan dan orang per orang. Pemimpin berpikirnya menempatkan orang harus sesuai dengan keahlian dan kompetensinya. Mungkin pada giliran yang sudah lalu, orang itu belum pas pada posisi yang hendak diatur. Karena itu, orang-orang itu diatur untuk giliran berikutnya.

Ia berharap tidak perlu sebetulnya berpikir aneh-aneh dengan situasi yang ada. Apalagi men-judge karena tidak menempati jabatan pada proses yang telah lewat.

Kalau dalam konteks Pilkada, lanjut dia, momen politik itu sudah lewat jauh. Apakah memang orang yang yang belum menempati jabatan itu tidak memilih dirinya dan wakil?

Bagaimana tahunya kalau orang itu tidak memilih atau memilih? Karena itu, cukup sudah memikirkan hal-hal seperti itu. Mari semua berpikir bagaimana bergerak maju untuk membangun daerah ini sehingga bisa lebih baik dan maju.

Menanggapi hal itu, Fraksi Demokrat DPRD Manggarai menilai jawaban Bupati Nabit terkait pertanyaan 25 pejabat yang dinonjob belum cukup untuk dipegang sebagai sebuah alasan normatif. Pasalnya penjelasan tersebut tidak disertai dasar hukum yang jelas.

"Jangan terjebak dengan argumentasi hak prerogatif. Negara kita adalah negara hukum. Untuk itu kita wajib tunduk terhadap hukum yang berlaku. Semua keputusan maupun kebijakan dalam menempatkan struktur birokrasi seperti yang dialami oleh 25 orang ASN hendaknya berpijak pada regulasi yang lebih tinggi yakni PP No. 100 Tahun 2010 Jo. PP No. 13 Tahun 2012," kata juru bicara Fraksi Demokrat, Silvester Nado menanggapi jawaban Bupati Nabit.

Kalau ASN 25 orang ini tidak sedang kena sanksi dalam kategori hukuman disiplin berat seperti dalam Ketentuan Hukum Disiplin Pegawai sebagaimana diatur dalam Pasal  7 Ayat (4) No. 53 Tahun 2010 lantas mengapa mereka dibebastugaskan? Apakah tugas khusus seperti yang diwacanakan oleh Bapak Bupati harus mengorbankan eselon yang mereka miliki?

Baca Juga: Nias Selatan Diguncang Gempa Kekuatan M6,9

Menurut Silvester, seharusnya sebelum mengambil keputusan bebas tugas terhadap 25 ASN wajib menyiapkan tempat baru bagi mereka, bukan sebaliknya setelah dibebastugaskan baru merancang tugas khusus yang hendak mereka emban. Apalagi wacana tugas khusus yang dimaksud hanya menggunakan Surat Keputusan Bupati.

"Yang menjadi pertanyaan berikutnya apakah Bupati punya payung hukum atau regulasi yang lebih tinggi berkaitan dengan tugas khusus yang dimaksud? Apa urgensi dari tugas khusus tersebut? Jangan sampai tugas khusus dengan mengandalkan Surat Keputusan Bupati yang pada akhirnya bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi dan ujung-ujung menjebak diri sendiri," tutur Silvester.

"Mereka sudah meniti karir bertahun-tahun untuk mencapai eselon yang mereka miliki sekarang dan tentunya melalui perjuangan serta kerja keras. Namun perjuangan dan keras mereka akhirnya menjadi sia-sia ketika eselon mereka ditiadakan, tentunya tidak elok kalau tanpa ada alasan yang jelas dan argumentasi yang rasional kenapa mereka kembali jadi staf biasa," tuturnya lagi.

Kondisi ini, kata Silvester, menjadi preseden buruk dalam birokrasi Heri-Heri. Keputusan yang diambil terkesan sewenang-wenang. Jelas dalam regulasi sudah mengatur, baik tahapan berat maupun ringannya sanksi kepada para ASN dalam hal mengemban tugas sehingga berujung pada sebuah keputusan dibebastugaskan.

"Kalau tidak ada pelanggaran kedisiplinan berat yang telah mereka lakukan maka tidak cukup alasan Bupati Manggarai membebastugaskan 25 ASN tersebut. Keputusan tersebut sudah melampaui kewenangan yang dimiliki oleh Bupati," tegas pria asal Kecamatan Reok Barat itu.

Baca Juga: Kantor Desa Wamorapa yang Disegel Warga Dibuka Kembali, Begini Kata Pj Kades

Ia pun menilai keputusan bupati menonjobkan 25 pejabat itu sudah mengarah kepada pembunuhan karakter, di sisi lain tidak secara langsung membunuh nasib 25 ASN tersebut.

"Saya sangat mendukung ketika 25 orang ASN yang dibebastugaskan ini mengambil langkah pengaduan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Bukan persoalan jabatan tetapi  teman-teman mencari keadilan dan kebenaran terhadap keputusan tersebut. Mereka patut mendapatkan apapun yang menjadi hak-hak mereka. Secara sosial tentunya mereka tertekan karena seolah-olah ada pelanggaran berat terhadap disiplin ASN yang telah mereka lakukan. Kembali menjadi staf biasa di instansi mana pun tentu menjadi tantangan berat dan kinerja kerja pasti akan terganggu," pungkas mantan Ketua Presidium PMKRI itu.

Ia juga sesalkan ketika pelaksanaan birokrasi dianalogikan dengan tim bola sepak seperti yang disampaikan oleh bupati. Dalam birokrasi ada regulasi yang mengatur tentang keputusan maupun kebijakan yang akan diambil sementara dalam tim bola sepak irama dan pola permainan sepenuhnya menjadi hak prerogatif tim pelatih.

"Analoginya keliru. Selain itu bupati juga belum mampu menjelaskan secara normatif tentang 25 pejabat yang dinonjobkan itu," tutup Silvester.

Untuk diketahui pemberhentian 25 pejabat itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) yang dibacakan saat pelantikan 139 pejabat administrator bulan Februari lalu.

Pada kesempatan tersebut bupati terpilih Pilkada 2020 itu menunjuk orang lain yang mengisi 25 jabatan kosong yang sebelumnya diemban oleh pejabat nonjob.

Adapun puluhan pejabat yang dinonjob itu, terdiri dari 3 orang Kabag, 4 camat dan 18 sisanya terdiri dari sekretaris, KTU dan Kabid.

Camat yang dinonjob yakni Camat Reok Barat, Camat Reok, Camat Rahong Utara dan Camat Langke Rembong. Sedangkan lainnya terdiri dari Kabag, Kabid, sekretaris dan KTU.

Para pejabat yang dinonjob itu telah berkantor kembali, namun bukan pada posisi yang sebenarnya. Ada yang ditempatkan di Bagian Prokompim, ada yang ditempatkan di Bagian Tapem dan ada juga yang ditempatkan di kantor-kantor OPD lainnya.

Mereka hanya bekerja sebagai staf biasa dan selalu taat dengan perintah atasan. Beberapa camat misalnya, yang sudah terbiasa memimpin wilayahnya kini harus turun sebagai staf yang mengurus administrasi.

Nonjob tersebut diketahui tidak memiliki alasan jelas dan tak disertai perintah tugas untuk berkantor di OPD manapun, sehingga membuat para pejabat itu sempat nganggur. (B)

Reporter: Berto Davids

Editor: Haerani Hambali

Baca Juga