Polemik Pemberian Honor KPN, Dewan: Pengadilan Bukan Unsur Forkopimda

Deni Djohan, telisik indonesia
Kamis, 27 Agustus 2020
0 dilihat
Polemik Pemberian Honor KPN, Dewan: Pengadilan Bukan Unsur Forkopimda
Wakil Ketua DPRD Busel, Aliadi (tengah). Foto: Ist.

" Saya tidak tau kalau di daerah lain itu diatur oleh Undang-Undang apa, tapi kalau di Undang-Undang 23 itu tidak ada ketua pengadilan itu sebagai unsur Forkopimda. "

BUTON SELATAN, TELISIK.ID - Polemik pemberian honor Ketua Pengadilan Negeri (PN) Pasarwajo, Subai, oleh kepala Kesbangpol Buton Selatan (Busel), La Maiminu, ditanggapi dewan.

Wakil Ketua DPRD Busel, Aliadi mengatakan, ketua pengadilan bukan bagian dari unsur Forum komunikasi pimpinan daerah (forkopimda).

Katanya, dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 26 ayat 3, ketua pengadilan bukan unsur Forkopimda.

"Saya tidak tau kalau di daerah lain itu diatur oleh Undang-Undang apa, tapi kalau di Undang-Undang 23 itu tidak ada ketua pengadilan itu sebagai unsur Forkopimda," ucap Aliadi saat dikonfirmasi belum lama ini.

Ia menjelaskan, dalam ketentuan Undang-Undang tersebut menyebutkan, yang dimaksud unsur Forkopimda adalah Bupati, pimpinan DPR, pimpinan kejaksaan (Kajari) pimpinan Kepolisian (Kapolres) dan pimpinan tentara teritorial daerah (Dandim). Artinya, Kepala Pengadilan Negeri (KPN) tidak masuk dalam unsur Forkopimda.

Lebih jauh dikatakan, apabila pemerintah daerah benar menganggarkan honor tersebut, harusnya unsur pimpinan DPRD juga menerima honor tersebut.

Pasalnya, sesuai dengan ketentuan PP Nomor 12 Tahun 2018, yang dimaksud dengan unsur pimpinan DPRD adalah ketua dan wakilnya.

"Jadi, sejak saya duduk di DPRD Buton, sampai saya kembali menjabat sebagai wakil ketua satu di DPRD Busel, saya tidak pernah terima honor itu. Saya sudah tiga kali menjabat sebagai unsur pimpinan," terang Ketua DPD Hanura Busel itu.

Baca juga: Maraknya Junk Food, Kini Pangan Fungsional Dilirik Orang

Sebelumnya, Kepala Kesbangpol Busel, La Maiminu terekam video bertemu dengan Kepala PN Pasarwajo. Dalam pertemuan itu, keduanya sempat membahas soal penyelesaian kasus dugaan ijazah palsu Bupati Busel, La Ode Arusani.

Saat dikonfirmasi, La Maiminu mengaku, bila kedatangannya di PN tak membahas soal kasus ijazah tersebut, melainkan mengantarkan honor Forkopimda termasuk Kapolres dan Dandim.

Namun, ketua PN Pasarwajo, Subai, membatah pernyataan itu. Katanya, kedatangan La Maiminu di Kantor PN membawa undangan berkaitan dengan kegiatan pemberantasan narkoba di Busel.

Tak hanya KPN, La Maiminu juga mengaku bila honor tersebut ia berikan ke pada Kapolres dan Dandim 1413 Buton. Namun pengakuan itu dibantah keras Kapolres Buton, AKBP Adi Benny Cahyono.

"Saya tidak pernah menerima honor tersebut," tegas AKBP Adi Benny Cahyono seperti dikutip dari satulis.com.

Senada dengan Dandim 1413 Buton, Letkol Inf Arif Kurniawan, juga mengaku tak pernah menerima honor tersebut.

Tempat berbeda, Ketua Koalisi Advokasi Kebijakan Publik (KAKP), La Ode Isa Ansari, meminta ke pada institusi yang merasa dirugikan, yakni Kapolres, Dandim dan Kajari Buton, untuk menempuh jalur hukum terkait pernyataan Kepala Kesbangpol Busel, La Maiminu.

Hal itu dilakukan untuk menghindari paradigma serta interprestasi buruk masyarakat terhadap institusi tersebut.

Baca juga: Bawa 66 Penumpang, Kapal Mati Mesin di Laut Buton Selatan

"Apalagi di situ ada institusi penegak hukum dan TNI yang bertugas mempertahankan stabilitas dan keamanan negara," terang saat dikonfirmasi melalui sambungan telponnya, Kamis (27/8/2020).

Menurutnya, unsur pidana dalam kasus tersebut sudah terpenuhi. Hanya saja, itu kewenangan penyidik untuk mengungkapnya.

"Terkait apakah ini ada konspirasi jahat atau tidak, kita belum tau. Karena apakah kemudian dana ini telah diterima oleh kepala instansi yang telah disebutkan oleh Kepala Kesbangpol itu atau tidak," jelasnya.

"Tapi, Informasi yang saya dapat dari media, Pak Dandim dan Kapolres sudah membantah pernyataan dari Pak La Maiminu terkait honor untuk mereka. Namun menjaga integritas itu tidak cukup dengan mengklarifikasi di media. Harusnya mereka melaporkan secara resmi dengan dasar pencemaran nama baik," tambahnya.

Saat ditanya soal penganggaran belanja honor Forkopimda, ekonom ini menjelaskan, secara prinsip yang berkaitan dengan honor, instansi vertikal itu telah didukung oleh APBN melalui institusinya sendiri. Tupoksi mereka berbeda, tidak ada ada lagi beban APBD kepada mereka.

Hal itu bisa dilakukan apabila komponen belanja daerah dalam bentuk hibah yang direncanakan bersama sebelumnya. Pasalnya, di situ terdapat MoU atau Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).

"Jadi kalau honor rutinitas setiap bulan itu harus dipertanyakan. Untuk apa honor itu? Toh mereka Kepala Forkopimda ini sudah punya gaji dan tunjangan, kenapa juga daerah kasih honor? Lagian, mereka juga bekerja sesuai dengan Tupoksinya masing-masing," pungkasnya.

Reporter: Deni Djohan

Editor: Kardin

TAG:
Baca Juga